Sholat Tahajud: Keutamaan dan Tata Caranya

Stylesphere – Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam ajaran Islam. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang ingin mempererat hubungan spiritual dengan Allah SWT. Keutamaannya begitu besar, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 79:

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”

(Al-Isra: 79)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah biasa, melainkan amalan yang bisa mengangkat derajat seorang hamba ke posisi yang mulia di sisi Allah SWT.

Dalam kajian ilmiah yang dimuat Anugerahslot dalam Jurnal Al-Taqaddum oleh Ahmad Fauzi (2020), disebutkan bahwa Sholat Tahajud memberikan dampak positif yang nyata, tidak hanya bagi kesehatan spiritual, tetapi juga bagi kesehatan mental seseorang. Keheningan malam saat mayoritas manusia tertidur menjadikan Tahajud sebagai momen penuh ketenangan untuk bermunajat kepada Sang Pencipta.

Tata Cara Sholat Tahajud

Sholat Tahajud dilakukan setelah bangun tidur di sepertiga malam terakhir, biasanya setelah tidur malam meskipun hanya sebentar. Jumlah rakaatnya bervariasi, minimal dua rakaat dan bisa ditambah sesuai kemampuan, lalu ditutup dengan satu atau tiga rakaat sholat Witir.

Berikut langkah-langkah ringkas pelaksanaannya:

  1. Niat Sholat Tahajud di dalam hati.
  2. Melaksanakan sholat dua rakaat, seperti sholat sunah lainnya (berdiri, membaca Al-Fatihah dan surah pendek, rukuk, sujud, dan seterusnya).
  3. Mengulang rakaat dua-dua sesuai kemampuan.
  4. Mengakhiri dengan Witir jika belum dilakukan sebelumnya.
  5. Berdoa setelah sholat, memohon ampun dan memanjatkan harapan karena waktu Tahajud merupakan saat terbaik untuk berdoa.

Sholat Tahajud tidak hanya menunjukkan ketekunan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, tetapi juga membawa ketenangan batin, memperkuat iman, dan menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Panduan Lengkap Sholat Tahajud: Keutamaan, Tata Cara, dan Waktu Terbaik

Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang sangat dianjurkan dalam Islam. Termasuk dalam rangkaian qiyamul lail, sholat ini memiliki kekhususan: hanya bisa dilakukan setelah tidur, meski hanya sebentar. Karena itulah Tahajud menjadi simbol kesungguhan dan kedekatan seorang hamba kepada Allah SWT.

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa sholat Tahajud dilakukan dalam rangkaian dua rakaat dua rakaat. Hal ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu Terbaik Sholat Tahajud

Waktu paling utama untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, antara pukul 02.00 hingga 04.00 dini hari. Dalam hadis riwayat Muslim no. 758, dijelaskan bahwa pada waktu tersebut, Allah SWT turun ke langit dunia untuk mengabulkan doa-doa hamba-Nya.

Tata Cara Sholat Tahajud

Mengacu pada berbagai sumber seperti Ensiklopedi Ibadah oleh Prof. Dr. Amirulloh Syarbini dan Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen, berikut tata cara lengkap pelaksanaan sholat Tahajud:

  1. Tidur terlebih dahulu, walau hanya sebentar.
  2. Bangun di sepertiga malam terakhir.
  3. Berwudhu untuk menyucikan diri.
  4. Niat dalam hati, atau dengan lafaz:
    “Ushalli sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillaahi ta‘aala”
    (Saya niat sholat sunnah Tahajud dua rakaat karena Allah Ta‘ala).
  5. Takbiratul ihram, dilanjutkan doa iftitah.
  6. Membaca Al-Fatihah, kemudian surah dalam Al-Qur’an.
    • Nabi SAW biasa membaca surah-surah panjang.
  7. Rukuk dengan tuma’ninah dan membaca doa rukuk.
  8. I’tidal, dilanjutkan dengan doa i’tidal.
  9. Sujud pertama, dengan tuma’ninah dan doa sujud.
  10. Duduk di antara dua sujud, lalu sujud kedua.
  11. Rakaat kedua dilakukan dengan urutan yang sama.
  12. Setelah rakaat kedua, tahiyat akhir, lalu salam.
  13. Setelah sholat, disunahkan berzikir, membaca:
    • Tasbih (Subhanallah)
    • Tahmid (Alhamdulillah)
    • Takbir (Allahu Akbar)
    • Istigfar, shalawat, dan doa-doa pribadi.
  14. Melanjutkan dengan sholat Witir, minimal satu rakaat.

Jumlah Rakaat yang Dianjurkan

Rasulullah SAW biasanya melaksanakan 11 rakaat, yang terdiri dari 8 rakaat Tahajud dan 3 rakaat Witir. Ini sesuai dengan hadis riwayat Bukhari no. 1147. Namun, jumlah rakaat bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Konsistensi Rasulullah SAW dalam Sholat Tahajud

Dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis oleh Nur Halimah (2021), disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan Tahajud bahkan saat bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa sholat Tahajud adalah bagian penting dari keteladanan beliau dalam beribadah, bukan sekadar ibadah tambahan.

Sholat Tahajud bukan hanya jalan menuju kedekatan spiritual dengan Allah, tapi juga memberikan ketenangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Dalam sunyi malam, ketika kebanyakan manusia terlelap, Tahajud menjadi ruang sakral antara hamba dan Rabb-nya.

Tips Bangun Sholat Tahajud: Strategi Spiritual agar Konsisten Ibadah Malam

Bangun malam untuk menunaikan Sholat Tahajud adalah tantangan spiritual yang tidak mudah. Meski banyak umat Muslim memiliki niat kuat, tidak sedikit yang gagal karena kurangnya persiapan atau strategi yang tepat. Sejumlah literatur klasik dan penelitian modern memberikan panduan bagaimana agar lebih konsisten dalam menjalankan ibadah istimewa ini.

