Stylesphere – Doa tirakat merupakan bentuk ikhtiar spiritual yang dijalankan oleh seorang Muslim dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT. Amalan ini biasanya disertai dengan pengorbanan, pengendalian diri, dan pengekangan terhadap keinginan duniawi. Melalui tirakat, seseorang berharap agar segala hajat dan keinginannya mendapat ridha dan dikabulkan oleh Allah.
Tirakat memiliki nilai yang sangat penting dalam tradisi keislaman, khususnya dalam praktik keagamaan masyarakat Indonesia. Ini bukan sekadar amalan lahiriah, tetapi sebuah jalan batiniah menuju kebahagiaan sejati dengan cara menjauhkan diri dari hal-hal yang bersifat duniawi.
Secara etimologis, istilah “tirakat” berasal dari bahasa Arab thariqah, yang berarti jalan atau metode. Dalam konteks keagamaan, tirakat merujuk pada usaha spiritual yang dilakukan dengan amalan-amalan tertentu untuk menapaki jalan menuju kedekatan dengan Allah SWT.
Tirakat biasanya dilakukan dalam berbagai bentuk, seperti berpuasa, memperbanyak ibadah malam (qiyamul lail), zikir, dan membaca doa-doa tertentu. Amalan ini diyakini mampu membersihkan jiwa, menenangkan hati, serta memperkuat keteguhan iman dan tawakal seseorang dalam menghadapi berbagai ujian hidup.
Dengan melaksanakan doa tirakat, seorang Muslim menunjukkan kesungguhan dan ketulusan niat dalam berdoa serta menjadikan dirinya lebih siap menerima takdir yang ditetapkan oleh Allah, baik yang sesuai harapan maupun tidak. Karena pada hakikatnya, tirakat bukan hanya tentang menggapai keinginan, tetapi juga tentang melatih diri untuk sabar, ikhlas, dan semakin yakin kepada kekuasaan-Nya.
Berikut rangkuman lengkap Anugerahslot Islamic untuk anda.
Tradisi Tirakat dalam Sejarah dan Ajaran Islam
Tirakat merupakan tradisi spiritual yang telah dipraktikkan sejak masa Nabi Muhammad SAW. Para sahabat Rasul dikenal sebagai pribadi yang senantiasa mengisi siangnya dengan puasa dan malam harinya dengan bermunajat serta memperbanyak ibadah kepada Allah SWT. Praktik ini kemudian diwariskan dan diteruskan oleh para ulama serta tokoh-tokoh spiritual Nusantara sebagai bagian dari upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
Dalam buku Nasihat-Nasihat Hikmah Para Sesepuh Nusantara, disebutkan bahwa tirakat merupakan jalan menuju kebahagiaan sejati. Seorang Muslim yang menjalani tirakat siap meninggalkan kemewahan dan kesenangan dunia demi meraih kehidupan akhirat yang abadi. Ini adalah bentuk pengorbanan jiwa dan raga yang mencerminkan kesungguhan dalam mencari ridha Allah SWT.
Pada intinya, tirakat mengajarkan kerelaan untuk hidup sederhana dan penuh kesabaran guna mengendalikan hawa nafsu. Mereka yang menapaki jalan ini percaya bahwa dengan menahan diri dari keinginan duniawi, mereka akan memperoleh kemuliaan di sisi Allah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Isra ayat 29, yang memperingatkan umat Islam agar tidak mengikuti hawa nafsu secara berlebihan, karena dapat menjerumuskan pada kesengsaraan dan penyesalan. Dengan demikian, tirakat menjadi salah satu bentuk nyata dalam mengamalkan ajaran tersebut melalui laku hidup yang penuh kesadaran dan pengendalian diri.
Mengenal Hizib Barqi: Doa Perlindungan dan Penguat Mental
Hizib merupakan kumpulan doa-doa pilihan yang disusun oleh para ulama dan tabi’in sebagai sarana memohon pertolongan Allah SWT dalam menghadapi berbagai persoalan, baik urusan dunia maupun akhirat. Amalan ini biasanya dibaca secara rutin (wirid) dan dipercaya memiliki manfaat yang luas, mulai dari perlindungan diri hingga pengabulan hajat tertentu. Salah satu hizib yang cukup dikenal dalam tradisi keislaman adalah Hizib Barqi.
