Makna Mendalam Surat Al-Maidah Ayat 2: Pedoman Hidup Harmonis dalam Islam

Stylesphere – Dalam kehidupan umat Islam, Al-Qur’an berperan sebagai petunjuk utama yang membimbing tidak hanya hubungan dengan Allah SWT, tetapi juga relasi sosial antar manusia. Setiap ayat memiliki nilai yang dalam dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu ayat yang mengandung pesan moral dan sosial yang kuat adalah Surat Al-Maidah ayat 2.

Ayat ini diturunkan dalam konteks sejarah dan spiritual yang kompleks pada masa Nabi Muhammad SAW, khususnya terkait dengan pelaksanaan ibadah haji dan umrah. Namun, pesan universal di dalamnya tetap relevan dan menjadi tuntunan bagi umat Islam hingga kini.

Surat Al-Maidah ayat 2 mengajarkan prinsip-prinsip penting seperti menjaga kesucian ibadah, menghindari permusuhan, dan yang paling utama, menggalakkan kerja sama dalam kebaikan dan ketakwaan. Allah SWT menegaskan bahwa umat Islam harus saling membantu dalam hal-hal yang membawa manfaat dan menjauhi hal-hal yang mengandung dosa dan permusuhan.

Dalam ayat ini, terdapat juga larangan keras terhadap tindakan-tindakan yang dapat merusak tatanan kehidupan beragama, seperti melanggar hukum-hukum Allah, serta mengganggu ketertiban ibadah dan ritual yang dijalankan oleh kaum Muslimin, terutama ketika mereka sedang menjalankan ibadah haji.

Berikut rangkuman lengkap Anugerahslot islamic.

Inti pesan dari Surat Al-Maidah ayat 2 adalah sebagai berikut:

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

Melalui ayat ini, umat Islam diajak untuk memperkuat nilai-nilai solidaritas sosial, menjadikan kebaikan sebagai landasan bersama, serta menjauhkan diri dari sikap saling menjatuhkan yang bisa merusak persatuan.

Dengan merenungi dan mengamalkan isi dari Surat Al-Maidah ayat 2, umat Islam akan mampu membangun masyarakat yang penuh rahmat, saling menghargai, dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketakwaan dalam setiap aspek kehidupan.

Bunyi Surat Al Maidah Ayat 2

Terima kasih telah membagikan Surat Al-Māidah ayat 2 lengkap beserta lafal Arab, latin, dan terjemahannya. Ayat ini merupakan salah satu ayat penting dalam Al-Qur’an karena mengandung panduan komprehensif terkait:

  1. Etika dalam beribadah (terutama ibadah haji dan umrah),
  2. Larangan melakukan pelanggaran terhadap syiar-syiar Allah,
  3. Menjaga kesucian waktu dan tempat suci,
  4. Sikap adil meskipun terhadap musuh, dan
  5. Perintah tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta larangan bekerja sama dalam dosa dan permusuhan.

🔍 Ringkasan Kandungan Makna Al-Maidah Ayat 2:

Bagian AyatMakna
“Lā tuḥillū sya’ā’irallāh…”Jangan mengabaikan syiar atau simbol kesucian agama, termasuk ritual haji dan waktu-waktu suci.
“Wa lā yajrimannakum syana’ānu qawmin…”Jangan biarkan kebencian terhadap suatu kaum mendorongmu berlaku zalim atau melampaui batas.
“Wa ta’āwanū ‘alal-birri wat-taqwā…”Perintah untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
“Wa lā ta’āwanū ‘alal-ithmi wal-‘udwān…”Larangan saling membantu dalam perbuatan dosa dan permusuhan.
“Wattaqullāh, innallāha syadīdul-‘iqāb”Seruan untuk bertakwa karena Allah sangat berat siksaan-Nya bagi pelanggar.

🧭 Pesan Moral dan Praktis:

  • Menjaga nilai-nilai sakral agama dan ibadah.
  • Berbuat adil bahkan terhadap orang yang memusuhi kita.
  • Menjaga persatuan dan harmoni sosial dengan kerja sama dalam kebajikan.
  • Menjauhi kolaborasi dalam dosa, fitnah, dan konflik sosial.
  • Menumbuhkan takwa sebagai benteng pribadi dan sosial.

Asbabun Nuzul Surat Al Maidah Ayat 2

Penjelasan Anda tentang asbāb al-nuzūl (sebab turunnya) Surat Al-Māidah ayat 2 berdasarkan kitab Lubāb al-Nuqūl fī Asbāb al-Nuzūl karya Imam Jalaluddin al-Suyūṭī sangat tepat dan mencerminkan ajaran utama ayat ini, yaitu:

🌿 Konteks Historis:

  • Tahun ke-6 Hijriyah, Rasulullah SAW bersama para sahabat berniat menunaikan umrah ke Makkah, namun dihalang-halangi oleh kaum Quraisy.
  • Para sahabat yang merasa diperlakukan tidak adil, berniat membalas dengan menghalangi rombongan musyrik yang akan menunaikan ibadah ke Makkah.
  • Turunnya ayat ini menjadi teguran langsung dari Allah SWT agar mereka tidak membalas kezaliman dengan kezaliman serupa.

✨ Nilai-Nilai yang Ditekankan dalam Ayat:

  1. Menjaga kesucian ibadah dan tempat-tempat suci, meskipun terhadap orang yang tidak seiman.
  2. Larangan membalas kejahatan dengan kejahatan, apalagi jika tindakan tersebut mengganggu urusan ibadah seseorang.
  3. Pentingnya menahan diri dari sikap emosional, bahkan ketika diprovokasi oleh ketidakadilan.
  4. Mengedepankan keadilan, kesabaran, dan ketakwaan dalam menghadapi konflik.

🧠 Hikmah Penting:

“Keadilan dan ketakwaan bukan hanya diuji dalam kondisi damai, tetapi juga saat terzalimi. Islam menuntun umatnya untuk tetap menjunjung prinsip moral tinggi, bahkan kepada mereka yang menyakiti.”

Ayat ini menunjukkan tingginya standar etika dalam Islam, sekaligus menjadi pelajaran kontekstual dan universal: bahwa perilaku adil dan beradab tidak boleh dikompromikan, meskipun dalam situasi tertekan atau penuh emosi.

Jika Anda menginginkan, saya bisa bantu menyusun:

  • Tafsir tematik dari ayat ini
  • Kajian atau materi ceramah
  • Kutipan inspiratif untuk media sosial
  • Perbandingan penafsiran dari beberapa ulama

Tafsir Surat Al Maidah Ayat 2

Penjelasan Anda tentang Surat Al-Māidah Ayat 2 berdasarkan Tafsir Kementerian Agama RI dan Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka telah menggambarkan dua sudut pandang yang sangat penting: tafsir hukum dan tafsir moral-spiritual. Berikut adalah rangkuman dan penulisan ulang dalam gaya naratif yang utuh, lebih mengalir namun tetap setia pada substansi:

🌙 Tafsir Surat Al-Māidah Ayat 2: Panduan Etika dan Spiritualitas dari Al-Qur’an

Surat Al-Māidah ayat 2 merupakan salah satu ayat yang kaya dengan nilai hukum, sosial, dan moral. Ayat ini ditujukan kepada orang-orang beriman sebagai pengingat akan tanggung jawab mereka dalam menjaga kesucian agama, menjunjung keadilan, serta menghindari permusuhan yang melampaui batas.

📖 Tafsir Versi Kementerian Agama RI

Kementerian Agama Republik Indonesia melalui tafsir resminya menggarisbawahi bahwa ayat ini memuat lima larangan utama bagi umat Islam, yaitu:

  1. Tidak Melanggar Syiar Allah
    Syiar Allah mencakup berbagai ketentuan dan simbol agama seperti tempat ibadah, waktu-waktu suci, dan aturan-aturan syariat yang harus dihormati.
  2. Menghormati Bulan-bulan Haram
    Terdapat empat bulan haram dalam kalender Hijriyah: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam bulan-bulan ini, dilarang melakukan peperangan atau kekerasan, sebagai upaya menjaga kedamaian dan kesucian.
  3. Tidak Mengganggu Hewan Kurban (Hadyu dan Qalaid)
    Hadyu adalah hewan kurban yang dikirim ke Tanah Haram, sementara Qalaid adalah hewan yang ditandai dengan kalung khusus sebagai simbol ibadah. Keduanya harus dihormati dan tidak diganggu.
  4. Menghormati Jamaah Haji dan Umrah
    Mereka yang menuju Baitullah dengan niat beribadah wajib dijaga dan tidak boleh dihalangi, karena mereka sedang mencari ridha Allah.
  5. Tidak Melakukan Pembalasan secara Berlebihan karena Dendam
    Sekalipun pernah dizalimi, umat Islam dilarang membalas secara melampaui batas. Kebencian tidak boleh menjadi alasan untuk berlaku tidak adil.

Selain larangan, ayat ini juga mengandung dua perintah penting:

  • Bertolong-tolonganlah dalam kebaikan dan ketakwaan
  • Jangan saling membantu dalam dosa dan permusuhan

Penutup ayat ini ditandai dengan peringatan keras: “Bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah sangat keras hukuman-Nya.” Ini menggarisbawahi betapa seriusnya Allah dalam menegakkan keadilan dan ketakwaan di tengah umat.

🕊 Pandangan Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar

Dalam Tafsir Al-Azhar, Buya Hamka memberikan pendekatan yang lebih mendalam secara moral dan spiritual. Ia menafsirkan bahwa ayat ini merupakan seruan hati nurani dan akhlak bagi kaum Muslimin.

Menurut Buya Hamka, pesan utama dari ayat ini adalah menjaga takwa, karena takwa adalah bekal hidup yang paling berharga, baik di dunia maupun akhirat. Ia mengingatkan bahwa manusia sering lalai, lebih mengikuti hawa nafsu, dan lupa bahwa setiap perbuatan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.

Lebih lanjut, Buya Hamka menyoroti bahwa kebencian sering kali menjadi alasan untuk berbuat aniaya. Namun, Islam hadir untuk memutus rantai kebencian dan menggantinya dengan rahmat, kesabaran, dan keadilan.

✨ Inti Pesan Surat Al-Māidah Ayat 2:

“Iman tidak hanya ditunjukkan lewat ibadah, tetapi juga melalui sikap adil, kerja sama dalam kebaikan, serta menahan diri dari dendam dan kebencian.”

Ayat ini tidak hanya relevan untuk konteks ibadah seperti haji dan umrah, tetapi juga sangat aplikatif dalam kehidupan sosial sehari-hari. Ia menjadi pedoman bagi umat Islam agar selalu berada dalam koridor etika, tanggung jawab moral, dan kesadaran spiritual.

Jika Anda ingin, saya bisa bantu membuatkan:

  • Ringkasan poin-poin ayat untuk ceramah Jumat
  • Konten dakwah visual atau media sosial
  • Kajian tafsir tematik berbasis ayat ini

Doa agar Dagangan Laris dan Banyak Pembeli, Ikhtiar Batin Penunjang Usaha

Stylesphere – Berdoa agar dagangan laris dan banyak pembeli merupakan salah satu bentuk ikhtiar batin yang penting dilakukan oleh para pedagang. Di samping usaha lahiriah seperti menjaga kualitas produk, memberikan pelayanan terbaik, dan strategi pemasaran, doa menjadi bentuk ketergantungan hati kepada Allah SWT, Sang Maha Pemberi Rezeki.

Sebagai seorang Muslim, menyertakan doa dalam setiap langkah usaha bukan hanya menunjukkan keyakinan terhadap takdir Allah, tetapi juga memperkuat harapan dan semangat dalam berjualan. Doa menjadi penyeimbang spiritual yang dapat membuka pintu rezeki dan keberkahan dalam usaha yang dijalankan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), doa diartikan sebagai permohonan atau harapan kepada Tuhan. Doa mencerminkan rasa tunduk dan harap kepada kekuatan ilahi, dan dalam konteks berdagang, menjadi penguat batin bagi pelaku usaha agar tetap sabar dan konsisten menghadapi tantangan.

Dengan keyakinan dan doa yang sungguh-sungguh, seorang pedagang dapat menguatkan mental dan spiritualnya, sehingga lebih siap dalam menghadapi segala dinamika dunia usaha. Usaha yang disertai doa tidak hanya mengejar keuntungan, tapi juga ridha dan berkah dari Allah SWT.

Berikut Anugerahslot islamic ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Selasa (15/7/2025).

Makna Doa agar Dagangan Laris: Ikhtiar Spiritual dalam Usaha

Doa agar dagangan laris merupakan bentuk permohonan kepada Allah SWT agar diberi kelancaran, keberkahan, dan kemudahan dalam berdagang. Harapan yang dipanjatkan ini tidak hanya untuk menarik banyak pembeli dan memperoleh keuntungan, tetapi juga agar rezeki yang datang bersifat halal dan membawa kebaikan.

Dalam Islam, doa menjadi bagian penting dari ikhtiar spiritual. Seorang Muslim yang menjalankan usaha meyakini bahwa keberhasilan sejatinya berasal dari kehendak Allah SWT. Dengan berdoa, pedagang menunjukkan sikap tawakal, pengakuan atas keterbatasan dirinya, serta keyakinan bahwa rezeki adalah karunia dari Sang Pemberi Rezeki.

Doa ini juga mencerminkan rasa syukur dan keikhlasan. Bukan hanya sekadar meminta keuntungan material, tetapi juga sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah, sekaligus menguatkan niat agar usaha dijalankan dengan cara yang baik dan jujur.

Dari sisi psikologis, doa memberi ketenangan batin dan memperkuat semangat dalam berusaha. Pedagang yang konsisten berdoa akan merasa lebih yakin, optimis, dan termotivasi untuk terus meningkatkan kualitas dagangannya, memberikan pelayanan terbaik, serta menerapkan strategi bisnis yang etis.

Sejalan dengan itu, Jurnal Mahasiswa FIAI-UII, at-Thullab, Vol. 2, No. 1, menyebutkan bahwa kesuksesan dalam bisnis tak lepas dari tiga prinsip utama: kepercayaan, etika, dan profit. Bisnis yang dibangun berdasarkan nilai-nilai tersebut—terutama jika dijalankan sesuai tuntunan Rasulullah SAW—tak hanya mengarah pada keberhasilan duniawi, tetapi juga membawa nilai-nilai ibadah dan keberkahan.