1. Niat yang Kuat dan Ikhlas

Dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali yang diringkas oleh KH. A. Mustofa Bisri (2018), dijelaskan bahwa kekuatan niat dan keikhlasan hati adalah fondasi utama. Al-Ghazali menegaskan bahwa siapa pun yang sungguh-sungguh ingin bangun malam untuk beribadah, Allah SWT akan menolongnya.

“Siapa yang terbiasa tidur dengan niat ingin beribadah di malam hari, maka Allah akan bangunkan dia sesuai niatnya.”

2. Tidur Lebih Awal dan Hindari Makanan Berat

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah (1997) menekankan pentingnya menjaga pola tidur. Nabi Muhammad SAW terbiasa tidur lebih awal setelah sholat Isya dan tidak begadang tanpa keperluan. Selain itu, menjaga pola makan malam juga penting—hindari makanan berat agar tubuh tidak terlalu lelah atau mengantuk berlebihan.

Begadang dan makan berlebihan disebut sebagai dua faktor yang paling sering menghalangi kemampuan bangun untuk Tahajud.

3. Gunakan Alarm dan Dapatkan Dukungan Sosial

Dalam Jurnal Konseling Religi oleh R. Yuniarti (2020), disebutkan bahwa penggunaan alarm secara bertahap bisa melatih tubuh untuk bangun lebih mudah. Tak hanya itu, dukungan dari pasangan atau teman yang memiliki niat sama juga sangat membantu. Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang saling membangunkan untuk sholat malam memiliki tingkat konsistensi hingga 63% lebih tinggi dibanding yang melakukannya sendiri.

4. Tingkatkan Iman dan Kecintaan terhadap Ibadah

Dr. Adian Husaini dalam bukunya Motivasi Ibadah Malam (2015) menjelaskan bahwa pemahaman mendalam tentang keutamaan Tahajud akan menumbuhkan cinta terhadap ibadah ini. Kesadaran akan besarnya pahala dan kedekatan dengan Allah SWT menjadi pendorong kuat yang mengalahkan rasa kantuk dan malas.

“Orang yang tahu nilainya tidak akan menyia-nyiakan satu malam pun tanpa berdoa pada Tuhannya.” – Adian Husaini

5. Memohon Bantuan kepada Allah

Dalam Jurnal Al-Tazkiyah oleh Lailatul Ma’wa (2021), ditemukan bahwa doa sebelum tidur yang disertai niat untuk bangun Tahajud sangat efektif. Doa semacam:

“Ya Allah, bangunkan aku di sepertiga malam-Mu untuk menyebut nama-Mu dan memohon ampunan-Mu.”

dapat memperkuat motivasi internal dan membantu seseorang bangun secara konsisten.

Kesimpulan:

Sholat Tahajud memang menuntut perjuangan, tapi bisa menjadi rutinitas indah jika disertai strategi yang tepat—dimulai dari niat yang kuat, pola tidur sehat, dukungan sosial, dan penguatan spiritual. Dengan terus berusaha dan memohon pertolongan Allah, Tahajud dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim yang mendamba kedekatan dengan Tuhannya.

Keutamaan Sholat Tahajud: Ibadah Sunah yang Mengangkat Derajat dan Menenangkan Jiwa

Sholat Tahajud, atau dikenal juga sebagai sholat malam, merupakan salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ibadah ini memiliki kedudukan yang sangat mulia, tidak hanya dari sisi spiritual, tetapi juga membawa dampak positif secara sosial dan psikologis. Dalam Al-Qur’an, Tahajud disebut sebagai amalan para muttaqin—orang-orang yang bertakwa.

Berikut beberapa keutamaan luar biasa dari sholat Tahajud yang dirangkum dari berbagai sumber otoritatif:

1. Diangkat Derajat oleh Allah SWT

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), disebutkan bahwa sholat malam adalah ibadah paling utama setelah sholat fardhu. Pelaksanaannya di saat sunyi, ketika kebanyakan manusia terlelap, mencerminkan keikhlasan dan ketulusan hati yang tinggi.

Keistimewaan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:

“Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra: 79)

Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

“Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam.”
(HR. Muslim no. 1163)

2. Menumbuhkan Kedekatan Ruhani dengan Allah

Imam al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin (disarikan oleh KH. A. Mustofa Bisri, 2018) menjelaskan bahwa Tahajud adalah jalan menuju kelembutan hati dan kedekatan spiritual dengan Allah. Orang yang terbiasa bangun malam untuk bermunajat menunjukkan tanda-tanda kedekatan dengan Rabb-nya, dan ibadah ini merupakan salah satu kunci terkabulnya doa.

3. Membuka Pintu Rahmat dan Berkah

Dalam Ensiklopedi Ibadah karya Prof. Dr. Amirulloh Syarbini (2007), disebutkan bahwa sholat Tahajud membuka pintu rahmat Allah dan mendatangkan keberkahan hidup. Rasulullah SAW bahkan tetap melaksanakan sholat malam meski dalam keadaan bepergian (safar), menunjukkan betapa istimewanya ibadah ini dalam kehidupan beliau.

4. Memberikan Ketenangan Jiwa dan Emosi

Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah Al-Hikmah oleh Reni Marlina (2019) mengungkapkan bahwa sholat Tahajud berdampak positif terhadap stabilitas mental. Ibadah ini terbukti membantu menumbuhkan ketenangan batin, memperkuat rasa percaya diri, dan menjadi media untuk meredakan stres dalam kehidupan modern yang penuh tekanan.

5. Meningkatkan Kontrol Diri dan Ketahanan Emosional

Dalam Jurnal Al-Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam oleh Moh. Faqih (2021), sholat Tahajud dikaitkan dengan peningkatan kontrol emosi dan ketahanan menghadapi ujian hidup. Mereka yang rutin menunaikan ibadah malam cenderung memiliki pengendalian diri yang lebih baik dan lebih sabar dalam menghadapi kesulitan.