Menurut buku The Secret of Santet karya A. Masruri dkk. (2010), Hizib Barqi memiliki keutamaan sebagai pelindung diri dari ancaman, baik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Bacaan hizib ini diyakini dapat melemahkan mental lawan, menutup indera pendengaran dan penglihatan mereka, serta meningkatkan kewibawaan bagi orang yang mengamalkannya. Oleh karena itu, pengamal Hizib Barqi sering kali disegani oleh kawan maupun lawan.
Agar manfaat dari Hizib Barqi dapat diraih secara maksimal, pengamalannya biasanya disertai dengan tirakat, seperti melakukan puasa tertentu atau amalan penunjang lainnya. Dalam buku Antologi NU karya Soeleiman Fadeli (2007), dijelaskan bahwa bacaan hizib umumnya mengandung untaian sholawat, kalimat thayyibah, serta dimulai dengan pembacaan dua kalimat syahadat sebagai bentuk penguatan tauhid sebelum memasuki doa utama.
Dengan niat yang ikhlas dan pengamalan yang konsisten, Hizib Barqi bukan hanya menjadi sarana spiritual, tetapi juga membentuk keteguhan batin dan keyakinan kepada Allah SWT sebagai satu-satunya tempat bergantung.
Panduan Mengamalkan Hizib Barqi: Bacaan, Arti, dan Tirakat
Sebelum memulai pengamalan Hizib Barqi, disarankan untuk membaca dua kalimat syahadat terlebih dahulu. Ini menjadi pembuka dan penguat niat, serta bentuk penegasan tauhid sebelum melantunkan doa-doa yang terkandung dalam hizib. Pengamalan Hizib Barqi biasanya dilakukan sebagai bagian dari tirakat, khususnya ketika seseorang memiliki hajat tertentu atau membutuhkan perlindungan spiritual.
Naruddu bikal a‘daa-a minkulli wijhatin, Wabil ismi narmihim minal bu‘di bis syatat. Fa anta raja’i ya ilahii wa sayyidi, Fafarriq lamimal jaisyi in raama bi ghalat.
Terjemahan (Arti):
“Dengan nama-Mu kami menolak musuh-musuh dari segala arah. Dengan nama Allah kami melempari mereka dari jauh dengan keceraiberaian. Engkau adalah tempat aku berharap, wahai Tuhanku dan Tuanku. Maka cerai-beraikanlah pasukan musuh, jika mereka berniat jahat kepadaku.”
Tirakat untuk Hizib Barqi
Agar memperoleh manfaat spiritual yang maksimal, hizib ini sering diamalkan bersamaan dengan tirakat tertentu. Salah satu bentuk tirakat yang dianjurkan adalah:
Puasa selama tujuh hari berturut-turut,
Dengan pantangan: tidak mengonsumsi makanan yang berasal dari makhluk bernyawa (seperti daging, ikan, atau unggas).
Tirakat ini bukan hanya bertujuan untuk menyucikan jiwa dan raga, tapi juga sebagai bentuk kesungguhan dalam memohon pertolongan Allah SWT.
Macam-Macam Hizib dan Khasiatnya dalam Doa Tirakat
Selain Hizib Barqi, dalam tradisi Islam—khususnya di kalangan para pencari jalan spiritual (salik)—terdapat berbagai jenis hizib yang diamalkan sebagai bentuk doa tirakat. Hizib-hizib ini disusun oleh para wali Allah, ulama sufi, atau tokoh tarekat, dan umumnya berisi ayat-ayat Al-Qur’an, dzikir, doa, serta shalawat. Tujuannya adalah memohon perlindungan, keberkahan, dan pertolongan Allah SWT dalam menghadapi beragam persoalan kehidupan.
Berikut beberapa hizib yang populer dan fadhilah (keutamaannya) masing-masing:
1. Hizib Abu Bakar Sakron
Hizib ini dikenal sebagai penangkal sihir, ilmu hitam, dan kejahatan manusia. Selain itu, hizib ini kerap diamalkan sebagai pagar gaib untuk menjaga rumah, kantor, hingga lahan pertanian dan perkebunan dari gangguan makhluk halus atau niat jahat manusia.
2. Hizib Al-Barri
Merupakan salah satu amalan dalam Tarekat Asy-Sadziliyah, Hizib Al-Barri berfungsi sebagai pelindung dan penyelamat dari berbagai bentuk marabahaya, baik yang terlihat maupun tidak. Diamalkan oleh mereka yang sering berada dalam perjalanan atau pekerjaan berisiko.