Dengan demikian, doa agar dagangan laris adalah bagian tak terpisahkan dari semangat berdagang dalam Islam: menggabungkan kerja keras, kejujuran, dan keyakinan kepada Allah SWT sebagai fondasi utama dalam mencari rezeki.

10 Bacaan Doa Agar Dagangan Laris Manis

Berikut adalah beberapa bacaan doa agar dagangan laris yang bisa diamalkan:

  1. Doa Meminta Agar Dagangan Laris:اَللَّهُمَّ اِنِّي أَسْئَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنَى رِزْقًا حَلَالًا وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعْبٍ وَلَا مَشَقَّةٍ وَلَا ضَيْرٍ وَلَا نَصَبٍ اِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيAllahumma innii as aluka an tarzuqanii rizqan halaalan waasi’an thayyiban min ghairi ta’bin wa laa masyaqqatin wa laa dhairin wa laa nashabin innaka ‘alaa kulli syaiin qadiir.Artinya: “Wahai Allah, aku memohon kepada-Mu untuk memberkahi bisnisku dengan limpahan rezeki yang halal, melimpah, dan tanpa kesulitan, tanpa beban, tanpa bahaya, dan tanpa kelelahan dalam mendapatkannya. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
  2. Doa Agar Rezeki yang Didapatkan Berkah:يَا حَيُّ يَا قَيُّوْمُ بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيْثُ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ وَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْسِيْ طَرْفَةَ عَيْنٍ أَبَدًاYa hayyu ya qoyyum bi rahmatika astaghiits, wa ash-lihlii sya’nii kullahu wa laa takilnii ilaa nafsii thorfata ‘ainin abadan.Artinya: “Ya Rabb yang Maha Kehidupan, Ya Rabb yang tidak membutuhkan bantuan siapapun, aku memohon pertolongan dan rahmat-Mu. Bimbinglah segala urusanku dengan rahmat-Mu, dan jangan biarkan aku menghadapinya sendiri, bahkan hanya sekejap mata, tanpa pertolongan dari-Mu, selamanya.”
  3. Doa Rezeki Nabi Isa:قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ اللهم رَبَّنَآ اَنْزِلْ عَلَيْنَا مَاۤىِٕدَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ تَكُوْنُ لَنَا عِيْدًا لِّاَوَّلِنَا وَاٰخِرِنَا وَاٰيَةً مِّنْكَ وَارْزُقْنَا وَاَنْتَ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَQala ‘īsabnu maryamallāhumma rabbanā anzil ‘alainā mā`idatam minas-samā`i takụnu lanā ‘īdal li`awwalinā wa ākhirinā wa āyatam mingka warzuqnā wa anta khairur-rāziqīn.Artinya: Isa, anak Maryam, memohon, “Wahai Tuhan kami, turunkanlah kepada kami hidangan dari langit yang menjadi kesempatan yang baik bagi kami, serta menjadi tanda kekuasaan-Mu. Berikanlah kami rezeki dan Engkaulah sebaik-baiknya pemberi rezeki.” (QS. Al-Maidah: 114).
  4. Doa Sebelum Berdagang:بِسْمِ اللهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ الْعَلِي العظيم . (رواه الترميذي)Bismillaahi tawakkaltu ‘alallaahi laa haula walaa quwwata illaa billaahilaliyyil`azhiim.Artinya: “Dengan nama Allah, aku berserah diri kepada Allah, tiada daya upaya dan kekuatan melainkan dengan izin Allah.”
  5. Doa Agar Dagangan Berkah:هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِۚ هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُ ٢٢ هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖHuwallāhul-lażī lā ilāha illā huw(a), ‘ālimul-gaibi wasy-syahādah(ti), huwar-raḥmānur-raḥīm(u). Huwallāhul-lażī lā ilāha illā huw(a), al-malikul-quddūsus-salāmul-mu’minul-muhaiminul-‘azīzul-jabbārul-mutakabbir(u), subḥānallāhi ‘ammā yusyrikūn(a). Huwallāhul-khāliqul-bāri’ul-muṣawwiru lahul-asmā’ul-ḥusnā, yusabbiḥu lahū mā fis-samāwāti wal-arḍ(i), wa huwal-‘azīzul-ḥakīm(u).Artinya: “Dialah Allah Yang tidak ada tuhan selain Dia. (Dialah) Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dialah Allah Yang tidak ada tuhan selain Dia. Dia (adalah) Maha Raja, Yang Maha Suci, Yang Maha Damai, Yang Maha Mengaruniakan keamanan, Maha Mengawasi, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, dan Yang Memiliki segala keagungan. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dialah Allah Yang Maha Pencipta, Yang Mewujudkan dari tiada, dan Yang Membentuk rupa. Dia memiliki nama-nama yang indah. Apa yang di langit dan di bumi senantiasa bertasbih kepada-Nya. Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
  6. Doa Agar Rezeki dalam Berdagang Berlimpah:اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَلُكَ أَنْ تَرْزُقَنِي رِزْقًا حَلَالاً وَاسِعًا طَيِّبًا مِنْ غَيْرِ تَعْبِ وَلَا مَشَقَّةٍ وَلَا ضَيْرٍ وَلَا نَصَبٍ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.Allaahumma innii as-alukaan tarzuqanii rizqan halaalan waasi’an thayyiban min ghairi ta’bin wa laa masyaqqatin wa laa dhairin wa laa nashabin innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir.Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar melimpahkan rezeki kepadaku berupa rezeki yang halal, luas, dan tanpa susah payah, tanpa memberatkan, tanpa membahayakan dan tanpa rasa lelah dalam memperolehnya. Sesungguhnya Engkau berkuasa atas segala sesuatu.”
  7. Doa Agar Dagangan Sukses dan Menguntungkan:اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْتَلُكَ صِحَّةً فِي إِيْمَانٍ وَإِمَانًا فِي حُسْنِ خُلُقٍ وَنَحَاحًا يَتْبَعُهُ فَلاحٌ وَرَحْمَةً مِنْكَ وَعَافِيَةً وَمَغْفِرَةً مِنْكَ وَرِضْوَانًا.Allaahumma innii as-aluka shihhatan fii iimaanin wa imaanaan fii husni khuluqin wa najaahan yatba’uhu falaahun wa rahmatan minka wa’aafiyatan wa maghfiratan minka wa ridhwaanaa.Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu kemurnian iman dan akhlak yang terpuji, kesuksesan yang disertai dengan keberuntung- an, serta aku memohon rahmat, kesehatan, pengampunan, dan keridaan dari-Mu.”
  8. Doa Agar Dagangan Membawa Rezeki:اللَّهُمَّ يَا أَحَدُ يَا وَاحِدُ يَا مَوْجُودُ يَا جَوَّادُ يَا بَاسِطُ يَا كَرِيمُ يَا وَهَّابُ يَاذَا الطَّوْلِ يَا غَنِيُّ يَا مُغْنِي يَا فَتَّاحُ يَا رَزَّاقُ يَا عَلِيمُ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيمُ يَابَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَا ذَالجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ يَا حَنَّانُ يَامَنَّانُ الْفَحْنِي مِنْكَ بِنَفْحَةٍ خَيْرٍ تُغْنِي عَمَّنْ سِوَاكَAllaahumma yaa ahadu yaa waahidu ya maujuudu yaa jawwaadu yaa baasithu yaa kariimu yaa wahhaabu yaa dzath thauli yaa ghaniyyu yaa mughnii yaa fattaahu yaa razzaaqu yaa ‘aliimu yaa hayyu yaa qayyuumu yaa rahmaanu yaa rahiimu yaa badii’us samaawati wal ardhi yaa dzal jalaali wal ikraam yaa hannaanu yaa mannaanu infahnii minka binafhati khairin tughninii ‘amman siwaaka.Artinya: “Ya Allah, wahai Dzat yang Maha Esa tiada terbagi-bagi, wahai Dzat yang Maha Esa tiada bersekutu, wahai Dzat yang Maujud, wahai Dzat yang Maha pemurah, wahai Dzat yang Maha pembagi, wahai Dzat yang Mahamulia, wahai Dzat yang Maha pemberi, wahai Dzat yang memiliki Anugrah, wahai Dzat yang Mahakaya, wahai Dzat yang Maha pemberi wahai Dzat yang Maha pembuka pintu rezeki, wahai Dzat yang Maha mengetahui, ‘wahai Dzat yang Mahahidup, wahai Dzat yang Maha pengasih, wahai Dzat yang Maha penyayang, wahai Dzat yang Maha pemberi anugerah, limpahkanlah rezeki dari-Mu dengan kelimpahan sebaik-baiknya yang dapat memberikan kecukupan bagi diriku, terlepas dari pengharapan pemberian siapa pun selain Engkau.”
  9. Doa Agar Dagangan Ramai Pelanggan:قَالَ رَبِّ ٱغْفِرْ لِى وَهَبْ لِى مُلْكًا لَّا يَنۢبَغِى لِأَحَدٍ مِّنۢ بَعْدِىٓ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْوَهَّابُQāla rabbigfir lī wa hab lī mulkal lā yambagī li`aḥadim mim ba’dī, innaka antal-wahhāb.Artinya: “Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan (rezeki) yang tidak dimiliki oleh seorang jua pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.”
  10. Doa Agar Dagangan Terhindar dari Penipu:لا إلهَ إلَّا اللهُ وحدَهُ لَا شرِيكَ لَهُ، لَهُ الملْكُ، ولَهُ الحمْدُ، وهُوَ عَلَى كُلِّ شيءٍ قديرٌLa ilaha illallahu wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu, yuhyi wa yumitu, biyadihil khoir, wa huwa ‘ala kulli syai’in qodir.Artinya: “Tidak ada Tuhan selain Allah. Tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya lah kekuasaan dan milik-Nya lah segala pujian. Dia yang menghidupkan dan yang mematikan. Atasnya kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Tips Agar Dagangan Laris Selain Berdoa

Selain mengamalkan doa agar dagangan laris, ada beberapa tips yang bisa dilakukan agar usaha semakin sukses:

  1. Pastikan Produk Berkualitas: Kualitas produk adalah kunci utama menarik perhatian konsumen.
  2. Tentukan Target Pembeli: Kenali target pasar dan lakukan promosi yang tepat.
  3. Buat Jadwal Jualan yang Tepat: Sesuaikan jadwal dengan pola konsumsi target pasar.
  4. Prioritaskan Pelayanan Ramah: Berikan pelayanan terbaik dan perhatikan umpan balik pelanggan.
  5. Jual Produk Online dan Offline: Manfaatkan kedua platform untuk menjangkau pasar yang lebih luas.
  6. Perbanyak Sedekah: Sedekah membuka pintu rezeki dan mendatangkan keberkahan.
  7. Berdagang dengan Sunnah Nabi: Jujur, adil, dan hindari riba dalam setiap transaksi.

Hal yang Tidak Boleh Dilakukan Saat Berdagang

Selain melakukan amalan-amalan baik, hindari hal-hal berikut saat berdagang:

  1. Riba: Hindari transaksi keuangan yang mengandung riba.
  2. Menjual Barang Haram: Pastikan produk yang dijual halal dan tidak melanggar syariat.
  3. Bersekutu dengan Setan: Jauhi praktik mistis atau sihir untuk meningkatkan penjualan.
  4. Menipu dan Merugikan Pelanggan: Jujurlah dalam setiap transaksi dan hindari tindakan yang merugikan pelanggan.

Sholat Taubat: Waktu Terbaik dan Tata Caranya

Stylesphere – Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia tak luput dari kesalahan dan dosa. Sebagai umat Muslim, Allah SWT memberikan jalan untuk memperbaiki diri dan memohon ampunan melalui taubat, salah satunya dengan melaksanakan sholat taubat.

Sholat taubat merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang merasa telah melakukan kesalahan dan ingin kembali mendekat kepada Allah. Berikut rangkuman lengkap dari Anugerahslot islamic.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31:

وَتُوْبُوْٓا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

Artinya: “Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”

Kapan Waktu Sholat Taubat yang Utama?

Sholat taubat dapat dilakukan kapan saja, terutama setelah menyadari kesalahan dan merasa bersalah atas perbuatan dosa. Namun, ada waktu-waktu yang lebih utama untuk melaksanakannya:

  • Malam hari, khususnya sepertiga malam terakhir
  • Setelah sholat Isya dan sebelum Subuh
  • Setelah melakukan dosa atau maksiat, segera setelah menyesalinya

Catatan: Sholat taubat tidak dianjurkan dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang untuk sholat, seperti saat matahari terbit, tepat di tengah hari, dan saat matahari terbenam.

Tata Cara Sholat Taubat

Sertai taubat dengan komitmen kuat untuk tidak mengulangi dosa yang sama.

  • Niat dalam hati untuk melaksanakan sholat taubat.
  • Melaksanakan dua rakaat sholat sunnah seperti biasa.
  • Setelah sholat, lanjutkan dengan memohon ampunan kepada Allah secara tulus dan bersungguh-sungguh.
  • Bacalah istighfar berulang-ulang, misalnya: Astaghfirullahal ‘adzim, alladzi la ilaha illa Huwal Hayyul Qayyum wa atubu ilaih.

Penutup

Sholat taubat adalah bentuk pengakuan dan kerendahan hati seorang hamba di hadapan Tuhannya. Allah Maha Pengampun dan selalu membuka pintu taubat selama nyawa belum sampai di tenggorokan.

Jadi, jangan tunda taubat. Segera kembali kepada Allah, karena keberuntungan sejati adalah milik mereka yang terus berusaha memperbaiki diri.

Pengertian dan Keutamaan Sholat Taubat

Sholat taubat adalah sholat sunnah yang dikerjakan dengan niat memohon ampunan kepada Allah SWT atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Ibadah ini menjadi wujud penyesalan yang mendalam serta tekad yang kuat untuk meninggalkan perbuatan maksiat dan kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa, lalu ia berwudhu dengan sempurna, kemudian mendirikan sholat dua rakaat dan memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuninya.”
Kemudian Rasulullah membaca ayat:
“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah?” (QS. Ali Imran: 135)

Hadis ini menunjukkan bahwa sholat taubat adalah jalan spiritual yang kuat untuk menghapus dosa, asalkan dilakukan dengan penuh keikhlasan dan penyesalan yang tulus.