Faqih juga mengaitkan amalan ini dengan tanda-tanda ketakwaan, sebagaimana disebut dalam firman Allah:

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.”
(QS. Az-Zariyat: 17–18)

Penutup

Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah, melainkan sarana pembentukan karakter, pendalaman iman, dan peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh. Dari mengangkat derajat hingga memberikan kedamaian batin, Tahajud adalah bentuk ibadah yang melampaui dimensi ritual—ia menumbuhkan hubungan personal dengan Allah SWT dan menguatkan jiwa dalam menghadapi kehidupan.

Kapan Waktu Terbaik Sholat Tahajud? Ini Penjelasan Fikih dan Kajian Ilmiahnya

Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah sunnah yang paling dianjurkan dalam Islam, dan dikenal karena keutamaannya yang luar biasa. Namun, penting untuk memahami bahwa pelaksanaannya memiliki syarat dan waktu khusus yang telah dijelaskan dalam berbagai kitab fikih klasik serta didukung oleh kajian akademik modern.

Waktu Pelaksanaan dalam Hadis dan Kitab Fikih

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud dimulai setelah sholat Isya dan tidur terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan bangun di malam hari untuk melaksanakan sholat hingga menjelang waktu Subuh.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sholat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika engkau takut masuk waktu Subuh, maka sholat witirlah satu rakaat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Sayyid Sabiq menambahkan bahwa waktu paling utama (afdhal) untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, sesuai dengan hadis sahih bahwa Allah SWT “turun” ke langit dunia pada saat itu dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya (HR. Muslim no. 758).

Pembagian Waktu Malam Menurut Ulama

Menurut Ensiklopedi Shalat karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (2004), malam hari dibagi menjadi tiga bagian utama:

  1. Sepertiga awal malam: setelah Isya hingga sekitar pukul 22.00
  2. Sepertiga tengah malam: sekitar pukul 22.00–01.00
  3. Sepertiga akhir malam: sekitar pukul 01.00–Subuh (sekitar pukul 04.30)

Sholat Tahajud dapat dilakukan kapan saja setelah tidur dalam rentang waktu ini, namun yang paling utama adalah di sepertiga akhir malam, karena waktu tersebut disebut sebagai saat paling mustajab untuk berdoa dan dijanjikan pahala besar.

Tidur: Syarat Sah Sholat Disebut “Tahajud”

Dalam Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen (2020), ditegaskan bahwa tidur merupakan syarat agar sholat malam disebut Tahajud. Jika seseorang belum tidur, maka sholat malam yang dilakukannya termasuk dalam qiyamul lail secara umum, bukan Tahajud secara khusus.

Najih menegaskan bahwa meskipun hanya tidur sebentar, selama ada jeda tidur sebelum sholat, maka ibadah tersebut telah memenuhi syarat Tahajud menurut mayoritas ulama (jumhur).

Kajian Akademik tentang Waktu Tahajud

Dalam Jurnal Al-Hikmah oleh Nur Aisyah (2021), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud secara syar’i mengikuti rotasi malam di tiap wilayah. Aisyah menyoroti adanya miskonsepsi di kalangan masyarakat, yaitu menganggap Tahajud dapat langsung dilakukan setelah Isya, padahal tidur terlebih dahulu adalah syarat utama.

Sementara itu, Jurnal Studi Ilmu Keislaman oleh Siti Khadijah (2019) mengungkapkan bahwa sepertiga malam terakhir merupakan waktu dengan konsentrasi spiritual tertinggi. Berdasarkan hasil studi, pada saat itu seseorang berada dalam kondisi psikis paling tenang dan intim dengan Tuhannya, sehingga lebih mudah untuk bermunajat dan merenung secara mendalam.

Kesimpulan:

Sholat Tahajud memiliki waktu pelaksanaan yang sangat spesifik dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Syarat utamanya adalah harus didahului dengan tidur, dan waktu terbaiknya adalah sepertiga malam terakhir, menjelang Subuh. Selain sesuai dengan sunnah, waktu ini juga terbukti secara ilmiah sebagai momen ideal untuk refleksi spiritual dan memperdalam hubungan dengan Allah SWT.

Benarkah Kotoran di Bawah Kuku Bisa Membatalkan Wudhu? Ini Penjelasannya

Stylesphere – Setiap muslim yang hendak melaksanakan sholat diwajibkan bersuci terlebih dahulu dari hadas kecil dengan berwudhu. Salah satu rukun penting dalam wudhu adalah membasuh kedua tangan hingga ke siku secara merata dengan air. Tanpa wudhu yang sah, sholat pun tidak dianggap sah di sisi syariat.

Karena itu, penting bagi kita untuk memastikan bahwa semua bagian yang wajib dibasuh benar-benar terkena air. Namun, dalam praktiknya, sering kali ada hal kecil yang terlewatkan—misalnya, kondisi kuku. Kuku yang panjang atau tidak terawat dapat menjadi tempat menumpuknya kotoran. Bila kotoran tersebut keras dan menghalangi air mencapai kulit, maka wudhu dikhawatirkan tidak sah.

Lantas, apakah keberadaan kotoran di bawah kuku bisa membatalkan wudhu?

Mengutip penjelasan dari Anugerahslot Online (Selasa, 17/6/2025), sisa kotoran di bawah kuku tidak secara otomatis membatalkan wudhu, namun bisa menggugurkan keabsahan wudhu bila kotoran tersebut menghalangi air menyentuh kulit atau bagian tubuh yang wajib dibasuh.

Dengan demikian, penting bagi setiap muslim untuk memeriksa kebersihan kuku sebelum berwudhu, terutama jika kuku dalam keadaan panjang atau terdapat bekas kotoran, tanah, atau cat yang menempel.

Menjaga kebersihan kuku bukan hanya mendukung sahnya wudhu, tetapi juga bagian dari akhlak Islam yang menekankan kebersihan sebagai sebagian dari iman.