3. Hizib ‘Aly
Hizib ini diyakini memiliki keutamaan dalam memohon keselamatan, kekuatan spiritual, keberanian, dan kesaktian. Selain itu, ia juga dapat digunakan untuk melumpuhkan lawan, serta menangkal serangan sihir dan gangguan batin lainnya. Cocok diamalkan oleh mereka yang berada di garis depan konflik atau tanggung jawab berat.
4. Hizib Andarun
Berfungsi sebagai perisai batin dalam menghadapi permusuhan. Jika diamalkan oleh seseorang yang berada di pihak yang benar, lawan yang berniat jahat diyakini akan kehilangan kemampuannya untuk melihat, mendengar, berbicara, atau bergerak terhadap pengamal hizib tersebut.
5. Hizib Autad
Hizib ini dikenal membawa manfaat dalam urusan duniawi dan spiritual, seperti:
Memudahkan terkabulnya cita-cita,
Menambah karisma dan wibawa,
Melancarkan rezeki,
Serta melindungi dari bahaya yang datang dari manusia maupun makhluk halus.
Penutup
Setiap hizib memiliki kekhususan dan fadhilah tersendiri. Namun yang terpenting, pengamalan hizib harus dilakukan dengan niat yang tulus, keyakinan penuh, serta adab dan etika spiritual yang sesuai dengan syariat. Mengamalkan hizib juga termasuk dalam laku tirakat, yaitu bentuk kesungguhan hati seorang Muslim dalam mencari pertolongan Allah SWT melalui doa dan pengendalian diri.
Stylesphere – Sholat qobliyah Isya merupakan salah satu ibadah sunnah yang dikerjakan sebelum pelaksanaan sholat fardhu Isya. Meskipun hukumnya tidak wajib, sholat ini sangat dianjurkan bagi umat Islam karena berfungsi sebagai pelengkap dan penyempurna ibadah harian. Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan sholat sunnah ini adalah niat, yang menjadi penentu sah atau tidaknya suatu ibadah.
Pentingnya Niat dalam Sholat Qobliyah Isya
Niat adalah inti dari setiap ibadah. Dalam konteks sholat sunnah qobliyah Isya, niat menjadi penanda bahwa ibadah yang akan dilakukan adalah ibadah sunnah dua rakaat sebelum Isya, bukan ibadah lainnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan dalam jurnal Konsep Niat dalam Ibadah: Studi Fikih dan Psikologi Islam oleh Dedi Sutardi yang dimuat dalam Jurnal Al-Adyan (Vol. 13, No. 2, 2018). Dalam kajian tersebut, niat memiliki dua dimensi penting: aspek syar‘i dan aspek psikologis.
Secara syar‘i, niat berfungsi untuk membedakan jenis-jenis ibadah, termasuk sholat wajib dan sunnah.
Secara psikologis, niat merupakan bentuk kesadaran dan kesiapan jiwa seseorang dalam melaksanakan ibadah dengan penuh keikhlasan.
Dengan kata lain, niat bukan hanya sekadar ucapan, tetapi juga refleksi dari kesungguhan hati dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Berikut Anugerahslot islamic ulas selengkapnya niat sholat qobliyah isya melansir dari berbagai sumber, Sabtu (19/7/2025).
Tata Cara Sholat Qobliyah Isya
Sholat qobliyah Isya dilakukan sebanyak dua rakaat dan dikerjakan secara munfarid (sendirian), bukan berjamaah. Waktu pelaksanaannya adalah setelah adzan Isya berkumandang, tetapi sebelum sholat fardhu Isya didirikan. Berikut adalah contoh lafaz niat yang dapat dibaca dalam hati sebelum memulai sholat:
Ushalli sunnatal Isya qabliyatan rak‘ataini lillahi ta‘ala Artinya: Aku niat sholat sunnah qobliyah Isya dua rakaat karena Allah Ta‘ala.
Penting untuk diingat bahwa niat cukup dilafazkan di dalam hati, dan tidak harus diucapkan dengan lisan. Namun, sebagian ulama membolehkan pengucapan lisan sebagai bentuk membantu konsentrasi dan penguatan niat di dalam hati.
Keutamaan dan Manfaat Sholat Qobliyah Isya
Walaupun tidak sepopuler sholat sunnah rawatib lainnya seperti qobliyah Subuh atau ba’diyah Maghrib, sholat sunnah sebelum Isya tetap memiliki nilai keutamaan. Di antara manfaatnya:
Melatih kedisiplinan dan keikhlasan dalam menjalankan ibadah tanpa pamrih atau paksaan.