Hukum Sholat Taubat

Para ulama sepakat bahwa sholat taubat hukumnya sunnah, yakni sangat dianjurkan bagi siapa pun yang merasa telah melakukan kesalahan atau dosa. Namun, bertaubat itu sendiri hukumnya wajib bagi setiap muslim. Artinya, setiap kali seorang hamba menyadari dosanya, ia wajib segera bertaubat dan tidak menundanya.

Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menegaskan bahwa menunda taubat adalah dosa tersendiri yang juga perlu ditaubati. Ini memperjelas betapa pentingnya kesegeraan dalam kembali kepada Allah setelah berbuat salah.

Makna Taubat dan Tujuan Sholat Taubat

Secara bahasa, taubat berarti kembali — yakni kembali dari jalan yang salah menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam konteks ibadah, taubat mencerminkan usaha sadar seorang hamba untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan menjauhi dosa.

Sholat taubat menjadi media untuk melengkapi proses taubat tersebut. Ia tidak hanya bentuk permohonan ampun, tetapi juga bentuk komitmen spiritual untuk meninggalkan dosa, memperbaiki diri, dan meraih ampunan Allah dengan kerendahan hati.

Kapan Waktu Terbaik Melaksanakan Sholat Taubat?

Sholat taubat adalah salah satu bentuk ibadah sunnah yang dapat dilakukan kapan saja, baik di siang maupun malam hari. Namun, terdapat waktu-waktu tertentu yang diharamkan untuk sholat, sehingga sholat taubat tidak boleh dikerjakan saat itu.

Menurut kajian Almas Abyan al-Fatih dalam el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu (2024), waktu-waktu yang diharamkan untuk melaksanakan sholat adalah:

  1. Saat fajar kedua (masuk waktu Subuh) hingga terbit matahari.
  2. Saat matahari terbit hingga naik sepenggalah.
  3. Saat matahari tepat di tengah langit (zawal) menjelang Dzuhur.
  4. Saat matahari mulai terbenam hingga masuk waktu Maghrib.

Sepertiga Malam Terakhir: Waktu Paling Mustajab

Meskipun sholat taubat bisa dikerjakan kapan saja (di luar waktu terlarang), para ulama menyepakati bahwa sepertiga malam terakhir adalah waktu paling utama untuk memohon ampunan kepada Allah SWT.

Penelitian tentang Praktik Thariqah Naqsyabandiyah di Malang menyebutkan bahwa sepertiga malam terakhir adalah saat paling mustajab untuk berdoa dan bertaubat, karena pada waktu tersebut Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya selebar-lebarnya.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari:

“Tuhan kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam terakhir, lalu berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.’”
(HR. Bukhari, no. 1145)

Hadis ini menjadi dalil kuat bahwa taubat dan doa yang dipanjatkan di sepertiga malam terakhir memiliki kemungkinan besar untuk dikabulkan.

Pandangan Imam Al-Ghazali

Dalam kitab klasik Ihya’ Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan keutamaan sepertiga malam terakhir sebagai waktu paling mulia untuk beribadah. Ia menulis:

“Waktu yang paling utama untuk beribadah di malam hari adalah sepertiga malam terakhir, karena pada saat itu hati lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan kesungguhan lebih mudah diraih.”
(Ihya’ Ulumiddin, Juz I, Bab Qiyamul Lail)

Imam Al-Ghazali menambahkan bahwa sholat malam, termasuk sholat taubat, yang dilakukan dalam suasana hening dan penuh khusyuk ini berpotensi lebih besar diterima, karena bertepatan dengan turunnya rahmat dan ampunan Allah SWT.

Keistimewaan Sholat Taubat di Sepertiga Malam Menurut Ulama dan Sains

Sholat taubat merupakan salah satu bentuk ibadah yang mencerminkan penyesalan mendalam atas dosa, serta tekad kuat untuk kembali kepada Allah SWT. Meskipun bisa dikerjakan kapan saja, para ulama dan bahkan kalangan ilmuwan sepakat bahwa sepertiga malam terakhir adalah waktu paling istimewa untuk melaksanakannya.

Pandangan Ilmiah Modern

Dalam jurnal Journal of Religion and Health oleh Abdullahi, S. (2018) berjudul “The Psychospiritual Benefits of Night Prayers in Islam”, dijelaskan bahwa bangun malam untuk berdoa atau sholat memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan jiwa. Secara biologis, waktu menjelang subuh menciptakan suasana paling kondusif untuk merenung, menenangkan diri, dan mendekat kepada Tuhan. Ketenangan ini dapat menstabilkan emosi dan mengurangi stres, sehingga menjadikan sholat malam sebagai terapi spiritual yang efektif.

Penjelasan Ulama dalam Kitab-Kitab Klasik

Dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, disebutkan bahwa:

“Sholat taubat terdiri dari dua rakaat yang dilakukan dengan penuh penyesalan dan niat untuk tidak mengulangi dosa. Waktu terbaiknya adalah malam hari, khususnya di sepertiga malam terakhir.”
(Fiqh Sunnah, Juz II, hal. 51)

Pandangan ini diperkuat oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam karya monumentalnya Madarij as-Salikin. Ia menulis:

“Waktu terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah pada saat manusia tidur lelap dan jiwa dalam keadaan paling tenang, yaitu sepertiga malam terakhir.”
(Madarij as-Salikin, Jilid II, hal. 73)

Hal ini menunjukkan bahwa di saat mayoritas manusia terlelap, justru pintu-pintu langit terbuka lebar bagi mereka yang ingin bertaubat dan mendekatkan diri kepada-Nya.

Kesimpulan: Harmoni Ilmu dan Iman

Dari berbagai pandangan ulama dan bukti ilmiah, dapat disimpulkan bahwa sholat taubat di sepertiga malam terakhir bukan hanya dianjurkan secara agama, tetapi juga bermanfaat secara psikologis. Waktu ini menjadi momen spiritual yang sangat istimewa untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT, memperkuat mental, dan meraih ketenangan jiwa.

Tata Cara Memohon Ampunan Melalui Sholat Taubat

Tata cara sholat taubat pada dasarnya sama dengan sholat sunnah lainnya, yaitu terdiri dari dua rakaat. Buku Panduan Tata Cara Sholat Taubat Nasuha (Mutia Nurul Syahrani, 2018) menyebutkan urutan pelaksanaannya secara rinci, dimulai dengan niat.

Niat sholat taubat diucapkan dalam hati atau dilafalkan, yaitu: “Ushalli sunnatat taubati rak‘ataini lillahi ta‘āla”.

Setelah itu, dilanjutkan dengan takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek, rukuk, sujud, tasyahud, dan salam. Setelah selesai sholat, dianjurkan untuk membaca istighfar dan doa taubat. Bekal Islam menyatakan bahwa sholat taubat mengikuti rukun shalat sunnah lainnya, tapi niat menjadi inti utama praktik ini.

Berikut adalah bacaan istighfar yang dianjurkan setelah melaksanakan sholat taubat:

“Astaghfirullahal ladzii laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyuumu wa atuubu ilaihi”.

Artinya: ‘Aku meminta pengampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya.’ Bacaan istighfar ini hendaknya diucapkan sebanyak 100 kali sambil diresapi artinya dalam hati dengan setulus-tulusnya.

Keutamaan Sholat Taubat

Sholat taubat memiliki banyak keutamaan bagi umat Muslim yang melaksanakannya.

  • Pengampunan Dosa Secara Langsung 

Salah satu keutamaan sholat taubat adalah pengampunan langsung dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang melakukan sholat taubat dengan tulus.

  • Pembersihan Jiwa dan Hati

Sholat taubat membersihkan hati dari dosa masa lalu. Memberikan rasa seolah “takhdiran baru,” menepis noda batin. Amalan ini menjadi “reset spiritual” yang menenangkan pikiran dan meningkatkan kualitas rohani.

  • Meningkatkan Kesadaran Diri

Sholat taubat memaksa pelakunya untuk merenungkan kesalahannya, Refleksi ini memacu introspeksi dan niat tidak mengulangi dosa. Kita menjadi lebih waspada dan bertanggung jawab terhadap amal harian.

  • Memperkuat Hubungan dengan Allah

Menjalani sholat taubat berarti mengakui kelemahan dan bergantung pada pengampunan Allah. Amalan ini mempererat hubungan spiritual, karena disertai dengan permintaan ampun dan komitmen berubah. Allah menjadikan bertaubat sebagai jalan menuju rahmat dan pengkhususan hati kepada-Nya.

  • Memberi Ketenangan Batin

Selain membersihkan dosa, sholat taubat menghantarkan ketenangan jiwa . Bebas dari rasa bersalah, hati menjadi ringan dan pikiran lebih fokus.Efeknya mirip terapi psikologis: mengurangi stres dan memberi rasa damai.

Tips Alami Menurunkan Kolesterol Tinggi ala dr. Zaidul Akbar

Stylesphere – Kolesterol tinggi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup umum dialami banyak orang. Padahal, kolesterol sendiri sebenarnya adalah jenis lemak yang dibutuhkan tubuh, terutama dalam pembentukan hormon dan mendukung fungsi saraf serta otak.

Namun, jika kadarnya berlebihan, kolesterol dapat memicu berbagai penyakit serius seperti penyempitan pembuluh darah, stroke, dan serangan jantung.

Mengutip kanal YouTube dr. Zaidul Akbar Official, Minggu (13/7/2025), pakar kesehatan herbal dr. Zaidul Akbar mengungkapkan beberapa cara alami yang bisa membantu menurunkan kadar kolesterol.

Berikut beberapa tipsnya:

  • Konsumsi habbatussauda: Minum 5 butir habbatussauda setiap pagi dan malam.
  • Minum ramuan herbal: Jahe dan kunyit masing-masing dua kali sehari.
  • Perbanyak air putih: Minum 2 hingga 3 liter air putih setiap hari untuk membantu proses detoksifikasi tubuh.
  • Terapi bekam: Menurut dr. Zaidul, bekam juga bisa menjadi alternatif untuk membantu menyeimbangkan kadar kolesterol dalam tubuh.

Namun, ia menegaskan bahwa langkah-langkah tersebut sebaiknya tidak berdiri sendiri. Diperlukan gaya hidup sehat secara menyeluruh—termasuk menjaga pola makan, berolahraga rutin, dan menghindari stres—agar kolesterol benar-benar bisa dikendalikan secara efektif.

Pentingnya Pola Makan Sehat untuk Turunkan Kolesterol

Sebelum membahas cara-cara menurunkan kolesterol secara efektif, dr. Zaidul Akbar menekankan pentingnya memahami akar masalahnya terlebih dahulu. Menurutnya, salah satu penyebab utama kolesterol tinggi adalah pola makan yang buruk dan tidak teratur.

“Kalau masih konsumsi makanan berminyak dan bertepung, kurang makan sayur dan buah, serta jarang minum air putih, jangan harap kolesterol bisa turun,” ujar dr. Zaidul Akbar, dikutip Anugerahslot islamic dari kanal YouTube dr. Zaidul Akbar Official, Minggu (13/7/2025).

Ia menambahkan bahwa mengonsumsi herbal seperti habbatussauda, jahe, dan kunyit memang bermanfaat. Namun, jika sumber penyebab kolesterol—yakni makanan tidak sehat—tidak dihentikan, maka upaya menurunkannya akan sia-sia.

“Sekarang minum herbal atau obat-obatan herbal, tapi sumber kolesterolnya tidak dihentikan, ya tidak bisa turun juga,” tegasnya.

Karena itu, ia mengingatkan pentingnya menjaga pola makan sebagai langkah utama. Tanpa itu, upaya mengontrol kolesterol akan menjadi lebih sulit, meskipun sudah dibarengi dengan konsumsi herbal atau pengobatan lainnya.

Puasa, Cara Termudah dan Paling Efektif untuk Menurunkan Kolesterol Menurut dr. Zaidul Akbar

Menurut dr. Zaidul Akbar, salah satu cara paling sederhana dan efektif untuk menurunkan kolesterol secara alami adalah dengan berpuasa. Selain sebagai ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, puasa juga memiliki manfaat besar bagi kesehatan tubuh, termasuk dalam mengontrol kadar kolesterol.

“Puasa itu bukan hanya ibadah, tapi juga bentuk detoks yang sangat alami dan sangat efektif,” ungkap dr. Zaidul Akbar dalam salah satu kajiannya.

Meskipun puasa Ramadhan wajib bagi umat Islam, ada juga puasa sunnah yang dapat diamalkan di hari-hari biasa, seperti puasa Senin dan Kamis. Rasulullah SAW rutin menjalankan kedua puasa sunnah ini sebagai bagian dari gaya hidup sehat yang beliau contohkan.

Niat Puasa Senin dan Kamis

Puasa sunnah ini bisa menjadi ikhtiar yang ringan namun berdampak besar jika dilakukan dengan konsisten. Adapun waktu membaca niat puasa Senin-Kamis dimulai sejak terbenamnya matahari hingga sebelum terbit fajar.

▪ Niat Puasa Senin

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الِاثْنَيْنِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma yaumil itsnaini lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Aku berniat puasa sunnah hari Senin karena Allah ta‘âlâ.”

▪ Niat Puasa Kamis

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ الخَمِيْسِ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma yaumil khamîsi lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Aku berniat puasa sunnah hari Kamis karena Allah ta‘âlâ.”

Dengan menjadikan puasa sebagai bagian dari rutinitas, tubuh tidak hanya mendapat pahala, tapi juga manfaat jasmani yang luar biasa, termasuk dalam menjaga keseimbangan kolesterol.

Wallahu a‘lam.

Pengertian Suhuf: Wahyu Ilahi dalam Bentuk Lembaran

Stylesphere – Dalam proses penyampaian wahyu kepada para nabi dan rasul, Allah SWT menurunkan wahyu dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah suhuf. Istilah ini merujuk pada lembaran-lembaran wahyu yang belum dibukukan menjadi sebuah kitab yang utuh seperti Taurat, Injil, Zabur, atau Al-Qur’an.

