Stylesphere – Menjelang musim haji 2025, jutaan jemaah dari berbagai negara mulai berdatangan ke Arab Saudi untuk menunaikan rukun Islam kelima. Dua kota suci umat Islam, Makkah dan Madinah, kembali dipadati oleh umat Muslim yang hendak menjalankan ibadah haji.
Selain menjadi pusat ibadah, wilayah Arab Saudi juga menyimpan daya tarik lain, salah satunya adalah desain arsitektur rumahnya yang khas. Rumah-rumah di kawasan Timur Tengah, termasuk Arab Saudi, terkenal dengan bentuknya yang simpel dan minimalis namun tetap menarik.
Berbeda dengan rumah-rumah di Indonesia yang umumnya menggunakan genteng, rumah di kawasan Arab justru nyaris semuanya memiliki atap datar tanpa genteng. Hal ini bukan tanpa alasan. Desain rumah di suatu wilayah biasanya sangat dipengaruhi oleh kondisi alam dan budaya lokal.
Di kawasan Semenanjung Arab yang terkenal dengan iklimnya yang panas ekstrem, atap datar terbukti lebih efektif dalam menghadapi terik matahari yang suhunya bisa mencapai hingga 50 derajat Celsius saat musim panas. Desain seperti ini memberikan keuntungan fungsional yang signifikan.
Mengutip tayangan video dari kanal YouTube @ventour_travel pada Jumat (2/5/2025), atap datar mampu menyerap panas secara merata, tidak seperti atap miring bergenteng yang bisa menjebak panas di bagian bawahnya. Selain itu, dinding rumah yang lebih tebal turut membantu menahan suhu panas, sehingga suhu di dalam ruangan tetap stabil dan nyaman.
Dengan begitu, rumah-rumah di kawasan Arab tak hanya tampil unik, tetapi juga sangat adaptif terhadap kondisi iklim yang keras.
Desain Rumah Arab Jadi Sorotan karena Adaptif terhadap Iklim Ekstrem
Memasuki musim haji 2025, jutaan jemaah dari seluruh dunia mulai berdatangan ke Arab Saudi, khususnya menuju dua kota suci, Makkah dan Madinah, untuk menunaikan ibadah haji. Di tengah semarak spiritual itu, perhatian juga tertuju pada kekhasan arsitektur di kawasan tersebut, terutama desain rumah-rumah di wilayah Arab yang unik dan fungsional.
Berbeda dengan rumah di Indonesia yang umumnya beratapkan genteng miring, rumah-rumah di Timur Tengah justru menggunakan atap datar. Pilihan desain ini bukan sekadar estetika, melainkan hasil adaptasi terhadap kondisi iklim dan lingkungan setempat.
Negara-negara di Semenanjung Arab dikenal memiliki suhu yang sangat tinggi di siang hari, bahkan bisa mencapai 50 derajat Celsius saat musim panas. Untuk menghadapi panas ekstrem ini, desain atap datar terbukti lebih efektif. Atap datar menyerap panas secara merata dan, bersama dinding rumah yang tebal, membantu menjaga suhu dalam ruangan tetap stabil dan nyaman.
Menariknya, saat malam tiba suhu di kawasan gurun bisa turun drastis. Namun, rumah tanpa genteng justru memberikan kehangatan alami, menjadikannya solusi ideal untuk perubahan suhu yang ekstrem antara siang dan malam.
Curah hujan yang sangat minim juga menjadi alasan utama mengapa rumah di Arab tidak membutuhkan atap miring. Di daerah tropis seperti Indonesia, atap miring berfungsi untuk mengalirkan air hujan. Namun, di kawasan gurun yang jarang diguyur hujan, fungsi itu menjadi tidak relevan. Karena itu, atap datar adalah pilihan yang lebih efisien dan logis.
Selain itu, atap datar memiliki kelebihan fungsional lain. Area datar tersebut sering dimanfaatkan sebagai ruang tambahan untuk menjemur pakaian, menyimpan barang, atau bahkan menjadi tempat beristirahat di malam hari.
Desain ini juga unggul dalam menghadapi kondisi angin kencang dan badai pasir yang umum terjadi di gurun. Tidak adanya genteng mengurangi risiko kerusakan saat angin bertiup kencang, dan struktur atap yang kokoh serta minim celah membantu mencegah pasir masuk ke dalam rumah.