Menambah pahala dan memperbanyak amalan sunnah.
Menyempurnakan kekurangan dalam sholat wajib, sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits bahwa sholat sunnah berfungsi sebagai pelengkap jika ada kekurangan dalam sholat fardhu.
Dengan memahami makna dan tata cara sholat qobliyah Isya, seorang Muslim diharapkan dapat lebih khusyuk dan istiqamah dalam memperbanyak amal ibadah sunnah. Meskipun tidak diwajibkan, pelaksanaan sholat sunnah ini menjadi salah satu bentuk kecintaan seorang hamba kepada Rabb-nya.
Memahami Status Sholat Qobliyah Isya: Sunnah Ghairu Muakkadah yang Tetap Bermakna
Sholat qobliyah Isya merupakan salah satu bentuk ibadah sunnah yang dilakukan sebelum pelaksanaan sholat fardhu Isya. Meskipun termasuk dalam kelompok sholat sunnah rawatib, statusnya berbeda dengan rawatib yang sangat dianjurkan (muakkadah). Ibadah ini tetap memiliki nilai dan keutamaan tersendiri meskipun tidak termasuk kebiasaan rutin Rasulullah ﷺ.
Klasifikasi Sholat Sunnah Rawatib
Dalam karya besar Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab karya Imam Nawawi, dijelaskan bahwa sholat rawatib terbagi menjadi dua kategori utama:
Muakkadah (sangat dianjurkan): sholat sunnah yang secara konsisten dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ dan memiliki dasar yang kuat dalam hadits shahih.
Ghairu muakkadah (tidak terlalu ditekankan): sholat sunnah yang terkadang dilakukan Nabi, namun tidak secara rutin, atau tidak ada riwayat yang kuat menyatakan bahwa beliau selalu mengerjakannya.
Sholat qobliyah Isya masuk dalam kategori yang kedua. Menurut Imam Nawawi, tidak terdapat dalil yang shahih dan tegas yang menyatakan bahwa Nabi ﷺ senantiasa melaksanakan sholat sunnah sebelum Isya. Oleh karena itu, ibadah ini tidak tergolong sunnah muakkadah.
Hadis Tentang Sholat Rawatib
Dasar klasifikasi ini merujuk pada hadis shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dalam hadis tersebut, Nabi ﷺ menyebutkan sholat rawatib muakkadah sebagai berikut:
Dua rakaat sebelum Subuh.
Dua rakaat sebelum dan dua sesudah Zuhur.
Dua rakaat setelah Maghrib.
Dua rakaat setelah Isya.
Tidak disebutkan adanya sholat sunnah sebelum Isya dalam daftar tersebut, sehingga ulama menyimpulkan bahwa qobliyah Isya bukan termasuk dalam sunnah yang ditekankan.
Bolehkah Melaksanakan Sholat Qobliyah Isya?
Meskipun tidak tergolong sunnah muakkadah, bukan berarti sholat qobliyah Isya tidak boleh dilakukan. Dalam Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, disebutkan bahwa meskipun Nabi ﷺ tidak menjadikannya kebiasaan tetap, tidak ada larangan untuk melakukannya. Seorang Muslim yang ingin melaksanakan sholat sunnah dua rakaat sebelum Isya tetap boleh melakukannya, selama diniatkan sebagai bentuk pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah SWT.
Ini sejalan dengan prinsip umum dalam ibadah: selama tidak ada larangan, amalan sunnah yang dilakukan dengan niat yang ikhlas tetap memiliki nilai pahala dan mendekatkan diri kepada Allah.
Kesimpulan
Sholat qobliyah Isya memang tidak termasuk dalam kategori sunnah rawatib muakkadah karena tidak ada dalil kuat yang menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ rutin mengerjakannya. Namun, sholat ini tetap bisa dilakukan sebagai bentuk amalan sunnah yang bernilai taqarrub kepada Allah SWT. Bagi siapa saja yang ingin menambah pahala dan memperkuat hubungan spiritualnya, melaksanakan dua rakaat sebelum Isya bisa menjadi salah satu upaya ibadah yang bermanfaat.
Niat Sholat Qobliyah Isya: Pentingnya dan Contoh Bacaan
Sholat qobliyah Isya adalah ibadah sunnah yang dikerjakan sebelum sholat fardhu Isya. Meskipun tidak wajib, pelaksanaannya sangat dianjurkan bagi mereka yang ingin memperbanyak amalan sunnah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Salah satu rukun utama yang tidak boleh ditinggalkan dalam sholat ini—seperti halnya pada sholat lainnya—adalah niat.