Secara umum, suhuf adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan dalam bentuk lembaran (ṣaḥīfah), yang berisi pesan-pesan moral, nasihat, dzikir, dan petunjuk hidup. Berbeda dari kitab suci yang bersifat lengkap dan sistematis, suhuf bersifat lebih ringkas dan sederhana, namun tetap memiliki peran penting dalam sejarah pewahyuan Ilahi.

Definisi Menurut Para Ahli

Dalam buku Materi Pendidikan Agama Islam (2019) karya M. Syukri Azwar Lubis, dijelaskan bahwa:

“Suhuf adalah lembaran-lembaran yang berisi kumpulan wahyu Allah SWT yang diberikan kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.”

Pernyataan ini menekankan bahwa suhuf merupakan wahyu yang memiliki bentuk fisik, berupa helai-helai lembaran, namun belum dihimpun menjadi mushaf atau kitab yang terorganisasi.

Sementara itu, dalam buku Konsep Mayoritas Ahlussunnah Wal Jamaah karya Idik Saeful Bahri, disebutkan bahwa:

“Suhuf adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada nabi dan rasul dalam bentuk lembaran yang tidak sempurna.”

Penjelasan ini memperjelas perbedaan utama antara suhuf dan kitab, di mana suhuf hanya berisi pesan-pesan pokok dan tidak lengkap secara struktur, sedangkan kitab adalah wahyu yang telah tersusun secara menyeluruh dan dijadikan pedoman abadi bagi umat.

Kesimpulan

Suhuf merupakan bentuk awal dari wahyu yang diberikan Allah kepada beberapa nabi, berisi ajaran-ajaran dasar, nilai moral, dan petunjuk singkat. Meskipun tidak sekomprehensif kitab suci, keberadaan suhuf sangat penting dalam sejarah kenabian dan pewahyuan, menjadi bagian dari proses penyampaian risalah Ilahi sebelum disempurnakan dalam bentuk kitab.

Disusun oleh Anugerahslot Islamic, Sabtu (12/7/2025).

Pengertian Suhuf dalam Islam: Lembaran Wahyu yang Menjadi Fondasi Ajaran Ilahi

Dalam ajaran Islam, suhuf merupakan salah satu bentuk wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada para nabi dan rasul sebelum adanya kitab suci yang tersusun rapi. Suhuf berfungsi sebagai pedoman hidup awal yang berisi ajaran dasar tentang keimanan, akhlak, dan petunjuk moral.

Definisi Suhuf Menurut KBBI dan Literatur Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), suhuf diartikan sebagai lembaran seperti halaman buku, surat, atau dokumen, dan dalam konteks Islam, istilah ini mengacu pada wahyu Ilahi yang disampaikan dalam bentuk lembaran kepada nabi dan rasul, sebelum dihimpun menjadi kitab.

Suhuf bersifat sementara dan tidak memuat hukum syariat secara rinci. Isinya terbatas pada pesan-pesan pokok seperti tauhid, moralitas, dan petunjuk umum kehidupan.

Asal Usul Bahasa dan Isi Suhuf

Dalam Ensiklopedia untuk Anak-Anak Muslim: Al-Mawsu’ah Lil-Attal al-Muslim, dijelaskan bahwa:

“Suhuf berasal dari kata ṣaḥīfah, bentuk jamak dari sahifah, yang berarti helai atau lembaran.”

Suhuf diartikan sebagai semacam kitab kecil yang diturunkan kepada para nabi, tetapi tidak berisi hukum agama secara mendetail, melainkan nasihat dan nilai-nilai dasar keagamaan.

Penjelasan dalam Buku Ajaran Islam

Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/MTs Kelas VII karya Tatik Pudjiani, dkk., disebutkan bahwa:

“Suhuf adalah kumpulan wahyu Allah SWT yang ditulis dalam lembaran-lembaran terpisah, misalnya dari kulit binatang, pelepah kurma, atau bahan alam lainnya.”

Karena isinya yang singkat dan tidak sistematis, suhuf tidak dibukukan menjadi kitab. Namun demikian, ia mengandung prinsip dasar kehidupan beragama dan disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu.

Pandangan M. Syukri Azwar Lubis

Dalam Materi Pendidikan Agama Islam, M. Syukri Azwar Lubis menegaskan bahwa:

“Suhuf adalah wahyu Allah dalam bentuk lembaran yang diberikan kepada para rasul sebagai pedoman hidup, berisi ajaran tentang akhlak, tauhid, dan nilai-nilai dasar keimanan.”

Suhuf menjadi fondasi spiritual yang mendahului penyempurnaan wahyu dalam bentuk kitab seperti Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Oleh karena itu, peran suhuf sangat penting dalam sejarah kenabian sebagai tonggak awal pembentukan ajaran Islam.

Kesimpulan

Suhuf merupakan bentuk awal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu dalam format lembaran-lembaran terpisah. Meski tidak sekomprehensif kitab suci, isi suhuf sangat bernilai karena mengandung ajaran-ajaran pokok tentang iman, moral, dan tuntunan hidup. Dengan memahami keberadaan suhuf, kita dapat lebih menghayati perjalanan pewahyuan yang membentuk dasar-dasar ajaran Islam.

Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/MTs Kelas VIII karya Aris Abi Syaifullah dkk., disebutkan bahwa ada empat macam suhuf (lembaran wahyu) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi-nabi sebelum diturunkannya kitab-kitab suci. Berikut adalah rinciannya:

Empat Macam Suhuf dalam Islam

  1. Suhuf Nabi Syits A.S
    • Jumlah: 50 suhuf
    • Nabi Syits adalah putra Nabi Adam A.S, dan beliau menerima sejumlah besar lembaran wahyu untuk membimbing umatnya.
  2. Suhuf Nabi Idris A.S
    • Jumlah: 30 suhuf
    • Nabi Idris dikenal sebagai nabi pertama yang pandai menulis dan membaca, dan menerima suhuf yang berisi ajaran moral dan kebijaksanaan.
  3. Suhuf Nabi Ibrahim A.S
    • Jumlah: 50 suhuf
    • Disebutkan dalam QS. Al-A’la ayat 18–19, bahwa Nabi Ibrahim menerima suhuf sebagai pedoman keimanan dan kehidupan. Suhuf ini menjadi bagian penting dalam sejarah pewahyuan.
  4. Suhuf Nabi Musa A.S
    • Jumlah: 10 suhuf
    • Selain menerima kitab Taurat, Nabi Musa juga menerima sejumlah suhuf berisi prinsip-prinsip ajaran tauhid dan pedoman moral sebelum turunnya kitab secara utuh.

Dalil Al-Qur’an

“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu suhuf-suhuf yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa.”
(QS. Al-A’la: 18–19)

Kesimpulan

Keempat macam suhuf ini menunjukkan bahwa proses penyampaian wahyu kepada para nabi terjadi secara bertahap, melalui lembaran-lembaran (suhuf) yang berisi nilai-nilai dasar agama, tauhid, dan akhlak mulia sebelum disempurnakan dalam bentuk kitab suci. Suhuf tetap memiliki posisi penting dalam sejarah kenabian dan sebagai bagian dari warisan ajaran Allah SWT kepada umat manusia.

Perbedaan Suhuf dan Kitab dalam Islam: Memahami Dua Bentuk Wahyu Allah SWT

Meskipun suhuf dan kitab sama-sama merupakan wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam berbagai aspek. Pemahaman mengenai perbedaan ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan sejarah pewahyuan dan fungsinya bagi umat manusia.

1. Bentuk Fisik

  • Suhuf adalah lembaran-lembaran terpisah (ṣaḥīfah), tidak dijilid atau disusun menjadi kitab yang utuh. Media penulisannya bisa berupa kulit binatang, kayu, atau pelepah kurma. Karena tidak dibukukan, suhuf bersifat fleksibel tetapi mudah hilang atau rusak.
  • Kitab, sebaliknya, merupakan wahyu yang telah dibukukan secara sistematis, tersusun rapi menjadi mushaf atau kitab suci yang utuh, seperti Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.

2. Isi dan Kelengkapan Ajaran

  • Suhuf hanya berisi ajaran-ajaran dasar seperti tauhid, nasihat moral, dan nilai kemanusiaan. Ia tidak mencakup hukum syariat secara rinci atau tata cara ibadah yang kompleks.
  • Kitab memiliki isi yang lengkap dan komprehensif, mencakup akidah, ibadah, muamalah, hingga hukum-hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia.

3. Sasaran dan Masa Berlaku

  • Suhuf biasanya ditujukan untuk kaum atau masyarakat tertentu dengan masa berlaku yang terbatas sesuai zaman dan kebutuhan mereka.
  • Kitab diturunkan untuk umat yang lebih luas dan berlaku untuk jangka waktu panjang. Bahkan, Al-Qur’an berlaku hingga akhir zaman dan menjadi pedoman utama bagi seluruh umat Islam.

4. Contoh Nabi Penerima

  • Suhuf diterima oleh:
    • Nabi Ibrahim A.S (50 suhuf)
    • Nabi Musa A.S (10 suhuf sebelum Taurat)
    • Nabi Syits A.S (50 suhuf)
    • Nabi Idris A.S (30 suhuf)
  • Kitab diturunkan kepada:
    • Nabi Musa A.STaurat
    • Nabi Daud A.SZabur
    • Nabi Isa A.SInjil
    • Nabi Muhammad SAWAl-Qur’an

Dalil Al-Qur’an

“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu suhuf-suhuf Ibrahim dan Musa.”
(QS. Al-A’la: 18–19)

Ayat ini menunjukkan bahwa suhuf memang pernah menjadi bentuk wahyu yang sah, meski kini keberadaannya tidak semua tercatat secara tekstual atau diwariskan seperti kitab.

Kesimpulan

Secara ringkas, perbedaan antara suhuf dan kitab dapat dilihat dari:

AspekSuhufKitab
BentukLembaran terpisahTersusun rapi dan dibukukan (mushaf)
IsiPrinsip dasar agamaKomprehensif: akidah, ibadah, hukum
TujuanUntuk kaum tertentuUntuk umat yang lebih luas
Masa BerlakuTerbatas, sesuai zamanJangka panjang, bahkan hingga akhir zaman

Dengan memahami ini, umat Islam dapat lebih menghayati perkembangan wahyu Ilahi serta peran penting masing-masing bentuk wahyu dalam sejarah kenabian.

Memahami Hukum Bacaan Iqlab dalam Tajwid: Arti, Cara Membaca, dan Contohnya

Stylesphere – Membaca Al-Qur’an bukan sekadar melafalkan huruf-huruf Arab tanpa makna. Umat Islam diwajibkan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, mengikuti aturan ilmu tajwid agar makna yang terkandung dalam ayat tidak berubah. Salah satu aturan penting dalam tajwid adalah hukum bacaan iqlab, yang perlu diketahui dan diterapkan oleh setiap Muslim.

Apa Itu Iqlab?

Iqlab merupakan salah satu hukum nun sukun dan tanwin dalam tajwid. Secara bahasa, iqlab berarti “mengganti”. Dalam konteks tajwid, iqlab adalah proses mengganti suara nun sukun (نْ) atau tanwin menjadi mim (م) ketika bertemu huruf ba (ب), dengan disertai dengung (ghunnah) selama dua harakat.

Mengapa Iqlab Penting?

Kesalahan dalam membaca hukum iqlab bisa menyebabkan bacaan terdengar aneh, bahkan berpotensi mengubah arti ayat Al-Qur’an. Oleh karena itu, penting bagi setiap pembaca Al-Qur’an untuk memahami dan mempraktikkan hukum ini dengan benar.

Cara Membaca Iqlab dengan Benar

Untuk membaca iqlab, ada beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan:

  1. Jika terdapat nun sukun (نْ) atau tanwin yang bertemu huruf ba (ب), maka suara nun atau tanwin diubah menjadi suara mim (م).
  2. Bacaan harus disertai dengung selama dua harakat (sekitar dua ketukan).
  3. Posisi bibir harus tertutup saat membunyikan mim, seperti saat membaca huruf mim biasa.

Contoh Hukum Bacaan Iqlab dalam Al-Qur’an

Berikut beberapa contoh iqlab dalam Al-Qur’an:

سَمِيعٌۢ بَصِيرٌ
Tanwin bertemu ba, maka tanwin diganti dengan bunyi mim dan dibaca dengan dengung.

ٱنۢبَتَتْ (QS. Al-Baqarah: 265)
Nun sukun bertemu ba, dibaca dengan mengganti nun menjadi mim dan disertai dengung.

Dengan memahami hukum bacaan iqlab, umat Islam dapat membaca Al-Qur’an dengan lebih baik dan mendalam. Selain memperindah bacaan, penerapan tajwid yang benar juga menunjukkan sikap hormat terhadap firman Allah SWT.

Iqlab dalam Tajwid: Arti, Hukum, dan Penjelasannya

Secara etimologis Anugerahslot, kata iqlab berasal dari bahasa Arab إِقْلَاب yang berarti “mengubah” atau “mengganti.” Dalam konteks ilmu tajwid, iqlab merujuk pada salah satu hukum bacaan ketika huruf nun sukun (نْ) atau tanwin (ـًـٍـٌ) bertemu dengan huruf ba (ب). Pada kondisi ini, bunyi nun atau tanwin diubah menjadi bunyi mim sukun (مْ), dengan disertai ghunnah atau dengung, serta pengucapan yang sedikit samar.

Menurut buku Dasar-Dasar Ilmu Tajwid karya Dr. Marzuki, M.Ag., dan Sun Choirol Ummah, iqlab termasuk dalam lima hukum bacaan nun mati dan tanwin, bersama dengan izhar, idgham bighunnah, idgham bilaghunnah, dan ikhfa.

Hal senada juga dijelaskan oleh Raisya Maula Ibnu Rusyd dalam bukunya Panduan Praktis & Lengkap Tahsin, Tajwid, Tahfiz untuk Pemula. Ia menyebutkan bahwa iqlab adalah hukum tajwid yang hanya terjadi ketika nun sukun atau tanwin bertemu dengan huruf ba, dan cara membacanya adalah dengan mengganti bunyinya menjadi mim sukun yang diucapkan dengan dengung.