Dari sisi material, rumah-rumah di Arab umumnya dibangun menggunakan bahan seperti tanah liat atau batu bata, yang memiliki kemampuan isolasi panas yang baik sekaligus menjaga kelembaban di dalam ruangan.
Desain rumah Arab adalah contoh nyata bagaimana arsitektur berkembang selaras dengan alam dan kebutuhan masyarakatnya. Fungsional, tahan iklim ekstrem, dan tetap nyaman untuk ditinggali—itulah kekuatan dari kesederhanaan desain rumah Timur Tengah.
Desain Rumah Arab: Simpel, Adaptif, dan Harmonis dengan Alam

Menjelang musim haji 2025, jutaan jemaah dari berbagai penjuru dunia mulai berdatangan ke Arab Saudi, menuju dua kota suci umat Islam: Makkah dan Madinah. Di balik kemegahan spiritual yang tercermin di Tanah Suci, ada sisi lain yang menarik untuk diamati—yakni arsitektur rumah-rumah di kawasan Arab yang memiliki keunikan tersendiri.
Salah satu ciri khas paling mencolok dari rumah-rumah di Timur Tengah adalah desain atapnya yang datar, tanpa genteng seperti rumah di daerah tropis seperti Indonesia. Tradisi membangun rumah dengan atap datar ini bukan hal baru. Bahkan, rumah-rumah pada zaman Nabi Muhammad SAW pun menggunakan desain serupa—tanpa genteng, namun tetap fungsional dan nyaman.
Ada berbagai alasan di balik pilihan desain ini. Pertama dan yang paling utama adalah faktor iklim. Di kawasan Semenanjung Arab, suhu siang hari bisa mencapai 50 derajat Celsius saat musim panas. Dalam kondisi ekstrem seperti ini, desain atap datar justru lebih efektif menahan panas karena menyerapnya secara merata. Dinding rumah yang tebal turut membantu menjaga suhu ruangan tetap stabil, menciptakan kenyamanan meski di tengah panas gurun yang menyengat.
Menariknya, ketika malam tiba, suhu di gurun dapat turun drastis. Rumah-rumah dengan atap datar justru mampu menahan kehangatan di dalam ruangan, menjadikannya tempat tinggal yang adaptif terhadap perubahan suhu ekstrem.
Faktor curah hujan juga turut memengaruhi bentuk atap. Di negara-negara Arab, hujan sangat jarang turun. Tidak seperti di Indonesia yang membutuhkan atap miring untuk mengalirkan air hujan, di Arab, kebutuhan itu hampir tidak ada. Maka, desain atap datar menjadi pilihan paling efisien secara struktural dan ekonomis.
Lebih dari itu, atap datar juga memiliki fungsi sosial yang penting. Di banyak wilayah, atap rumah sering dimanfaatkan sebagai tempat berkumpul, beristirahat, atau menikmati udara malam yang mulai sejuk. Fungsi ini tidak akan tercapai jika rumah menggunakan atap genteng seperti di negara tropis.
Keunggulan lainnya adalah ketahanan terhadap angin kencang dan badai pasir yang kerap melanda kawasan gurun. Genteng-genteng seperti yang digunakan di Indonesia mudah terlepas saat diterpa angin, sedangkan atap datar lebih kokoh dan minim risiko kerusakan. Desain rumah pun dirancang dengan struktur tertutup dan material yang mampu menghadapi tantangan lingkungan, seperti tanah liat dan batu bata yang efektif dalam menjaga kelembaban dan menahan panas.
Meskipun teknologi konstruksi modern terus berkembang, masyarakat Arab tetap mempertahankan desain rumah tradisional ini. Alasannya jelas: keselarasan dengan alam, efisiensi energi, dan kenyamanan jangka panjang. Lebih dari sekadar gaya, desain rumah Arab mencerminkan kearifan lokal yang lahir dari pemahaman mendalam terhadap lingkungan.
Fenomena ini memberikan pelajaran penting: desain bangunan sebaiknya tidak hanya mengikuti tren global, tetapi juga memperhatikan kebutuhan lokal dan kondisi iklim setempat. Dari arsitektur Arab, kita belajar bahwa kesederhanaan, fungsionalitas, dan keberlanjutan dapat berjalan beriringan dalam menciptakan tempat tinggal yang ideal.