Pentingnya Niat dalam Sholat
Niat merupakan elemen esensial dalam setiap ibadah, termasuk dalam sholat sunnah seperti qobliyah Isya. Fungsi utama niat adalah untuk membedakan antara satu jenis ibadah dengan ibadah lainnya serta memastikan bahwa ibadah dilakukan dengan kesadaran dan tujuan yang jelas.
Tanpa niat, sholat dianggap tidak sah menurut mayoritas ulama fikih. Oleh karena itu, memahami dan menghadirkan niat dalam hati sebelum memulai sholat menjadi hal yang sangat penting.
Bacaan Niat Sholat Qobliyah Isya
Berikut adalah contoh bacaan niat sholat qobliyah Isya yang biasa digunakan:
Artinya: Aku niat sholat sunnah sebelum Isya dua rakaat karena Allah Ta‘ala.
Niat dalam Hati dan Pelafalan Lisan
Dalam buku Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, dijelaskan bahwa niat cukup dilakukan dalam hati tanpa harus dilafalkan. Yang terpenting adalah menghadirkan kesadaran akan jenis sholat, jumlah rakaat, dan waktu pelaksanaannya. Contoh niat dalam hati bisa berbunyi: “Saya niat sholat sunnah sebelum Isya dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
Namun, jika ingin dilafalkan sebagai bentuk kebiasaan atau upaya untuk membantu menghadirkan kekhusyukan, sebagian ulama memperbolehkannya. Berikut contoh lafaz niat secara lisan yang biasa digunakan:
Latin: Ushalli sunnatal qabliyyati lil ‘isya’i rak‘ataini lillahi ta‘ala.
Perlu dicatat bahwa pelafalan niat seperti ini tidak pernah diajarkan secara eksplisit oleh Rasulullah ﷺ, namun sejumlah ulama memperbolehkannya sebagai sarana membantu kehadiran hati dalam ibadah.
Kesimpulan
Niat adalah rukun yang sangat penting dalam pelaksanaan sholat qobliyah Isya. Meskipun sholat ini bersifat sunnah, niat tetap harus dihadirkan dengan benar agar ibadah diterima di sisi Allah SWT. Melakukannya dengan kesadaran dan ketulusan hati menjadikan sholat sunnah ini bernilai lebih sebagai bentuk pendekatan diri kepada Sang Pencipta.
Hukum Sholat Qobliyah Isya: Antara Sunnah Ghairu Muakkadah dan Ibadah yang Mubah
Sholat qobliyah Isya menjadi salah satu topik yang menarik dalam pembahasan fikih Islam, khususnya dalam konteks hukum dan status kesunnahannya. Meskipun tidak sepopuler sholat sunnah rawatib lainnya seperti sebelum Subuh atau sebelum dan sesudah Zuhur, sholat ini tetap memiliki tempat dalam khazanah ibadah sunnah umat Islam.
Perbedaan Pandangan Ulama tentang Status Hukum
Secara umum, banyak ulama yang tidak memasukkan sholat qobliyah Isya ke dalam kategori sunnah muakkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan rutin dikerjakan oleh Nabi Muhammad ﷺ. Sebaliknya, sholat ini lebih sering diklasifikasikan sebagai sunnah ghairu muakkadah atau bahkan sebagai ibadah mubah, yakni diperbolehkan namun tidak ditekankan.
Hal ini selaras dengan temuan dalam artikel berjudul “Analisis Sholat Sunnah Rawatib dalam Pandangan Ulama Mazhab” oleh Ahmad Khoirul Umam yang dipublikasikan dalam Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin (Volume 17, No. 2, 2018). Dalam artikel tersebut dijelaskan bahwa:
“Tidak ada kesepakatan (ijma’) dari para ulama tentang adanya sholat sunnah khusus sebelum Isya yang dilakukan secara rutin.”
Namun, sebagian ulama dari mazhab Syafi’i dan Hanbali membolehkan pelaksanaan sholat sunnah sebelum Isya berdasarkan dalil umum tentang keutamaan memperbanyak sholat sunnah. Dengan kata lain, meskipun tidak ada riwayat kuat yang menyebut Nabi ﷺ secara konsisten melakukannya, melaksanakan sholat ini tetap diperbolehkan sebagai bentuk pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah.