Penegasan tentang iqlab juga ditemukan dalam syair nazham dari kitab Hidayatush Shibyan, yang berbunyi:

وَالْقَلْبُ عِنْدَ الْبَاءِ مِيْمًا ذُكِرَا
“Apabila ada tanwin dan nun mati bertemu ba’, maka wajib dibaca iqlab (diganti ke mim mati).”

Dengan demikian, pemahaman dan penerapan hukum iqlab bukan hanya memperindah bacaan Al-Qur’an, tetapi juga menjaga keakuratan makna ayat-ayat suci.

Hukum Iqlab dalam Tajwid: Wajib Dipahami Demi Keabsahan Bacaan Al-Qur’an

Dalam ilmu tajwid, iqlab merupakan salah satu hukum penting yang wajib (fardhu ‘ain) dipelajari oleh setiap Muslim yang membaca Al-Qur’an. Hal ini karena penerapan hukum iqlab menyangkut keabsahan bacaan dan keakuratan makna ayat. Mengabaikan hukum ini berisiko menyebabkan kesalahan yang bisa mengubah arti ayat suci Al-Qur’an.

Sebagaimana dijelaskan dalam buku Pelajaran Ilmu Tajwid oleh Rois Mahfud, iqlab berarti membalikkan atau mengganti bunyi nun sukun (نْ) atau tanwin (ـًـٍـٌ) menjadi bunyi mim sukun (مْ). Proses ini harus dibarengi dengan bacaan samar (ikhfa) dan dengung (ghunnah).

Penjelasan lebih rinci datang dari Ustaz Rusdianto dalam bukunya Juz Amma dan Tajwidnya untuk Semua Usia. Ia menyebutkan langkah-langkah membaca iqlab sebagai berikut:

  1. Ganti bunyi nun sukun atau tanwin menjadi bunyi mim sukun (مْ).
  2. Tahan suara dengan dengung (ghunnah) selama dua ketukan.
  3. Rapatkan kedua bibir seperti mengucapkan huruf mim, namun tidak menuliskan huruf mim secara eksplisit.
  4. Bacaan harus terdengar samar, tanpa memperjelas bunyi nun atau tanwin yang asli.

Ciri khas iqlab dalam mushaf Al-Qur’an juga dapat dikenali secara visual. Biasanya, terdapat huruf mim kecil (م) di antara huruf yang memiliki nun sukun atau tanwin dengan huruf ba (ب) setelahnya. Tanda ini menjadi petunjuk bahwa hukum iqlab berlaku di situ dan harus diterapkan dengan benar.

Dengan memahami dan mempraktikkan hukum bacaan iqlab secara tepat, seorang Muslim tidak hanya memperindah bacaannya, tetapi juga menunjukkan kesungguhan dalam menjaga kesucian dan makna Al-Qur’an.

Contoh Bacaan Iqlab dalam Al-Qur’an

Hukum bacaan iqlab terjadi ketika nun sukun (نْ) atau tanwin (ـًـٍـٌ) bertemu dengan huruf ba (ب), sehingga bunyinya diubah menjadi mim sukun (مْ) dan dibaca dengan dengung (ghunnah). Berikut ini beberapa contoh ayat Al-Qur’an yang mengandung hukum bacaan iqlab:

1. QS. Al-Baqarah ayat 33

قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ أَنۢبِئْهُم
Qāla yā ādamu ambi`hum

📌 Penjelasan:
Pada lafal أنۢبِئْهُم, terdapat nun sukun yang bertemu dengan huruf ba (ب). Maka bunyinya diubah menjadi mim mati dan dibaca ambi`hum disertai ghunnah.

2. QS. Ali Imran ayat 119

عَلِيمٌۢ بِذَاتِ
‘Aliimumm bidzaati

📌 Penjelasan:
Kata ‘Aliimun diakhiri dengan tanwin, yang kemudian bertemu dengan huruf ba pada kata berikutnya. Maka, tanwin diubah menjadi mim sukun dan dibaca ‘Aliimumm dengan dengung.

3. QS. Al-Humazah ayat 4

كَلَّا لَيُنْۢبَذَنَّ
Kallā layummbadzanna

📌 Penjelasan:
Lafal layunbadhanna mengandung nun sukun sebelum huruf ba. Maka, bunyinya diubah menjadi mim sukun dan dibaca layummbadzanna dengan ghunnah.

4. QS. Al-Bayyinah ayat 4

مِنْۢ بَعْدِ مَا
Mimm ba‘di mā

📌 Penjelasan:
Kata min mengandung nun sukun yang bertemu ba pada kata berikutnya (ba‘di). Maka, dibaca dengan mengganti bunyinya menjadi mim mati, yaitu mimm ba‘di.

5. QS. ‘Abasa ayat 16

كِرَامٍۢ بَرَرَةٍ
Kiraamimm bararah

📌 Penjelasan:
Tanwin pada kata kiraamin bertemu huruf ba, maka diubah menjadi mim sukun dan dibaca kiraamimm disertai ghunnah.

Dengan memahami dan memperhatikan contoh-contoh ini, pembaca Al-Qur’an dapat lebih mudah mengenali dan menerapkan hukum iqlab dalam bacaan, sehingga bacaan menjadi lebih tepat dan sesuai dengan kaidah tajwid.

Kiamat dalam Islam: Keniscayaan yang Penuh Peringatan

Stylesphere – Dalam eskatologi Islam, kiamat merupakan peristiwa pasti yang akan terjadi sebagai akhir dari kehidupan dunia ini. Meski waktu pastinya tidak diketahui oleh siapa pun, Rasulullah SAW telah memberikan isyarat bahwa hari kiamat semakin dekat. Masa kenabian beliau bahkan disebut sebagai bagian dari akhir zaman, sehingga beliau dikenal sebagai nabi penutup (khatamun nabiyyin).

Menurut Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar dalam karyanya Ensiklopedia Kiamat, berbagai kerusakan yang terjadi di muka bumi, apabila sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW, harus dipahami sebagai peringatan serius bagi umat manusia. Ia menegaskan bahwa memahami tanda-tanda kiamat bukan sekadar mengenali kronologi akhir zaman, melainkan menjadi media introspeksi diri agar manusia memperbaiki iman dan amal.

Tanda-tanda Kiamat dan Fenomena Alam

Saat satu demi satu tanda-tanda kiamat mulai tampak di sekitar kita, umat manusia sebenarnya tengah diingatkan bahwa waktu terus mengarah kepada hari pembalasan (yaumul hisab).

Meski demikian, konsep kiamat juga sering dikaitkan dengan fenomena kepunahan massal yang pernah terjadi di masa lalu. Salah satu contoh nyata adalah kepunahan dinosaurus. Banyak orang bertanya-tanya, apakah kiamat kubra kelak akan mirip dengan bencana kepunahan besar seperti itu?

Para ilmuwan telah mengemukakan beberapa teori penyebab musnahnya dinosaurus, antara lain:

  • Jatuhnya asteroid raksasa yang memicu perubahan iklim ekstrem.
  • Letusan gunung berapi berskala besar yang menyebabkan kerusakan atmosfer dan lingkungan hidup.

Kiamat dalam Al-Qur’an

Berbeda dari teori ilmiah yang menjelaskan kepunahan masa lalu, Al-Qur’an menggambarkan kiamat kubra sebagai peristiwa yang jauh lebih dahsyat. Beberapa ciri-ciri dan gambaran kiamat dalam Al-Qur’an antara lain:

  • Langit terbelah (QS. Al-Insyiqaq: 1)
  • Bintang-bintang berjatuhan (QS. At-Takwir: 2)
  • Gunung-gunung dihancurkan seperti kapas (QS. Al-Qari’ah: 5)
  • Laut meluap dan bergabung (QS. At-Takwir: 6)
  • Seluruh makhluk dibangkitkan untuk dihisab (QS. Al-Zalzalah: 6–8)

Penutup

Dengan memperhatikan gejala-gejala dan peringatan yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an dan hadis, umat Islam diingatkan untuk tidak terlena oleh kehidupan duniawi. Tanda-tanda kiamat bukan untuk ditakuti secara buta, tetapi untuk menggerakkan hati menuju pertobatan, amal saleh, dan kesiapan menyongsong akhirat.

Karena sesungguhnya, kiamat bukanlah akhir dari segalanya—melainkan awal dari kehidupan yang kekal.

Studi Terbaru: Bukan Gunung Berapi, Asteroid Jadi Penyebab Utama Punahnya Dinosaurus

Melansir ScienceDaily melalui Anugerahslot islamic, Rabu (9/7/2025), tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Yale menyimpulkan bahwa aktivitas vulkanik bukanlah penyebab langsung kepunahan massal dinosaurus. Sebaliknya, tabrakan asteroid dipastikan menjadi faktor utama di balik musnahnya makhluk purba tersebut.

Penelitian ini dipimpin oleh Asisten Profesor Geologi dan Geofisika, Pincelli Hull, yang dalam makalah ilmiah terbaru mereka di jurnal Science menegaskan bahwa letusan dahsyat dari kawasan Deccan Traps di India terjadi sebelum peristiwa kepunahan massal yang dikenal sebagai Kepunahan Kapur–Paleogen (K–Pg), sekitar 66 juta tahun lalu. Karena terjadi sebelum peristiwa utama, letusan tersebut tidak dianggap berkontribusi langsung terhadap musnahnya dinosaurus.

Meski banyak ilmuwan sebelumnya mencurigai aktivitas vulkanik sebagai pemicu, terutama karena letusan gunung berapi diketahui melepaskan gas seperti sulfur dioksida (SO₂) dan karbon dioksida (CO₂) yang bisa menyebabkan perubahan iklim ekstrem dan pengasaman lingkungan, penelitian Hull menunjukkan bahwa faktor gas tersebut tidak memuncak tepat pada saat kepunahan massal.

“Kami tahu gunung berapi bisa memicu kepunahan karena pelepasan gasnya yang ekstrem dapat mengganggu iklim global,” jelas Hull. “Namun, fokus studi kami adalah pada waktu pelepasan gas, bukan sekadar aliran lava.”

Untuk membuktikannya, tim ilmuwan membandingkan catatan suhu global dan perubahan isotop karbon—yakni variasi atom yang menunjukkan perubahan lingkungan—dari fosil laut dengan model iklim berbasis pelepasan CO₂. Hasil analisis mereka menyimpulkan bahwa aktivitas gunung berapi tidak terjadi bersamaan dengan lonjakan emisi gas atau perubahan iklim besar yang dapat menyebabkan kepunahan massal.

Kesimpulan ini semakin memperkuat teori bahwa tabrakan asteroid raksasa, bukan letusan gunung berapi, adalah penyebab utama berakhirnya era dinosaurus.

Asteroid, Bukan Gunung Berapi, Jadi Pemicu Kepunahan Dinosaurus, Kata Studi Yale

Tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Yale menyimpulkan bahwa tabrakan asteroid adalah penyebab tunggal utama kepunahan massal dinosaurus, bukan aktivitas vulkanik seperti yang lama diperdebatkan.

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science, para peneliti menegaskan bahwa sebagian besar pelepasan gas vulkanik terjadi jauh sebelum asteroid menghantam Bumi pada akhir zaman Kapur (Cretaceous), dan karenanya tidak menjadi faktor penentu kepunahan tersebut.

“Aktivitas gunung berapi pada akhir periode Cretaceous memang menyebabkan pemanasan global bertahap sekitar dua derajat, tapi tidak sampai memicu kepunahan massal,” jelas Michael Henehan, mantan peneliti Yale yang menyusun catatan suhu dalam studi ini. Ia menambahkan bahwa saat itu sejumlah spesies memang sempat bermigrasi ke wilayah kutub, namun kembali lagi ke habitat asal mereka jauh sebelum asteroid menghantam Bumi.

Pincelli Hull, pemimpin tim studi, menambahkan, “Banyak orang berspekulasi bahwa gunung berapi punya peran penting dalam kepunahan K–Pg, namun hasil kami menyatakan tegas: ‘Tidak, bukan karena itu.’”

Salah satu area yang sering dikaitkan dengan aktivitas vulkanik besar adalah Deccan Traps di India, yang mengalami letusan dahsyat segera setelah peristiwa kepunahan K–Pg. Hal ini sempat membingungkan ilmuwan, karena tidak ditemukan bukti pemanasan global yang signifikan setelah letusan tersebut.

Namun, studi terbaru ini memberikan penjelasan baru. Menurut Donald Penman, peneliti pascadoktoral di Yale dan pemodel utama studi, kepunahan massal K–Pg telah mengganggu siklus karbon global secara ekstrem.

“Perubahan ini memungkinkan laut menyerap sejumlah besar CO₂ dalam waktu yang lama,” jelas Penman. “Hal ini bisa saja menyamarkan atau menyembunyikan dampak pemanasan dari letusan vulkanik setelah peristiwa kepunahan.”

Kesimpulan dari studi ini memperkuat posisi teori asteroid sebagai penyebab utama musnahnya dinosaurus, sekaligus merevisi pemahaman sebelumnya tentang peran vulkanisme dalam peristiwa tersebut.

Gambaran Dahsyat Kiamat dalam Al-Qur’an

Dalam Islam, kiamat adalah peristiwa besar yang pasti terjadi, meski waktunya hanya Allah SWT yang mengetahui. Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad ﷺ menggambarkan kiamat dengan sangat jelas, mulai dari keruntuhan tatanan kosmos hingga kebangkitan manusia untuk mempertanggungjawabkan amal perbuatannya.

Berikut ini adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang menggambarkan kedahsyatan hari kiamat:

1. Surat Al-Kahfi Ayat 47

“Dan (ingatlah) akan hari (yang ketika itu) Kami perjalankan gunung-gunung dan kamu akan melihat bumi itu datar, dan Kami kumpulkan seluruh manusia, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun dari mereka.”

🌋 Ayat ini menggambarkan gunung-gunung bergerak dan hancur, serta seluruh manusia dikumpulkan untuk diadili. Bumi yang dahulu penuh bentang alam akan menjadi datar dan terbuka.