Pembasuhan Tangan dalam Wudhu: Rukun yang Tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis

Rukun wudhu merupakan bagian pokok yang harus dilakukan agar wudhu dianggap sah. Salah satunya adalah membasuh kedua tangan hingga siku. Ketentuan ini secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Surah Al-Maidah ayat 6:

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu, serta (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki.”
(QS. Al-Maidah: 6)

Berdasarkan ayat ini, para ulama sepakat bahwa membasuh tangan hingga siku termasuk rukun wudhu yang tidak boleh ditinggalkan. Wudhu tidak sah tanpa membasuh bagian tersebut secara menyeluruh dengan air.

Ketentuan ini tidak hanya bersumber dari Al-Qur’an, tetapi juga dikuatkan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. Para sahabat telah meriwayatkan secara detail bagaimana Rasulullah melakukan wudhu. Salah satu riwayat yang terkenal datang dari sahabat Abu Hurairah RA, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim:

“Setelah menyelesaikan wudhu, Abu Hurairah RA berkata, ‘Demikianlah aku melihat Rasulullah SAW berwudhu.’”
(HR. Muslim)

Dari keterangan inilah para ulama menyusun kaidah-kaidah fiqih tentang tata cara wudhu, termasuk pentingnya memastikan air membasahi seluruh bagian tangan hingga siku. Wudhu yang benar menjadi syarat utama sahnya shalat, dan karena itu, perhatian terhadap detail-detailnya merupakan bagian dari ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah SWT.

Hukum Membersihkan Kotoran di Bawah Kuku Saat Wudhu Menurut Mazhab Syafi’i

Dalam mazhab Syafi’i, salah satu syarat sahnya wudhu adalah membasuh kedua tangan secara merata hingga siku. Para ulama juga menekankan pentingnya membersihkan segala sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit, termasuk kotoran yang menempel di tangan dan di bawah kuku.

Hal ini ditegaskan dalam kitab Fathul Mujib al-Qarib karya KH Afifuddin Muhajir. Dalam penjelasannya disebutkan:

“Ketiga, membasuh dua tangan sampai siku. Wajib menghilangkan segala penghalang yang ada di permukaan kedua tangan, seperti kotoran yang menumpuk dari luar, kecuali jika ada uzur (kesulitan) untuk melepaskannya. Adapun sedikit kotoran yang berada di bawah kuku, maka dimaafkan (tidak membatalkan wudhu).”
(Fathul Mujib al-Qarib, hlm. 13)

Dengan demikian, jika seseorang sudah berusaha membersihkan tangannya, termasuk bagian kuku, namun masih tersisa sedikit kotoran yang sulit dihilangkan, maka wudhunya tetap dianggap sah. Sebab, sedikit kotoran seperti itu termasuk hal yang ma’fu (dimaafkan) dalam fiqih.

Ini menunjukkan bahwa Islam memberi kelonggaran dalam ibadah, selama seseorang sudah berusaha maksimal untuk melaksanakan syarat-syaratnya. Maka, umat Islam tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap sisa kotoran kecil yang terselip di bawah kuku, asalkan telah berupaya membersihkannya semampunya.

Wallahu a’lam.

Makna dan Tata Cara Sholat Idul Adha: Ibadah Penuh Keutamaan

Makna dan Tata Cara Sholat Idul Adha: Ibadah Penuh Keutamaan

Stylesphere – Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen penting dalam Islam yang dirayakan penuh suka cita oleh umat Muslim di seluruh dunia. Selain dikenal sebagai hari penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk kepedulian sosial dan ketaatan kepada Allah SWT, Idul Adha juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri secara spiritual kepada Sang Pencipta.

Sebagai pembuka dari rangkaian ibadah Idul Adha, umat Islam dianjurkan melaksanakan sholat Idul Adha. Ibadah ini memiliki status sunah muakkad, yakni sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Rasulullah SAW beserta para sahabatnya secara konsisten melaksanakan sholat ini, menjadikannya sebagai bagian penting dari syiar Islam dan simbol kuatnya persaudaraan antarumat.

Meskipun tidak bersifat wajib, meninggalkan sholat Idul Adha tanpa alasan yang jelas dianggap sebagai kehilangan besar, karena ibadah ini membawa keutamaan dan pahala yang luar biasa.

Sholat Idul Adha umumnya dilaksanakan secara berjamaah, baik di lapangan terbuka, masjid, maupun di rumah jika kondisi tidak memungkinkan. Mengetahui niat dan tata cara pelaksanaan sholat Idul Adha secara benar menjadi penting agar ibadah tidak hanya dilakukan sebagai rutinitas tahunan, tetapi juga benar-benar mengandung nilai spiritual yang mendalam.

Artikel ini akan mengulas secara lengkap bacaan niat serta langkah-langkah pelaksanaan sholat Idul Adha, agar setiap umat Muslim dapat mengamalkannya dengan baik dan khusyuk.

Bacaan Niat Sholat Idul Adha

Dalam setiap pelaksanaan sholat, niat merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Begitu pula dengan sholat Idul Adha, niat menjadi pembuka yang membedakan ibadah ini dari ibadah lainnya. Niat tidak perlu diucapkan dengan suara, melainkan cukup dilafalkan di dalam hati sesaat sebelum takbiratul ihram.

Berikut bacaan niat sholat Idul Adha untuk imam dan makmum:

Niat Sholat Idul Adha Sebagai Imam

Lafal Arab:

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:

Ushallii sunnatan li’iidil adha rak’ataini mustaqbilal qiblati imaaman lillaahi ta’aala

Artinya:

“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah ta’ala.”

Niat Sholat Idul Adha Sebagai Makmum

Lafal Arab:

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:

Ushallii sunnatan li’iidil adha rak’ataini mustaqbilal qiblati makmuman lillaahi ta’aala

Artinya:

“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah ta’ala.”

🕌 Panduan Lengkap Niat dan Tata Cara Sholat Idul Adha

Hari Raya Idul Adha merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain memperingati kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS, hari raya ini juga menjadi ajang mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah kurban dan sholat Idul Adha.

Sholat Idul Adha menjadi pembuka rangkaian ibadah di hari raya ini. Meski hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan), Rasulullah SAW dan para sahabat selalu melaksanakannya sebagai bentuk pengagungan kepada Allah dan syiar Islam.