Pandangan Berbeda: Sholat Qobliyah Isya sebagai Sunnah Muakkadah
Di sisi lain, dalam buku Kumpulan Risalah Bimbingan Sholat Lengkap karya Muhajir dan Abdul Gani Asykur (1989: hlm. 71), sholat qobliyah Isya justru dikategorikan sebagai sunnah muakkadah. Artinya, pelaksanaannya sangat dianjurkan karena dianggap menyempurnakan amalan sholat fardhu. Pandangan ini memperlihatkan adanya keberagaman pendapat di kalangan ulama maupun literatur keislaman klasik dan kontemporer.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan bahwa penilaian terhadap hukum ibadah sunnah seperti qobliyah Isya sangat bergantung pada metode istinbath (penggalian hukum) yang digunakan oleh para ulama, serta kekuatan dalil yang dijadikan dasar.
Jumlah Rakaat dan Waktu Pelaksanaan
Jika dikerjakan, sholat qobliyah Isya umumnya dilakukan sebanyak dua rakaat. Namun, sebagian pendapat menyebutkan bahwa boleh dikerjakan hingga empat rakaat, terutama jika diniatkan sebagai sholat sunnah mutlak atau sunnah ghairu muakkadah. Waktu pelaksanaannya adalah setelah adzan Isya dan sebelum dimulainya sholat fardhu Isya.
Kesimpulan
Sholat qobliyah Isya tidak termasuk dalam daftar sholat sunnah rawatib muakkadah berdasarkan mayoritas pandangan ulama. Namun, pelaksanaannya tetap diperbolehkan dan bernilai ibadah apabila dilakukan dengan niat yang ikhlas. Perbedaan pandangan dalam hal ini menunjukkan fleksibilitas fikih Islam dalam menyikapi ibadah sunnah berdasarkan dalil yang ada. Bagi umat Muslim yang ingin memperbanyak amal kebaikan, sholat sunnah sebelum Isya dapat menjadi salah satu bentuk ibadah yang mendatangkan pahala dan keberkahan.
Tata Cara Sholat Qobliyah Isya yang Benar
Sholat qobliyah Isya merupakan ibadah sunnah dua rakaat yang dilaksanakan sebelum sholat fardhu Isya. Meski tidak tergolong sunnah muakkadah, sholat ini tetap dianjurkan bagi Muslim yang ingin memperbanyak amal kebaikan. Dari segi pelaksanaan, tata cara sholat qobliyah Isya pada dasarnya sama seperti sholat sunnah dua rakaat lainnya, dengan perbedaan utama terletak pada niat.
Syarat Sebelum Memulai Sholat
Sebelum melaksanakan sholat, pastikan beberapa syarat telah terpenuhi:
Berwudhu dan suci dari hadas kecil maupun besar.
Pakaian dan tubuh bersih dari najis.
Menutup aurat dengan pakaian yang layak.
Menghadap kiblat.
Mengetahui waktu sholat Isya telah masuk.
Langkah-langkah Pelaksanaan Sholat Qobliyah Isya
Berikut adalah urutan tata cara sholat qobliyah Isya dua rakaat:
Berdiri Tegak Menghadap Kiblat Siapkan diri dengan khusyuk, kemudian niatkan sholat di dalam hati. Niat ini dapat pula dilafalkan sebagai bentuk penguatan niat.
Takbiratul Ihram Angkat kedua tangan setinggi telinga sambil mengucapkan Allahu Akbar. Ini menandai dimulainya sholat.
Membaca Doa Iftitah (sunnah, boleh dibaca): “Subhanakallahumma wa bihamdika…”
Membaca Surah Al-Fatihah Wajib dibaca di setiap rakaat sebagai rukun sholat.
Membaca Surah Pendek Pilih salah satu surah pendek dari Al-Qur’an, misalnya Al-Ikhlas, Al-Asr, atau lainnya.
Rukuk dengan Tuma’ninah Membungkuk dengan tangan memegang lutut, punggung lurus, dan membaca Subhana rabbiyal ‘azhim (tiga kali).
I’tidal Bangkit dari rukuk sambil membaca Sami‘allahu liman hamidah, rabbana lakal hamd.
Sujud Pertama Sujud dengan tuma’ninah sambil membaca Subhana rabbiyal a‘la (tiga kali).
Duduk di Antara Dua Sujud Duduk dengan tenang sambil membaca Rabbighfirli warhamni…
Sujud Kedua Ulangi sujud seperti sebelumnya.
Bangkit ke Rakaat Kedua Ulangi seluruh bacaan dan gerakan dari poin 4 sampai 10.