2. Surat Al-Baqarah Ayat 254

“Hai orang-orang yang beriman, infakkanlah sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang suatu hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli, tidak ada persahabatan dan tidak pula syafa’at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.”

📌 Di hari kiamat, tidak ada transaksi, hubungan sosial, atau pertolongan antar manusia. Segala urusan hanya antara manusia dan Tuhannya. Ayat ini juga mendorong umat Islam untuk bersedekah sebelum terlambat.

3. Surat Al-Waqi’ah Ayat 4–6

“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan yang dahsyat. Dan gunung-gunung dihancurkan sehancur-hancurnya. Maka jadilah ia debu yang beterbangan.”

🌪️ Ini adalah gambaran kehancuran total bumi dan gunung-gunung saat kiamat. Alam semesta yang tampak kokoh akan berubah menjadi debu tak berarti. Ini menekankan betapa dahsyatnya peristiwa tersebut.

4. Surat Yunus Ayat 46

“Dan jika Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari (siksa) yang Kami janjikan kepada mereka, atau jika Kami wafatkan kamu (sebelum itu), maka kepada Kami-lah mereka kembali, dan Allah menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan.”

📖 Ayat ini menegaskan bahwa entah kiamat terjadi dalam masa hidup seseorang atau tidak, semua manusia akan kembali kepada Allah SWT. Tak ada yang luput dari pertanggungjawaban.

Kesimpulan

Al-Qur’an menyampaikan peringatan tentang kiamat dengan bahasa yang kuat dan simbolik, agar manusia merenung dan bersiap. Tujuan utamanya bukan sekadar mengetahui kronologi, tetapi menguatkan iman, introspeksi diri, dan memotivasi untuk memperbaiki amal.

💡 Dengan merenungi ayat-ayat ini, kita diajak untuk hidup lebih sadar, bertanggung jawab, dan terus memperbaiki diri sebelum hari itu datang.

Gambaran Hari Kiamat dalam Al-Qur’an (Lanjutan)

Setelah sebelumnya dijelaskan beberapa ayat tentang peristiwa kiamat, berikut ini tambahan ayat-ayat lainnya yang memperkuat deskripsi tentang kedahsyatannya:

5. Surat Qaf Ayat 44

يَوْمَ تَشَقَّقُ ٱلْأَرْضُ عَنْهُمْ سِرَاعًا ۚ ذَٰلِكَ حَشْرٌ عَلَيْنَا يَسِيرٌ
“(Yaitu) pada hari bumi terbelah-belah menampakkan mereka (lalu mereka keluar) dengan cepat. Yang demikian itu adalah pengumpulan yang mudah bagi Kami.”

🌀 Ayat ini menggambarkan kebangkitan manusia dari kubur dengan sangat cepat saat bumi terbelah. Allah menegaskan bahwa mengumpulkan seluruh umat manusia bukanlah hal sulit bagi-Nya.

6. Surat Al-Haqqah Ayat 15–18

فَيَوْمَئِذٍ وَقَعَتِ ٱلْوَاقِعَةُ۝ وَٱنشَقَّتِ ٱلسَّمَآءُ فَهِىَ يَوْمَئِذٍ وَاهِيَةٌ۝ وَٱلْمَلَكُ عَلَىٰٓ أَرْجَآئِهَا ۚ وَيَحْمِلُ عَرْشَ رَبِّكَ فَوْقَهُمْ يَوْمَئِذٍ ثَمَٰنِيَةٌ
“Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat. Dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung ‘Arsy Tuhanmu di atas (kepala) mereka.”

🌌 Kiamat adalah peristiwa langit terbelah, bumi hancur, dan Arsy Allah dipikul oleh delapan malaikat, menunjukkan kekuasaan Allah yang Mahaperkasa di tengah hancurnya semesta.

7. Surat Al-A’raf Ayat 187

يَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلسَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَىٰهَا ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ رَبِّي…
“Mereka menanyakan kepadamu tentang hari akhir: ‘Kapankah terjadinya?’ Katakanlah: ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang itu hanya ada di sisi Tuhanku; tidak seorang pun yang dapat menjelaskannya selain Dia. Kiamat itu sangat berat (kejadiannya) bagi yang di langit dan bumi. Ia tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba.’”

📖 Allah menegaskan bahwa waktu pasti kiamat adalah rahasia-Nya. Tidak ada manusia, bahkan Nabi sekalipun, yang mengetahui kapan hari itu datang. Ia datang tiba-tiba, mengejutkan seluruh makhluk.

8. Surat Ghafir Ayat 16

يَوْمَ هُمۡ بَارِزُوۡنَۖ لَا يَخۡفٰى عَلَى اللّٰهِ مِنۡهُمۡ شَىۡءٌ ؕ لِمَنِ الۡمُلۡكُ الۡيَوۡمَ ؕ لِلّٰهِ الۡوَاحِدِ الۡقَهَّارِ
“(Yaitu) hari ketika mereka keluar (dari kubur); tidak ada sesuatu pun dari keadaan mereka yang tersembunyi bagi Allah. (Lalu Allah berfirman): ‘Kepunyaan siapakah kerajaan pada hari ini?’ Kepunyaan Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.”

👑 Di hari itu, seluruh makhluk berdiri di hadapan Allah. Tak ada kekuasaan lain yang berlaku selain kekuasaan mutlak Allah. Semua manusia akan diadili tanpa bisa menyembunyikan apa pun.

Penutup

Ayat-ayat di atas mengajarkan kita bahwa hari kiamat adalah hari yang pasti datang, penuh dengan peristiwa luar biasa, kehancuran semesta, dan kebangkitan seluruh manusia untuk dihisab. Ini bukan hanya informasi, melainkan peringatan dan pengingat spiritual agar manusia tidak lalai dari tujuan hidupnya: beribadah dan bersiap menghadapi akhirat.

Makna dan Adab Mengucapkan “Tabarakallah”, Ungkapan Penuh Doa yang Kian Populer

Stylesphere – Dalam beberapa tahun terakhir, ungkapan “Tabarakallah” semakin sering terdengar di tengah percakapan umat Muslim, baik dalam interaksi langsung maupun di media sosial. Kalimat ini kerap digunakan sebagai ekspresi kekaguman atau doa, dan kini menjadi bagian dari budaya populer umat Islam.

Tidak hanya menjadi ucapan lisan sehari-hari, “Tabarakallah” juga banyak dijadikan caption oleh selebriti dan influencer di berbagai platform digital. Bahkan, tak sedikit kendaraan pribadi yang ditempeli stiker bertuliskan kalimat ini—menunjukkan bahwa ungkapan tersebut telah melebur ke dalam gaya hidup religius modern.

Namun, di balik popularitasnya, banyak yang masih bertanya-tanya: apa sebenarnya makna “Tabarakallah”? Kapan sebaiknya diucapkan, dan bagaimana adab dalam meresponsnya?

Makna “Tabarakallah”

Secara bahasa yang di rangkum Anugerahslot islamic, Tabarakallah (تبارك الله) berasal dari kata tabaraka yang berarti “Mahasuci” atau “Maha Berkah”. Maka, ungkapan ini berarti “Maha Berkah Allah” atau “Allah adalah sumber segala keberkahan”. Kalimat ini mencerminkan pengagungan terhadap Allah SWT dan biasanya diucapkan saat melihat sesuatu yang indah, mengagumkan, atau penuh kebaikan—dengan maksud memohon agar keberkahan Allah senantiasa menyertai.

Kapan Tabarakallah Diucapkan?

Ungkapan ini sering diucapkan ketika:

  • Mengagumi ciptaan Allah, seperti keindahan alam atau karya seni.
  • Melihat seseorang meraih nikmat atau keberhasilan, seperti bayi yang lucu, rumah baru, atau pencapaian akademis.
  • Sebagai bentuk apresiasi tanpa rasa iri, sekaligus mendoakan keberkahan bagi orang lain.

Apa Jawaban atas Ucapan Tabarakallah?

Ketika seseorang mengucapkan “Tabarakallah” kepada kita, tidak ada jawaban yang diwajibkan secara khusus, namun dianjurkan untuk menjawab dengan:

  • Jazakallahu khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), atau
  • Wa fiika barakallah (dan semoga Allah juga memberkahimu).

Jawaban ini memperkuat makna saling mendoakan dalam Islam dan menunjukkan akhlak mulia dalam komunikasi antar sesama.

Kesimpulan:

“Tabarakallah” bukan sekadar tren religius, melainkan ungkapan sarat makna yang mencerminkan kekaguman, doa, dan rasa syukur. Penggunaannya yang kian meluas menunjukkan semangat umat Islam dalam menghadirkan nilai-nilai spiritual di tengah kehidupan modern. Dengan memahami maknanya, kita bisa menggunakannya secara tepat dan menjadikannya bagian dari budaya tutur yang penuh keberkahan.

Makna “Tabarakallah”: Ungkapan Kekaguman yang Sarat Keberkahan

Kalimat “Tabarakallah” (تبارك الله) dalam bahasa Arab secara harfiah berarti “Maha Berkah Allah” atau dapat dimaknai pula sebagai doa: “Semoga Allah memberkahimu.” Ungkapan ini berasal dari akar kata baraka (برك), yang berarti berkah atau keberkahan.

Makna dalam Tafsir Ulama

Menurut para ulama tafsir, “Tabarakallah” adalah bentuk pujian kepada Allah SWT atas keagungan dan limpahan berkah-Nya. Dalam tafsir-tafsir klasik seperti Tafsir Al-Jalalain dan Tafsir Ibn Kathir, disebutkan bahwa kata tabaraka membawa makna yang agung, melimpah, dan terus-menerus—menandakan bahwa keberkahan dari Allah bersifat kekal dan menyeluruh bagi seluruh makhluk-Nya.

Ungkapan ini tidak hanya menyoroti kebesaran Allah, tetapi juga menjadi pengakuan bahwa segala bentuk kebaikan dan keberhasilan datang dari-Nya.

Tabarakallah, Subhanallah, dan Masya Allah

Dalam percakapan sehari-hari, “Tabarakallah” sering digunakan secara bergantian dengan:

  • Subhanallah – “Maha Suci Allah”, biasanya diucapkan saat melihat sesuatu yang luar biasa atau untuk menyucikan Allah dari segala kekurangan.
  • Masya Allah – “Apa yang Allah kehendaki, itulah yang terjadi”, diucapkan sebagai bentuk takjub atau kekaguman atas sesuatu yang baik.

Meskipun mirip dalam konteks pujian dan kekaguman, “Tabarakallah” lebih menekankan pada unsur keberkahan dan doa agar sesuatu tetap dalam kebaikan dan rahmat Allah.

Penggunaan yang Dianjurkan

Kalimat ini kerap digunakan dalam berbagai situasi seperti:

  • Saat melihat sesuatu yang indah atau mengagumkan.
  • Saat mengomentari rezeki atau pencapaian orang lain.
  • Sebagai doa agar keberkahan Allah terus melimpah dalam suatu keadaan.

Kesimpulan:
“Tabarakallah” bukan sekadar ucapan kekaguman, tetapi juga doa dan pujian kepada Allah yang mencerminkan kesadaran akan sumber segala kebaikan. Dengan memahami maknanya secara mendalam, kita dapat menggunakan ungkapan ini tidak hanya sebagai ekspresi tren, tetapi sebagai bagian dari ibadah lisan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kapan Sebaiknya Mengucapkan “Tabarakallah”? Ini Penjelasan dan Dalilnya

Kalimat “Tabarakallah” adalah bentuk ucapan kebaikan yang mengandung pujian dan doa keberkahan. Ungkapan ini bisa diucapkan kapan saja, terutama dalam situasi-situasi yang melibatkan kekaguman, rasa syukur, dan penghindaran dari penyakit hati seperti iri atau dengki.

Kapan Kita Dianjurkan Mengucapkannya?

Kalimat ini sangat dianjurkan untuk diucapkan, khususnya ketika:

  • 🌿 Melihat sesuatu yang indah atau menakjubkan, baik berupa pemandangan, ciptaan Allah, atau prestasi seseorang.
  • 🌿 Mengungkapkan kekaguman tanpa memicu iri hati, menjaga hati agar tidak menimbulkan perasaan negatif terhadap nikmat yang dimiliki orang lain.
  • 🌿 Mendoakan keberkahan bagi orang lain atas nikmat yang mereka miliki, seperti rumah baru, anak, kendaraan, atau keberhasilan.
  • 🌿 Menjauhkan diri dari dengki dan penyakit ‘ain (mata jahat) yang bisa timbul karena pandangan penuh hasad.
  • 🌿 Sebagai bentuk pujian terhadap ciptaan Allah, seraya mengakui bahwa semua kebaikan berasal dari-Nya.

Dalil dari Ulama dan Hadits

Dalam kitab Zad al-Ma’ad karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, serta dalam penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin ketika menafsirkan Surah Al-Kahfi, disebutkan bahwa pengucapan “Masya Allah Tabarakallah” sangat dianjurkan saat melihat sesuatu yang menakjubkan. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya ‘ain (mata jahat) dan sekaligus sebagai doa agar keberkahan Allah senantiasa menyertai.

Anjuran ini juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Hakim:

“Jika salah satu dari kalian melihat pada diri saudaranya sesuatu yang menakjubkan, maka doakanlah keberkahan untuknya, karena mata ‘ain itu nyata.” (HR Al-Hakim)

Hadits ini menjadi dasar penting bahwa doa keberkahan seperti “Tabarakallah” memiliki fungsi bukan hanya sebagai pujian, tapi juga perlindungan spiritual terhadap orang lain dari dampak negatif pandangan mata yang iri.

Kesimpulan:
Ucapan “Tabarakallah” tidak hanya mencerminkan kekaguman, tapi juga wujud doa, empati, dan upaya menjaga hati tetap bersih. Mengucapkannya di saat yang tepat adalah bagian dari adab Islami yang patut dibiasakan, agar kebaikan tersebar dan penyakit hati terjauhkan dari diri dan orang sekitar.