🌙 Hukum dan Keutamaan Sholat Idul Adha

Sholat Idul Adha dikerjakan dua rakaat secara berjamaah, biasanya di lapangan terbuka atau masjid. Jika kondisi tidak memungkinkan, bisa dilakukan di rumah. Ibadah ini membawa banyak keutamaan, mulai dari memperkuat ukhuwah Islamiyah hingga meraih pahala besar dari Allah SWT.

🙏 Niat Sholat Idul Adha

Niat dilakukan dalam hati sebelum takbiratul ihram. Berikut adalah bacaannya:

Untuk Imam

Arab:

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ إِمَامًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:

Ushallii sunnatan li’iidil adha rak’ataini mustaqbilal qiblati imaaman lillaahi ta’aala

Artinya:

“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta’ala.”

Untuk Makmum

Arab:

أُصَلِّيْ سُنَّةً لِعِيْدِ اْلأَضْحَى رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:

Ushallii sunnatan li’iidil adha rak’ataini mustaqbilal qiblati makmuman lillaahi ta’aala

Artinya:

“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta’ala.”

🧎 Tata Cara Sholat Idul Adha

Sholat ini terdiri dari dua rakaat, dengan tambahan takbir sebagai ciri khasnya:

Rakaat Pertama:

  1. Niat
  2. Takbiratul ihram
  3. Doa iftitah
  4. 7 takbir tambahan
  5. Bacaan dzikir di sela takbir
  6. Surah Al-Fatihah
  7. Surah Al-A’la
  8. Rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud lagi

Rakaat Kedua:

  1. Berdiri
  2. 5 takbir tambahan
  3. Dzikir di sela takbir
  4. Surah Al-Fatihah
  5. Surah Al-Ghasyiyah
  6. Rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud
  7. Salam

Setelah Sholat:

Jamaah tetap duduk untuk menyimak khutbah Idul Adha, yang disampaikan dalam dua bagian oleh khatib, berbeda dengan khutbah Jumat yang dilakukan sebelum sholat.

🕌 Waktu dan Sunnah Sebelum Sholat Idul Adha, Ini yang Perlu Diketahui

Sholat Idul Adha merupakan bagian penting dari rangkaian ibadah Hari Raya Kurban. Waktu pelaksanaannya dimulai ketika matahari telah terbit setinggi tombak—sekitar pukul 06.00 hingga 06.30 WIB—dan berakhir sebelum masuk waktu Zuhur. Dianjurkan untuk melaksanakannya lebih awal agar umat Muslim memiliki cukup waktu untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelahnya.

🌟 Sunnah Sebelum Sholat Idul Adha

Untuk menyempurnakan ibadah, berikut beberapa amalan sunnah yang dianjurkan sebelum melaksanakan sholat Idul Adha:

  • Mandi sunnah sebelum berangkat ke tempat sholat.
  • Memakai pakaian terbaik—tidak harus baru, yang penting bersih dan rapi.
  • Menggunakan wewangian untuk menyegarkan diri.
  • Tidak makan terlebih dahulu, berbeda dengan Idul Fitri di mana dianjurkan makan sebelum sholat.
  • Berjalan kaki menuju lokasi sholat jika memungkinkan, sebagai bentuk kesederhanaan dan sunnah Rasul.
  • Memperbanyak takbir sejak malam Idul Adha hingga waktu sholat, sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT.

Sholat Idul Adha idealnya dilakukan secara berjamaah di tempat terbuka, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Namun, bila kondisi tidak memungkinkan, seperti cuaca buruk atau keadaan darurat, sholat dapat dilakukan di masjid atau bahkan di rumah.

Bolehkah Menahan Kentut Disaat Sedang Sholat?

Bolehkah Menahan Kentut Disaat Sedang Sholat?

Stylesphere – Sholat adalah ibadah utama dalam Islam yang menuntut kekhusyukan, ketenangan, dan kesucian. Namun, tidak jarang saat sholat, seseorang merasa ingin buang angin dan memilih menahannya demi menyelesaikan ibadah. Lalu, apakah menahan kentut saat sholat diperbolehkan? Apakah ini memengaruhi sah atau tidaknya sholat?

Dalam hukum Islam, wudhu adalah syarat sah sholat. Jika kentut keluar saat sholat, maka wudhu batal dan sholat pun tidak sah, harus diulang. Tapi jika kentut hanya ditahan dan tidak keluar, bagaimana hukumnya?

Menahan kentut saat sholat memang tidak membatalkan sholat selama tidak ada angin yang keluar. Namun, hal ini bisa mengganggu kekhusyukan, padahal khusyuk merupakan ruh dari sholat itu sendiri.

Para ulama menyarankan agar tidak sholat dalam keadaan menahan sesuatu, baik buang air kecil, besar, maupun kentut. Jika merasa ingin buang angin sebelum sholat, sebaiknya batalkan dulu dan perbarui wudhu, agar bisa menjalankan ibadah dengan lebih tenang dan khusyuk.

Dengan memahami hal ini, kita bisa lebih hati-hati dan nyaman dalam menjalankan sholat, tanpa ragu soal keabsahannya.

Hukum Menahan Kentut Dalam Islam

Menurut NU Online, meski tidak dijelaskan secara langsung dalam hadis Nabi Muhammad SAW mengenai hukum menahan kentut saat sholat, ada hadis-hadis lain yang membahas kondisi serupa—seperti menahan rasa lapar atau buang air saat sedang sholat.

Salah satunya adalah hadis berikut:

لَا صَلَاةَ بِحَضْرَةِ طَعَامٍ وَلَا وَهُوَ يُدَافِعُهُ الْاَخْبَثَانِ
“Tidak ada sholat saat makanan telah tersaji, dan tidak (pula) ketika seseorang menahan buang air kecil maupun besar.” (HR. Muslim)

Makna “tidak ada sholat” dalam konteks ini adalah sholatnya tidak sempurna. Sedangkan “di hadapan makanan” merujuk pada situasi ketika makanan sudah dihidangkan dan seseorang ingin menyantapnya.