Tasyahud Akhir Setelah sujud kedua di rakaat kedua, duduk tasyahud dan membaca doa tasyahud akhir.
Salam Akhiri sholat dengan menoleh ke kanan dan kiri sambil mengucapkan Assalamu’alaikum warahmatullah.
Kesimpulan
Sholat qobliyah Isya adalah ibadah ringan namun bernilai yang bisa menjadi penambah pahala sekaligus penyempurna sholat fardhu. Meskipun tidak diwajibkan, melakukannya dengan penuh keikhlasan merupakan bentuk cinta kepada ibadah dan usaha mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Keutamaan Sholat Qobliyah Isya: Antara Pahala, Spiritualitas, dan Keseimbangan Jiwa
Sholat qobliyah Isya, meskipun tidak tergolong dalam kategori sunnah rawatib muakkadah, tetap memiliki berbagai keutamaan yang diakui dalam literatur fikih dan kajian keislaman. Ibadah sunnah ini bukan hanya bernilai pahala, tetapi juga memiliki dampak spiritual dan psikologis yang signifikan bagi pelakunya. Berikut beberapa alasan mengapa sholat sunnah sebelum Isya tetap layak untuk diamalkan:
1. Bernilai Ibadah dan Berpahala Berdasarkan Hadis Umum
Dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, Imam Nawawi tidak memasukkan sholat qobliyah Isya dalam daftar sholat sunnah rawatib muakkadah. Namun, hal ini tidak meniadakan nilai ibadah dari sholat tersebut. Hadis Nabi Muhammad ﷺ menyatakan:
“Sholat yang paling utama setelah sholat wajib adalah sholat malam.” (HR. Muslim No. 1163)
Hadis ini dipahami oleh para ulama sebagai dalil umum bahwa seluruh sholat sunnah di luar yang bersifat muakkadah tetap berpahala, selama dilakukan bukan pada waktu-waktu yang dilarang. Dengan demikian, sholat qobliyah Isya, meskipun tidak secara eksplisit disebutkan sebagai kebiasaan Nabi ﷺ, tetap bernilai sebagai ibadah sunnah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Menambah Amal dan Menambal Kekurangan Sholat Wajib
Dalam Fiqh Sunnah, Sayyid Sabiq menyebut bahwa tidak ditemukan riwayat yang kuat menunjukkan Nabi ﷺ secara rutin melaksanakan sholat sunnah sebelum Isya. Namun, beliau menekankan bahwa sholat sunnah secara umum dianjurkan sebagai sarana untuk menambah amal ibadah dan memperbaiki kekurangan yang mungkin terjadi dalam sholat fardhu.
Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah ﷺ:
“Amal manusia yang pertama dihisab adalah sholat… Jika terdapat kekurangan, Allah berfirman: ‘Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki sholat sunnah?’ Maka sholat sunnah itu akan menyempurnakan kekurangan sholat wajibnya.” (HR. Abu Dawud No. 864, dinilai hasan oleh Al-Albani)
Sholat qobliyah Isya dapat berfungsi sebagai pelengkap dan penambal jika ada kekurangan dalam pelaksanaan sholat fardhu Isya. Ini menegaskan pentingnya menjaga konsistensi dalam mengerjakan sholat sunnah.
3. Memperkuat Karakter Spiritual dan Psikologis
Lebih dari sekadar rutinitas ibadah, sholat sunnah seperti qobliyah Isya memiliki dampak positif pada aspek psikologis dan spiritual seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurul Hidayati, dimuat dalam Jurnal Ilmiah Islam Fitrah (Vol. 2, No. 1, 2020), ditemukan bahwa mahasiswa yang rutin mengerjakan sholat sunnah sebelum atau sesudah sholat fardhu menunjukkan tingkat ketenangan jiwa dan kedisiplinan yang lebih tinggi.
Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sholat sunnah berkontribusi dalam pembentukan karakter yang lebih stabil secara emosional dan lebih dekat secara spiritual kepada Allah. Dengan kata lain, keutamaan sholat qobliyah Isya tidak hanya berkaitan dengan pahala di akhirat, tetapi juga membawa manfaat nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kesimpulan
Sholat qobliyah Isya meskipun bukan sunnah yang sangat ditekankan, tetap memiliki berbagai keutamaan dari segi pahala, perbaikan amal, hingga pengaruh positif terhadap karakter dan ketenangan jiwa. Melaksanakannya secara rutin adalah bentuk kesungguhan dalam memperbaiki diri dan memperkuat ikatan spiritual kepada Allah SWT.