Lafal “Tabarakallah” dalam Al-Qur’an: Bentuk Pujian dan Pengagungan kepada Allah SWT

Kalimat “Tabarakallah” dan bentuk turunannya banyak disebut dalam Al-Qur’an sebagai bentuk pujian, pengagungan, dan pengakuan akan kebesaran serta keberkahan Allah SWT. Kata tabaraka menunjukkan bahwa Allah adalah sumber segala kebaikan, kemuliaan, dan keberkahan yang terus-menerus.

Berikut ini beberapa contoh ayat dalam Al-Qur’an yang mengandung kalimat tabarak sebagai bentuk sanjungan terhadap keagungan-Nya:

1. Surah Al-A’raf Ayat 54

تَبَارَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
Tabārakallāhu rabbul-‘ālamīn

“Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.”

Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah pemilik dan pengatur seluruh alam semesta yang penuh keberkahan.

2. Surah Al-Furqan Ayat 1

تَبَارَكَ ٱلَّذِى نَزَّلَ ٱلْفُرْقَانَ عَلَىٰ عَبْدِهِۦ
Tabārakallażī nazzalal-furqāna ‘alā ‘abdihī

“Maha Berkah (Allah) yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya.”

Ayat ini memuji Allah sebagai Zat yang menurunkan petunjuk kepada umat manusia melalui Al-Qur’an.

3. Surah Ar-Rahman Ayat 78

تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِى الْجَلٰلِ وَالْاِكْرَامِ
Tabāraka asmu rabbika ẓil-jalāli wal-ikrām

“Maha Berkah nama Tuhanmu yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”

Ungkapan ini mengagungkan nama Allah, menunjukkan bahwa bahkan nama-Nya pun penuh keberkahan.

4. Surah Al-Mu’minun Ayat 14

فَتَبَارَكَ اللّٰهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ
Fa tabārakallāhu aḥsanul-khāliqīn

“Maha Berkah Allah, sebaik-baik pencipta.”

Ayat ini diucapkan setelah menjelaskan proses penciptaan manusia, sebagai pengakuan atas kesempurnaan ciptaan Allah.

5. Surah Al-Mulk Ayat 1

تَبَارَكَ ٱلَّذِى بِيَدِهِ ٱلْمُلْكُ
Tabārakallażī biyadihil-mulku

“Maha Berkah Allah, yang di tangan-Nya segala kerajaan.”

Ayat pembuka Surah Al-Mulk ini menekankan bahwa seluruh kekuasaan dan pemerintahan berada dalam genggaman Allah SWT.

Kesimpulan:
Penggunaan kata tabarak dalam Al-Qur’an menunjukkan bagaimana Allah SWT dipuji atas keberkahan-Nya yang luas, kekuasaan-Nya yang tak terbatas, dan kemuliaan-Nya yang agung. Kalimat “Tabarakallah” yang kita ucapkan dalam kehidupan sehari-hari adalah refleksi dari ayat-ayat tersebut, sekaligus bentuk zikir dan pengakuan bahwa segala sesuatu yang indah, baik, dan mulia bersumber dari-Nya.

Adab Menjawab Ucapan “Tabarakallah”: Doa Balasan yang Dianjurkan dalam Islam

Ketika seseorang mengucapkan “Tabarakallah” kepada kita sebagai bentuk doa dan pujian, sangat dianjurkan untuk membalasnya dengan ucapan baik sebagai bentuk penghargaan dan doa balik. Dalam ajaran Islam, membalas kebaikan dengan kebaikan adalah bagian dari akhlak mulia.

Berikut beberapa ucapan balasan yang bisa digunakan sesuai konteks:

1. Jazakallah Khairan (جزاك الله خيرا)

Artinya: Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.
Ucapan ini bisa digunakan secara umum kepada siapa saja sebagai balasan atas doa atau kebaikan.

2. Barakallahu Fiik (بارك الله فيك)

Artinya: Semoga Allah memberkahimu.
Digunakan khusus untuk laki-laki.

3. Wafiiki Barakallah (وفيك بارك الله)

Artinya: Semoga Allah memberkahimu juga.
Ucapan ini ditujukan kepada perempuan.

4. Wafiikum Barakallah (وفيكم بارك الله)

Artinya: Semoga Allah memberkahi kalian juga.
Digunakan saat membalas ucapan dari lebih dari satu orang atau dalam konteks umum.

Dasar Hadis Tentang Membalas Kebaikan

Anjuran membalas ucapan atau perbuatan baik ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:

“Barang siapa yang berbuat kebaikan kepada kalian, maka balaslah dia. Jika kalian tidak menemukan sesuatu untuk membalasnya, maka doakanlah dia.”
(HR. Abu Dawud)

Kesimpulan:
Menjawab “Tabarakallah” dengan ucapan doa yang baik adalah bentuk adab Islami dan penghargaan terhadap sesama. Selain memperkuat silaturahmi, balasan tersebut juga menjadi bentuk amal dan zikir yang membawa keberkahan dalam interaksi sehari-hari.

Mengenal Surat Al-Insyiqaq: Pesan Kiamat dan Keadilan Ilahi

StylesphereSurat Al-Insyiqaq merupakan surat ke-84 dalam Al-Qur’an, terdiri dari 25 ayat, dan termasuk golongan surat Makkiyah. Nama “Al-Insyiqaq” berasal dari kata yang berarti “terbelah”, merujuk pada peristiwa langit yang terbelah sebagai salah satu tanda dahsyatnya hari kiamat, yang menjadi tema utama surat ini.

Dalam penelitian skripsi yang dilakukan oleh Izharul Irfan (2011), berjudul “Pemberian Catatan Perbuatan dalam Surat al-Insyiqāq (Studi Komparatif antara Tafsir Al-Misbâh dan Al-Qur’ān dan Tafsirnya)”, dijelaskan bahwa baik Tafsir Al-Misbâh karya M. Quraish Shihab maupun Tafsir Departemen Agama Republik Indonesia sepakat bahwa seluruh amal manusia, baik maupun buruk, akan mendapat balasan yang setimpal. Meski pendekatan dan gaya penafsiran kedua sumber tersebut berbeda, kesimpulannya tetap sama: setiap tindakan manusia akan diperhitungkan secara adil oleh Allah SWT.

Surat Al-Insyiqaq memberikan peringatan keras tentang peristiwa hari kiamat. Ayat-ayatnya menggambarkan betapa mengerikannya hari tersebut dan menjadi pengingat bagi manusia agar senantiasa memperkuat iman serta memperbanyak amal saleh.

Melalui Anugerahslot islamic surat ini, Allah menyeru umat manusia untuk taat, beribadah, dan mempersiapkan diri menghadapi hari pembalasan. Surat ini juga mengandung nilai-nilai penting mengenai tanggung jawab individu atas amal perbuatannya, serta keadilan Allah yang akan menilai segala sesuatu tanpa ada yang terlewat.

Surah Al-Insyiqaq: Gambaran Dahsyat Hari Kiamat

Surah Al-Insyiqaq merupakan surah ke-84 dalam Al-Qur’an dan tergolong sebagai surah Makkiyah, yakni surah yang diturunkan di Makkah. Nama “Al-Insyiqaq”, yang berarti “terbelah”, diambil dari kata pada ayat pertama surah ini (QS. 84:1), menggambarkan peristiwa langit yang terbelah sebagai salah satu tanda awal hari kiamat.

Surah ini terdiri atas 25 ayat dan masuk dalam kelompok Al-Mufasshalat, yaitu kumpulan surah pendek yang sering kali diawali dengan kata sumpah atau penanda fenomena besar alam seperti “idhā” (“apabila”). Karakteristik semacam ini umum dijumpai dalam surah-surah yang memuat peringatan dan gambaran tentang hari akhir.

Menurut mayoritas ulama, Al-Insyiqaq diturunkan pada fase akhir periode wahyu Makkiyah. Dalam urutan kronologis pewahyuan, banyak ulama menempatkan surah ini setelah Surah Al-Mutaffifin (Surah ke-83), yang juga menyoroti tema keadilan Ilahi dan balasan atas perbuatan manusia.

Dengan nada yang tegas dan penuh peringatan, surah ini mengajak pembacanya untuk merenungkan kebesaran Allah, serius menghadapi kenyataan akhirat, dan senantiasa bersiap diri dengan keimanan dan amal saleh.

Surah Al-Insyiqaq (QS 84:1–25): Gambaran Kiamat dan Pertemuan Manusia dengan Tuhan

Surah Al-Insyiqaq merupakan surah Makkiyah yang terdiri dari 25 ayat. Nama surah ini diambil dari kata al-insyiqaq yang berarti “terbelah”, merujuk pada fenomena terbelahnya langit sebagai pertanda dimulainya Hari Kiamat. Surah ini secara tegas membantah kaum yang meragukan keberadaan hari akhir, dengan menyajikan gambaran konkret tentang kehancuran kosmik sebagai bukti kekuasaan Allah.

Ayat 1–2: Langit yang Patuh kepada Tuhan

“Apabila langit terbelah, dan patuh kepada Tuhannya…”
Ayat ini menggambarkan bagaimana langit, yang selama ini kokoh dan stabil, akan terbelah atas perintah Allah. Kepatuhan langit menunjukkan bahwa bahkan unsur alam semesta pun tunduk sepenuhnya kepada kehendak-Nya. Ini menegaskan bahwa tidak ada satu pun makhluk yang dapat menghindar dari kekuasaan-Nya.

Ayat 3–5: Bumi yang Memuntahkan Isinya

“Dan apabila bumi diratakan, dan memuntahkan apa yang ada di dalamnya…”
Dalam ayat-ayat ini, bumi digambarkan mengalami perubahan besar: menjadi datar dan mengeluarkan seluruh isi perutnya, termasuk tulang-belulang dan jasad manusia. Menurut hadits dan pendapat mufassir seperti Ibnu Katsir, ini merujuk pada proses pengumpulan manusia di padang mahsyar, ketika bumi yang lama digantikan dengan bumi baru untuk menjadi tempat perhitungan.

Situs tafsiralquran.id menafsirkan peristiwa ini sebagai hancurnya tatanan semesta, termasuk lenyapnya bintang-bintang, yang memicu kekacauan besar dalam struktur alam.

Ayat 6: Pertemuan Tak Terelakkan dengan Allah

“Wahai manusia, sesungguhnya kamu bekerja keras menuju Tuhanmu, lalu kamu akan menemui-Nya.”
Ayat ini adalah seruan langsung kepada seluruh umat manusia. Penelitian dari UIN Walisongo (Ridwan & Muhaimin, 2024) menunjukkan bahwa ayat ini menegaskan perjuangan hidup setiap manusia—baik yang beriman maupun yang ingkar—pada akhirnya akan berujung pada pertemuan dengan Tuhan. Inilah kepastian hari perhitungan, di mana amal setiap orang akan dinilai secara adil.

Tafsir Surah Al-Insyiqaq: Alam Patuh, Manusia Dipilah

Surah Al-Insyiqaq dibuka dengan gambaran menggetarkan tentang suasana Hari Kiamat. Langit terbelah dan bumi diratakan serta memuntahkan seluruh isi perutnya, baik jasad maupun rahasia yang tersembunyi. Dalam ayat 1–5 ini, langit dan bumi digambarkan sebagai makhluk yang “patuh kepada Rabb-nya”.

Menurut Tafsir Jalalain karya Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, kata “patuh” menunjukkan bahwa seluruh tatanan alam senantiasa mendengar dan tunduk sepenuhnya kepada perintah Allah, bahkan hingga kehancurannya pada Hari Kiamat. Hal serupa dijelaskan pula oleh Ustaz Firanda Andirja dalam Tafsir Juz ‘Amma—bahwa kepatuhan langit dan bumi menunjukkan ketaatan total kepada Sang Pencipta, tanpa pernah membangkang.

Manusia Menuju Rabb-nya: Dua Nasib yang Berbeda

Pada ayat 6, Allah menegaskan bahwa setiap manusia “berusaha menuju Rabb-nya dengan sungguh-sungguh” dan pada akhirnya akan menemui-Nya—membawa catatan amal yang tak dapat disangkal. Dalam ayat-ayat selanjutnya (7–15), manusia digolongkan ke dalam dua kelompok:

  • Golongan kanan: Mereka yang menerima catatan amal dari sebelah kanan, yakni orang-orang beriman dan beramal saleh. Mereka akan menjalani hisab yang ringan dan kembali kepada keluarga mereka dengan wajah berseri, pertanda kebahagiaan dan keselamatan.
  • Golongan kiri (dari belakang/punggung): Mereka yang menerima catatan amal dari arah belakang atau tangan kiri, yaitu orang-orang yang kufur. Mereka menyesal dan berseru, “Celakalah aku!”, kemudian dilemparkan ke dalam neraka yang menyala-nyala sebagai balasan atas kedurhakaan mereka.

Sumpah Ilahi dan Penolakan Manusia

Ayat 16–18 menyajikan sumpah Allah atas berbagai fenomena alam: senja, malam, dan bulan purnama. Ini adalah bentuk penegasan Ilahi terhadap kebenaran hari kiamat dan keharusan manusia untuk beriman. Namun, pada ayat 19–20, Allah menegur sikap sebagian manusia yang tetap tidak mau beriman, meskipun telah diberikan tanda-tanda yang nyata.

Penolakan terhadap Al-Qur’an

Pada ayat 20–22, Surah Al-Insyiqaq menggambarkan penolakan orang-orang kafir terhadap Al-Qur’an. Ketika ayat-ayat Allah dibacakan, mereka tidak bersujud, justru mendustakannya. Mereka menyimpan niat buruk dalam hati, namun Allah Maha Mengetahui segala isi hati dan akan memberikan balasan yang sesuai.

Nilai-Nilai Qur’ani dalam Surah Al-Insyiqaq: Relevansi Kontemporer untuk Kehidupan Modern

Surah Al-Insyiqaq (QS 84) bukan sekadar menggambarkan kehancuran kosmik di Hari Kiamat, tetapi juga menyimpan pesan mendalam tentang tanggung jawab moral, kesadaran spiritual, dan penguatan karakter. Tafsir klasik dan kontemporer sepakat bahwa surah ini sarat makna yang sangat relevan dalam konteks kehidupan modern yang cepat, kompleks, dan penuh tantangan.