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa hadis ini menunjukkan hukum makruh bagi seseorang yang melaksanakan sholat dalam keadaan menahan hajat, baik ingin makan maupun buang air. Makruh berarti tidak berdosa jika dilakukan, namun lebih baik jika ditinggalkan.

Alasannya adalah karena keadaan seperti itu dapat mengganggu kekhusyukan dalam sholat. Hilangnya fokus saat ibadah membuat sholat tidak bisa dijalankan dengan sempurna. Maka, disarankan untuk menyelesaikan hajat terlebih dahulu agar bisa sholat dalam kondisi tenang dan khusyuk.

Penjelasan Imam Nawawi

Berdasarkan penjelasan Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, tindakan-tindakan yang mengganggu kekhusyukan shalat termasuk dalam kategori makruh. Contohnya adalah melaksanakan shalat dalam keadaan lapar saat makanan sudah terhidang atau saat menahan buang air kecil maupun besar. Hal-hal yang sejenis dan menyebabkan hati tidak tenang saat shalat juga masuk dalam hukum yang sama.

Imam Nawawi menyatakan bahwa mayoritas ulama, khususnya dari mazhab Syafi’i, sepakat bahwa shalat dalam kondisi seperti itu makruh hukumnya, selama waktu shalat masih cukup luas untuk menundanya.

Termasuk dalam hal ini adalah menahan kentut saat shalat. Jika seseorang merasa ingin buang angin dan kondisi itu membuatnya tidak khusyuk, maka lebih baik membatalkan shalat, menuntaskan hajatnya terlebih dahulu, kemudian mengulang shalat selama waktunya masih ada.

Menahan kentut saat shalat bukan hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga merusak kekhusyukan yang merupakan inti dari ibadah itu sendiri. Karena itu, menunaikan shalat dalam kondisi tenang dan tanpa gangguan menjadi pilihan yang lebih utama.

Tata cara Sholat Fardhu/Ashar Paling Lengkap

Tata cara Sholat Fardhu/Ashar Paling Lengkap

Stylesphere – Sholat fardhu merupakan ibadah wajib yang termasuk dalam rukun Islam, tepatnya rukun Islam kedua setelah syahadat. Dalam sehari semalam, umat Islam diwajibkan menunaikan lima waktu sholat, yaitu Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Meninggalkan salah satu sholat fardhu tanpa alasan yang dibenarkan merupakan dosa besar.

Kewajiban sholat ditegaskan dalam Al-Qur’an, di antaranya dalam Surah An-Nisa ayat 103, yang menyatakan bahwa sholat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya bagi orang-orang beriman. Selain itu, dalam Surah Al-Baqarah ayat 43, Allah SWT juga memerintahkan umat Islam untuk menegakkan sholat bersama dengan kewajiban zakat.

Salah satu sholat fardhu yang harus dikerjakan adalah sholat Ashar. Lalu, berapa rakaat sholat Ashar? Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lebih rinci mengenai jumlah rakaat serta tata cara pelaksanaannya.

Jumlah Rakaat Sholat Ashar

Sholat Ashar merupakan salah satu dari lima sholat fardhu yang wajib dikerjakan oleh umat Islam setiap hari. Berdasarkan penjelasan dalam buku Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, sholat Ashar terdiri dari empat rakaat.

Dalam pelaksanaannya, terdapat dua kali tasyahud atau at-Tahiyyat, yaitu pada rakaat kedua sebagai tasyahud awal dan pada rakaat keempat sebagai tasyahud akhir. Sholat ini memiliki peran penting dalam menjaga kedisiplinan dan keistiqamahan dalam beribadah, sehingga dianjurkan untuk dilaksanakan tepat waktu.

Waktu Sholat Ashar

Waktu sholat Ashar dimulai ketika bayangan suatu benda sudah sama panjang dengan benda aslinya. Biasanya, ini terjadi sekitar pukul 15.00 hingga 18.00, tergantung pada lokasi dan perubahan waktu dalam setahun.

Meskipun rentang waktunya cukup panjang, sholat Ashar sebaiknya dilaksanakan di awal waktu, yakni segera setelah adzan berkumandang. Dengan memahami jumlah rakaat serta waktu pelaksanaannya, diharapkan umat Islam dapat menunaikan sholat Ashar dengan tepat waktu dan penuh kekhusyukan.

Tata Cara Lengkap Sholat Ashar

Sholat Ashar merupakan salah satu dari lima sholat fardhu yang wajib dikerjakan oleh umat Islam setiap hari. Sholat ini terdiri dari empat rakaat dengan dua kali tasyahud, yaitu tasyahud awal pada rakaat kedua dan tasyahud akhir pada rakaat keempat. Agar sholat Ashar dapat dilakukan dengan sempurna, berikut adalah tata cara lengkapnya:

1. Membaca Niat

Sebelum memulai sholat, niat harus ditanamkan dalam hati. Beberapa ulama berpendapat bahwa niat cukup di dalam hati, tetapi jika diucapkan untuk membantu kekhusyukan, maka diperbolehkan. Berikut adalah lafadz niat sholat Ashar:

Niat Sholat Ashar Sendiri (Munfarid)
اُصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalli fardhal ‘ashri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa-an lillahi ta’aala.

Artinya: “Aku niat melaksanakan sholat fardhu Ashar empat rakaat menghadap kiblat karena Allah Ta’ala.”

Niat Sholat Ashar sebagai Imam
اُصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً إِمَامًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalli fardhal ‘ashri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa-an imaaman lillahi ta’aala.

Artinya: “Aku niat melaksanakan sholat fardhu Ashar empat rakaat menghadap kiblat sebagai imam karena Allah Ta’ala.”