1. Kesadaran Hari Pembalasan dan Pertanggungjawaban

Ayat 6–10 menggambarkan manusia sebagai kāḍḥịhun ilā rabbika—“yang berjuang menuju Tuhan.” Orang yang menerima kitab amal dari sebelah kanan akan mendapat kemudahan hisab dan kembali dalam kebahagiaan. Sebaliknya, yang menerima dari belakang akan menyesali perbuatannya dan masuk ke neraka.

Relevansi hari ini: Di tengah kesibukan dan gaya hidup konsumtif, kesadaran akan adanya pertanggungjawaban akhirat membentuk integritas dalam bekerja, bersosial, serta menjaga etika di ruang digital.

2. Introspeksi, Muhasabah, dan Perbaikan Diri

Surah ini menekankan pentingnya evaluasi diri. Semua amal dicatat dan akan dimintai pertanggungjawaban. Tafsir modern, seperti dari Mas’ulil Munawaroh, menekankan perlunya muhasabah sebagai bentuk spiritualitas Qur’ani yang kontekstual.

Implementasi masa kini: Muhasabah dapat dilakukan melalui jurnal harian, tadabbur Qur’an, refleksi mingguan, hingga penggunaan aplikasi Islami yang membantu pengingat ibadah dan evaluasi akhlak.

3. Kesabaran dan Optimisme dalam Menjalani Fase Kehidupan

Ayat 19 menyebutkan bahwa manusia “akan melalui tingkat demi tingkat”, menandakan perjalanan hidup: dari lahir, bertumbuh, menghadapi ujian, hingga kematian dan kebangkitan.

Tafsir Al-Maraghi (dalam kajian Nisa’ & Masrury) menjelaskan bahwa nilai-nilai spiritual Qur’ani adalah dasar self-healing dan kekuatan mental menghadapi stres pekerjaan, tekanan ekonomi, maupun krisis psikologis.

4. Kerendahan Hati dan Ketaatan terhadap Tanda-Tanda Allah

Ayat 16–18 berisi sumpah Allah atas senja, malam, dan bulan purnama—simbol keagungan ciptaan-Nya. Tafsir Jalalain dan Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menekankan pentingnya sikap tawadhu’ dan kesadaran akan keterbatasan manusia.

Relevansi kontemporer: Dalam dunia yang sering diwarnai kesombongan digital, FOMO, dan budaya pamer, nilai ini mengingatkan pentingnya ketakwaan dan kesederhanaan dalam bermedia dan berinteraksi sosial.

5. Peringatan Tegas, Harapan Tanpa Batas

Surah ini menyeimbangkan antara peringatan keras bagi orang kafir (ayat 20–22) dan harapan besar bagi yang beriman (ayat 24–25). Mereka yang istiqamah dan beramal saleh dijanjikan pahala kekal.

Makna kekinian: Pesan ini mendorong semangat spiritual yang produktif—menghindari sikap fatalistik dan membangun keyakinan bahwa setiap amal, sekecil apa pun, punya nilai di sisi Allah.

6. Pendidikan Karakter melalui Spiritualitas Qur’ani

Kajian seperti dalam Al-Mustaqbal Journal menekankan bahwa memahami Qur’an beserta tafsirnya (bukan sekadar hafalan) membentuk spiritual intelligence: kesadaran diri, empati, kendali moral, dan kecerdasan emosional.

Implikasi pendidikan: Surah ini mendukung kurikulum karakter Islami yang menyeluruh—yang menumbuhkan akhlak mulia, tanggung jawab sosial, dan pengendalian diri berbasis wahyu.

Tanya Jawab Seputar Surat Al-Insyiqaq: Makna, Kandungan, dan Relevansi

Surat Al-Insyiqaq (QS. 84) merupakan salah satu surat dalam Al-Qur’an yang sarat dengan pelajaran penting tentang Hari Kiamat dan pertanggungjawaban amal manusia. Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering diajukan mengenai surat ini, beserta jawabannya:

1. Apa arti “Al-Insyiqaq” dan mengapa dinamakan demikian?

Al-Insyiqaq berarti “terbelah”, diambil dari kata “insyaqqa” yang muncul pada ayat pertama surah ini. Kata tersebut merujuk pada peristiwa terbelahnya langit pada Hari Kiamat, sebagai salah satu tanda kehancuran alam semesta. Nama ini mencerminkan tema besar dalam surat ini, yaitu kedahsyatan peristiwa kiamat dan perubahan besar yang akan terjadi atas ciptaan Allah.

2. Surat ke berapa Al-Insyiqaq dalam Al-Qur’an dan terdiri dari berapa ayat?

Surat Al-Insyiqaq menempati urutan ke-84 dalam Al-Qur’an dan terdiri dari 25 ayat. Termasuk dalam kategori surat Makkiyah karena diturunkan sebelum hijrah Nabi ﷺ ke Madinah. Tema utamanya adalah tentang peristiwa kiamat, pencatatan amal manusia, dan balasan yang akan diterima di akhirat kelak.

3. Apa keunikan Surat Al-Insyiqaq dalam konteks bacaan salat?

Nabi Muhammad ﷺ dikenal sering membaca surat Al-Insyiqaq dalam salat, terutama salat Isya atau salat sunnah malam. Biasanya dibaca bersama surat-surat lain yang bertemakan kiamat seperti Al-Infithar, Al-Muthaffifin, dan At-Takwir. Hal ini menunjukkan pentingnya surat ini sebagai pengingat tentang akhirat agar senantiasa hadir dalam keseharian umat Islam, termasuk dalam ibadah.

4. Pelajaran apa yang bisa diambil dari surat ini dalam kehidupan sehari-hari?

Surat ini menanamkan kesadaran bahwa setiap amal manusia akan diperlihatkan dan dipertanggungjawabkan:

  • 🌿 Mereka yang menerima catatan amal dari sebelah kanan akan mengalami hisab yang mudah dan kembali kepada keluarganya dengan penuh kebahagiaan.
  • 🌿 Sebaliknya, mereka yang menerima catatan amal dari belakang akan menjerit penuh penyesalan dan dilemparkan ke dalam neraka.

Pesan moralnya sangat jelas: jaga amal dan niat dalam kehidupan sehari-hari agar kelak dimudahkan dalam hisab dan memperoleh balasan terbaik dari Allah.

5. Apa hubungan Surat Al-Insyiqaq dengan ilmu astronomi?

Ayat-ayat dalam surat ini menyebutkan bahwa langit akan terbelah dan bumi akan diratakan serta mengeluarkan seluruh isinya. Gambaran ini memberikan perspektif kosmis bahwa alam semesta memiliki titik awal dan titik akhir—sejalan dengan prinsip dalam ilmu astronomi modern tentang kelahiran dan kemungkinan kehancuran alam semesta. Pesan tersiratnya adalah: ilmu pengetahuan pun dapat menjadi sarana untuk merenungkan kekuasaan Allah dan keterbatasan ciptaan.

Surat Al-Insyiqaq tidak hanya berbicara tentang peristiwa akhir zaman, tetapi juga membentuk kesadaran moral, spiritual, dan ilmiah yang relevan untuk umat manusia sepanjang masa.

Keceriaan dalam Islam: Meneladani Senyum dan Semangat Hidup Nabi Muhammad SAW

Stylesphere – Tak sedikit orang menjalani hidup dengan wajah murung dan hati yang dipenuhi kesedihan. Mereka terjebak dalam anggapan bahwa kehidupan yang serius dan suram adalah bentuk ketakwaan. Padahal, dalam Islam, keceriaan adalah bagian dari akhlak seorang mukmin sejati.

Hidup dengan semangat dan senyuman bukan berarti mengabaikan masalah. Sebaliknya, itu mencerminkan kemampuan seorang Muslim untuk berdamai dengan ujian, serta menghadapi kehidupan dengan optimisme dan tawakal. Kesedihan bukan satu-satunya wujud ketundukan kepada Allah SWT.

Dalam ajaran Islam, keseimbangan antara iman dan kebahagiaan sangat ditekankan. Seorang Muslim justru dianjurkan untuk tampil ramah, menyebarkan senyum tulus, dan menunjukkan semangat hidup dalam keseharian. Inilah cerminan akhlak Rasulullah SAW—sosok yang dikenal penuh kelembutan, wajah berseri, dan hati yang lapang.

Pendakwah asal Blitar, KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya, pernah menyampaikan dalam salah satu ceramahnya kepada Anugerahslot islamic bahwa umat Islam seharusnya meneladani kepribadian Nabi Muhammad SAW dalam hal keceriaan.

“Jangan biasakan wajah murung. Nabi itu orang yang paling banyak tersenyum kepada sahabat-sahabatnya,” ujar Buya Yahya, menekankan bahwa wajah cerah dan perilaku ramah adalah sunnah yang sangat mulia.

Lebih dari sekadar ekspresi wajah, senyum dan keceriaan adalah bentuk sedekah, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah.” (HR. Tirmidzi)

Dalam konteks sosial, sikap positif ini membawa dampak luar biasa. Ia menyebarkan energi kebaikan, menguatkan hubungan antarsesama, dan menciptakan suasana kehidupan yang lebih damai.

Buya Yahya pun mengajak umat Islam untuk tidak membiarkan beban hidup merenggut cahaya iman dari wajah mereka. Senyum bukan tanda lemahnya iman, tapi tanda kuatnya harapan dan keyakinan kepada takdir Allah.

Buya Yahya: Nabi Muhammad SAW Adalah Teladan Hidup Ceria, Bukan Wajah Muram

Dalam salah satu tayangan ceramah di kanal YouTube @albahjah-tv yang dikutip Ahad (6/7/2025), Buya Yahya menjelaskan bahwa gaya hidup Rasulullah SAW adalah penuh keceriaan. Ia menyebut bahwa Nabi memiliki sifat “basam”—yakni pribadi yang senantiasa tersenyum dan memancarkan wajah cerah, bukan sosok yang muram dan membuat orang lain ikut bersedih.

Buya Yahya mencontohkan bahwa meski Nabi Muhammad SAW pernah menangis, seperti saat ditinggal wafat putranya Sayyidina Ibrahim, kesedihan beliau tidak menetap lama. Setelah momen tangis yang manusiawi itu, Rasulullah kembali tampil ceria, meneruskan dakwahnya dengan semangat dan optimisme.

“Keceriaan bukan sesuatu yang dangkal dalam Islam,” tegas Buya Yahya.
“Senyum dan semangat hidup justru menunjukkan kuatnya iman dan kedewasaan jiwa.”

Menurutnya, seorang mukmin sejati adalah mereka yang mampu menyimpan kesedihan dengan bijak, lalu menampilkan akhlak mulia dan ketenangan kepada orang lain. Bukan berarti memendam luka sendirian, tetapi mengelola kesedihan agar tidak melukai dan membebani sekitar.

Kesedihan Bukan Identitas Seorang Mukmin

Buya Yahya mengingatkan bahwa kesedihan adalah bagian dari ujian hidup yang pasti dialami setiap insan—baik itu dalam bentuk musibah, kehilangan, maupun kekecewaan. Namun, kesedihan tidak boleh dibiarkan membentuk karakter dan kepribadian.

Jika kesedihan terus dipelihara, ia bisa menjadi racun yang merusak akal sehat, melemahkan semangat, dan melahirkan prasangka buruk, bukan hanya terhadap diri sendiri tapi juga terhadap takdir Allah SWT.

Nabi Muhammad SAW, lanjut Buya Yahya, tidak menjadikan duka sebagai identitas pribadinya. Meski penuh ujian berat selama hidupnya, beliau tetap mampu tersenyum, menyapa sahabat dengan hangat, dan menyebarkan Islam dengan keteduhan jiwa.

“Kesedihan itu ada, tapi tidak perlu dipamerkan,” kata Buya Yahya.
“Senyummu bisa menjadi penguat bagi orang lain, dan itu termasuk bentuk sedekah.”

Buya Yahya: Wajah Ceria Adalah Cermin Kekuatan Iman

Buya Yahya menegaskan bahwa hidup yang baik bukan ditandai dengan wajah muram, tetapi dengan senyuman yang tulus dan hati yang lapang. Menurut beliau, wajah yang berseri bukan sekadar ekspresi luar, melainkan pancaran iman dan energi positif yang mampu menguatkan orang di sekitar.

Dalam ceramahnya, Buya Yahya mengingatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Senyumanmu kepada saudaramu adalah sedekah”. Artinya, tersenyum bukan hal sepele, tetapi ibadah ringan yang berdampak besar.

Senyum yang Menyemangati dan Menguatkan

Orang yang menjalani hidup dengan ceria lebih mudah diterima, dicintai, dan dipercaya. Keceriaan menciptakan ikatan sosial yang sehat dan harmonis. Senyum menjadi jembatan kehangatan dalam keluarga, pertemanan, bahkan dalam dakwah.

Islam bukan agama yang mengajarkan kesuraman, sebaliknya—Islam mengajarkan kegembiraan sebagai wujud kekuatan spiritual. Dalam menghadapi musibah, ujian, atau kesulitan, senyum menjadi perisai yang melindungi jiwa agar tidak larut dalam kesedihan.

Teladan Rasulullah SAW

Buya Yahya menyampaikan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang selalu menebar salam, menyambut orang dengan senyum, dan memancarkan ketenangan di tengah masyarakat yang penuh gejolak. Meski mengalami banyak cobaan, beliau tidak membiarkan duka menguasai dirinya.

Senyum Nabi adalah lambang ketegaran, bukan kepura-puraan. Itu bentuk keikhlasan dan bukti keyakinan bahwa “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS Al-Insyirah: 6)

Belajar dari Luka, Menjadi Lebih Kuat

Hidup ceria bukan berarti hidup tanpa luka. Justru dari luka-luka itulah manusia belajar bertumbuh dan menguat. Buya Yahya mengajak umat Islam untuk meneladani Rasulullah dalam hal ini—yakni menjadikan keceriaan sebagai bentuk syukur dan semangat sebagai bekal perjuangan di jalan Allah.

Bagi siapa pun yang tengah diuji, tetaplah hadirkan wajah ceria. Bukan untuk menipu diri, tapi sebagai wujud kesabaran dan keyakinan bahwa setiap gelap akan digantikan cahaya oleh Allah SWT.