Niat Sholat Ashar sebagai Makmum
اُصَلِّي فَرْضَ الْعَصْرِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ أَدَاءً مَأْمُوْمًا لِلّٰهِ تَعَالَى

Ushalli fardhal ‘ashri arba’a raka’aatin mustaqbilal qiblati adaa-an ma’muuman lillahi ta’aala.

Artinya: “Aku niat melaksanakan sholat fardhu Ashar empat rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta’ala.”

2. Rakaat Pertama

  • Takbiratul Ihram (mengangkat tangan sambil mengucapkan Allahu Akbar).
  • Membaca doa iftitah (sunnah).
  • Membaca Surat Al-Fatihah.
  • Membaca surat atau ayat-ayat dari Al-Qur’an.
  • Rukuk (membungkuk sambil membaca bacaan rukuk).
  • I’tidal (kembali berdiri tegak sambil membaca bacaan i’tidal).
  • Sujud pertama (membaca bacaan sujud).
  • Duduk di antara dua sujud (membaca bacaan duduk di antara dua sujud).
  • Sujud kedua (membaca bacaan sujud).

3. Rakaat Kedua

  • Berdiri kembali dan membaca Surat Al-Fatihah.
  • Membaca surat atau ayat dari Al-Qur’an.
  • Melakukan rukuk, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua seperti pada rakaat pertama.
  • Setelah sujud kedua, duduk untuk tasyahud awal dan membaca bacaan tasyahud awal.
  • Berdiri kembali untuk melanjutkan rakaat ketiga.

4. Rakaat Ketiga

  • Membaca Surat Al-Fatihah tanpa doa iftitah.
  • Melakukan rukuk, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua seperti sebelumnya.

5. Rakaat Keempat

  • Membaca Surat Al-Fatihah.
  • Melakukan rukuk, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud, dan sujud kedua seperti sebelumnya.
  • Setelah sujud kedua, duduk untuk tasyahud akhir dan membaca bacaan tasyahud akhir.
  • Mengucapkan salam ke kanan dan kiri sebagai tanda akhir sholat.

Dengan memahami dan mengikuti tata cara ini, sholat Ashar dapat dilaksanakan dengan sempurna sesuai tuntunan Islam. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan dalam menunaikan ibadah sholat dengan khusyuk dan tepat waktu.

Memahami Sholat Tahajud Dengan Lengkap

Stylesphere – Sholat tahajud adalah sholat sunnah yang penuh berkah dan dianjurkan untuk dikerjakan di sepertiga malam. Waktu terbaiknya terbagi menjadi tiga bagian: sepertiga malam pertama, kedua, dan terakhir. Dari ketiganya, sepertiga malam terakhir dianggap paling utama karena bertepatan dengan waktu mustajab, saat doa lebih mudah dikabulkan.

Sholat tahajud dilakukan setelah tidur, dan waktu pastinya bersifat estimasi, tergantung pada lokasi geografis dan perubahan waktu sepanjang tahun. Meski ada waktu-waktu utama, yang lebih penting adalah konsistensi, niat, dan keikhlasan dalam menjalankannya. Tidak ada batasan waktu yang kaku, selama dilakukan dengan kesungguhan hati.

Keutamaan sholat tahajud terletak pada kedekatannya dengan waktu mustajab, yaitu waktu di mana doa lebih mudah diterima. Setiap bagian waktu memiliki keutamaan tersendiri, namun yang lebih penting adalah konsistensi dan keikhlasan dalam melaksanakannya. Tidak ada waktu yang pasti, yang utama adalah niat dan kesungguhan hati dalam beribadah.

Tiga Sepertiga Malam

Terdapat tiga waktu utama untuk melaksanakan sholat tahajud, yaitu sepertiga malam pertama, kedua, dan ketiga. Berikut penjelasan rinci mengenai ketiganya:

  • Sepertiga Malam Pertama: Waktu ini dimulai setelah sholat Isya hingga sekitar pukul 22.00. Meskipun termasuk waktu utama, beberapa sumber menyebutnya sebagai waktu yang “sangat utama” atau “utama.” Waktu ini cocok bagi mereka yang ingin melaksanakan sholat tahajud lebih awal.
  • Sepertiga Malam Kedua: Waktu ini berlangsung sekitar pukul 22.00 hingga 01.00 dini hari. Banyak sumber menyebutkan waktu ini lebih utama dibandingkan sepertiga malam pertama. Waktu ini memberi kesempatan bagi mereka yang terlambat bangun setelah sholat Isya.
  • Sepertiga Malam Terakhir: Ini adalah waktu yang paling utama, dimulai sekitar pukul 01.00 dini hari hingga menjelang Subuh. Beberapa sumber menekankan keutamaannya karena lebih dekat dengan waktu mustajab. Waktu ini sangat ideal bagi mereka yang ingin merasakan keutamaan sholat tahajud.

Sepertiga Malam Terakhir Yang Terpenting

Sepertiga malam terakhir dianggap waktu yang paling utama karena banyak hadits dan riwayat yang menyebutkan keutamaannya. Pada waktu ini, Allah SWT lebih dekat dengan hamba-Nya yang bermunajat, dan doa-doa yang dipanjatkan memiliki peluang lebih besar untuk dikabulkan.

Selain itu, melaksanakan sholat tahajud pada sepertiga malam terakhir memberi kesempatan untuk lebih fokus dan khusyuk dalam beribadah. Jauh dari keramaian aktivitas sehari-hari, waktu ini memberikan ketenangan batin yang mendalam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Namun, perlu diingat bahwa keutamaan sholat tahajud tidak hanya terletak pada waktu pelaksanaannya. Niat yang ikhlas dan kesungguhan hati dalam beribadah jauh lebih penting daripada sekadar memilih waktu.

Menjalankan Puasa Tetapi Tidak Sholat Apakah Boleh?

Menjalankan Puasa Tetapi Tidak Sholat Apakah Boleh?

Puasa Tanpa Sholat: Sah Secara Fikih, tetapi Kurang Sempurna di Sisi Allah

Stylesphere – Puasa di bulan Ramadan merupakan salah satu ibadah wajib bagi umat Muslim. Secara hukum fikih, puasa tetap sah meskipun seseorang tidak menjalankan sholat. Namun, sangat disayangkan jika ibadah yang sudah dilakukan menjadi kurang bernilai di sisi Allah karena meninggalkan sholat. Menjaga keseimbangan antara puasa dan sholat merupakan bentuk kesempurnaan ibadah seorang Muslim.

Saat Ramadan tiba, suasana ibadah terasa lebih kuat dibandingkan bulan lainnya. Banyak orang yang jarang menjalankan puasa sunnah, namun tetap berusaha berpuasa penuh selama sebulan. Di sisi lain, ada fenomena yang cukup sering terjadi di masyarakat, yaitu seseorang rajin berpuasa tetapi tidak menjalankan sholat.

Fenomena ini dapat ditemukan di berbagai kalangan, baik anak muda maupun orang dewasa. Beberapa orang mungkin belum terbiasa menjalankan sholat lima waktu, tetapi tetap ingin berpuasa karena Ramadan hanya datang setahun sekali. Ada juga yang merasa lebih mudah menahan lapar dan haus dibandingkan meluangkan waktu untuk sholat.

Bagi sebagian orang, puasa memiliki daya tarik tersendiri. Atmosfer Ramadan yang penuh kebersamaan serta ajakan dari lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman, membuat banyak orang terdorong untuk menjalankannya. Sementara itu, sholat sering dianggap sebagai ibadah pribadi yang lebih sulit dijaga, terutama bagi mereka yang belum menjadikannya kebiasaan.

Kesibukan sehari-hari juga menjadi alasan umum seseorang meninggalkan sholat. Ada yang mengaku lupa sholat karena pekerjaan menumpuk, tertidur setelah sahur, atau terlalu lelah setelah berbuka. Padahal, semangat yang sama dalam menahan lapar dan haus bisa menjadi motivasi untuk lebih disiplin dalam menjalankan ibadah lainnya.

Menariknya, meskipun tidak sholat, banyak orang tetap berusaha menjalankan puasa dengan serius. Mereka menjaga diri dari makan dan minum, menahan emosi, serta berusaha melakukan kebaikan. Ada harapan bahwa Ramadan bisa menjadi titik awal perubahan, meskipun belum semua ibadah bisa dijalankan dengan sempurna.

Fenomena ini menjadi pengingat bahwa Ramadan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga momen untuk membangun kebiasaan baik dalam ibadah. Jika seseorang mampu berpuasa selama sebulan penuh, bukan tidak mungkin kebiasaan baik lainnya, seperti sholat lima waktu, juga bisa mulai diterapkan secara perlahan.

Lalu, apakah puasa tetap sah jika seseorang tidak menjalankan sholat? Apakah menahan lapar dan haus saja sudah cukup tanpa menjalankan kewajiban lain dalam Islam? Jawabannya, secara hukum fikih, puasa tetap sah. Namun, puasa yang sempurna bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, tetapi juga memperbaiki diri dengan menjalankan seluruh kewajiban dalam Islam, termasuk sholat. Ramadan adalah kesempatan terbaik untuk memperbaiki ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan lebih baik.

Hukuman Bagi Orang Yang Puasa Tanpa Sholat

Jika seseorang meninggalkan sholat bukan karena mengingkari kewajibannya, melainkan karena malas atau lalai, maka ia tetap dianggap sebagai seorang Muslim. Dalam hal ini, puasanya tetap sah secara hukum, tetapi kehilangan nilai kesempurnaannya di sisi Allah.

Menurut kitab Taqriratus Sadidah, ada dua jenis pembatalan dalam ibadah puasa. Pertama, pembatalan yang hanya menghapus pahala puasa tetapi tidak membatalkan puasanya secara hukum. Kedua, pembatalan yang benar-benar membatalkan puasa sehingga wajib diganti di hari lain.

Meninggalkan sholat termasuk dalam kategori pertama, yaitu perbuatan yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pahala puasa, tetapi tidak membatalkan puasanya secara fikih. Artinya, orang tersebut tidak wajib mengganti puasanya, tetapi ia kehilangan keutamaan yang seharusnya diperoleh dari ibadah tersebut.

Seorang ulama mengibaratkan puasa tanpa sholat seperti tubuh tanpa roh. Secara fisik, seseorang tampak menjalankan ibadah, tetapi kehilangan maknanya karena tidak disertai dengan amalan utama seperti sholat.

Banyak orang merasa bahwa puasa lebih berat dibandingkan sholat, sehingga mereka lebih memilih berpuasa tetapi mengabaikan sholat. Padahal, dalam Islam, setiap ibadah saling berkaitan dan tidak bisa dipilih hanya berdasarkan keinginan pribadi.

Jika seseorang benar-benar ingin menjalankan ibadah dengan baik, maka seharusnya ia juga berusaha melaksanakan sholat. Sebab, sholat adalah penghubung utama antara hamba dengan Allah, sedangkan puasa adalah bentuk penyucian diri yang lebih sempurna jika disertai dengan sholat.

Dalam kehidupan sehari-hari, masih banyak orang yang hanya menjalankan ibadah tertentu, seperti puasa, tetapi lalai dalam ibadah lainnya. Hal ini menunjukkan masih kurangnya pemahaman mengenai ajaran Islam yang menekankan keseimbangan dalam beribadah.

Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah terbiasa menjalankan puasa, hendaknya juga mulai membiasakan diri menjaga sholat. Jika seseorang mampu menahan lapar dan haus seharian demi menjalankan perintah Allah, tentu melaksanakan sholat lima waktu yang hanya membutuhkan beberapa menit tidak seharusnya menjadi hal yang sulit.

Pada akhirnya, meskipun puasa tanpa sholat tidak membatalkan puasa secara hukum fikih, ibadah tersebut akan menjadi kurang bernilai di sisi Allah. Oleh karena itu, menjaga keseimbangan antara puasa dan sholat merupakan bentuk kesempurnaan ibadah seorang Muslim.