Di Mana Sebaiknya Sholat Qobliyah Isya Dilaksanakan? Ini Penjelasannya
Pertanyaan tentang tempat terbaik untuk melaksanakan sholat sunnah qobliyah Isya kerap menjadi bahan diskusi di kalangan umat Muslim. Walaupun masjid merupakan tempat yang mulia untuk beribadah, Islam memberikan anjuran khusus terkait lokasi pelaksanaan sholat sunnah, termasuk sholat qobliyah Isya.
Anjuran Rasulullah SAW: Sholat Sunnah di Rumah
Dalam Buku Super Lengkap Shalat Sunah karya Ubaidurrahim El-Hamdy, dijelaskan bahwa tempat paling utama (afdhal) untuk melaksanakan sholat rawatib—baik sebelum (qobliyah) maupun setelah (ba’diyah) sholat fardhu—adalah di rumah. Hal ini mengikuti contoh langsung dari Rasulullah ﷺ, yang biasa mengerjakan sholat-sholat sunnah di kediaman beliau, bukan di masjid.
Anjuran ini ditegaskan dalam sabda Rasulullah ﷺ:
“Jadikanlah sholat (sunnah) kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti kuburan.” (HR. Bukhari)
Hadis ini mengandung peringatan agar rumah tidak kosong dari cahaya ibadah. Menjadikan rumah sebagai tempat sholat sunnah akan menjadikannya penuh berkah dan kehidupan spiritual.
Dalam riwayat lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sebaik-baik sholat seseorang adalah sholat di rumahnya, kecuali sholat wajib.” (HR. Bukhari dan Ahmad)
Hadis ini memperkuat pemahaman bahwa semua jenis sholat sunnah, termasuk qobliyah Isya, lebih utama dilakukan di rumah—selama tidak ada halangan seperti sempitnya tempat atau gangguan lain.
Keutamaan Melaksanakan Sholat Sunnah di Rumah
Melaksanakan sholat sunnah seperti qobliyah Isya di rumah memiliki beberapa keutamaan:
Menghidupkan suasana spiritual dalam rumah. Rumah yang digunakan untuk beribadah akan terasa lebih tenteram dan jauh dari energi negatif.
Menjauhkan diri dari riya’. Sholat di rumah lebih tersembunyi dari pandangan orang lain, sehingga meminimalkan potensi munculnya rasa ingin dipuji.
Meneladani sunnah Nabi Muhammad ﷺ. Dengan mencontoh kebiasaan Rasul, seorang Muslim menempatkan ibadahnya pada derajat yang lebih utama.
Kesimpulan
Meskipun sah dan boleh dilakukan di masjid, sholat sunnah qobliyah Isya—seperti halnya sholat rawatib lainnya—lebih dianjurkan untuk dilakukan di rumah. Ini sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ yang menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah di rumah agar tidak menyerupai kuburan yang sunyi dari dzikir. Dengan menghidupkan rumah melalui ibadah sunnah, seorang Muslim tidak hanya mengejar pahala, tetapi juga membangun suasana spiritual yang berkah dalam lingkungan keluarganya.
Stylesphere – Pencarian mengenai doa ASAD kerap memunculkan pertanyaan tentang asal-usul, struktur, serta kedudukannya dalam ajaran Islam. Perlu diketahui, doa ini bukan merupakan bagian dari doa-doa baku yang secara eksplisit tercantum dalam Al-Qur’an maupun hadis. Sebaliknya, doa ASAD merupakan bentuk ekspresi spiritual yang tumbuh dari nilai-nilai budaya dan identitas organisasi, khususnya dalam lingkungan Perguruan Silat Nasional Ampuh, Sehat, Aman, Damai (Persinas ASAD).
Dalam lingkup Persinas ASAD, doa ini tidak sekadar menjadi rangkaian kata permohonan, melainkan sarana internalisasi nilai-nilai luhur seperti disiplin, kekuatan moral, dan keseimbangan batin. Doa ASAD biasanya dibacakan sebelum dan sesudah sesi latihan, sebagai pengingat bahwa setiap gerakan silat bukan hanya tentang kekuatan fisik, tetapi juga harus dilandasi dengan niat yang ikhlas dan hati yang bersih.
Kalimat-kalimat dalam doa ini mencerminkan harapan akan kekuatan yang tidak hanya “ampuh,” tetapi juga dibingkai dalam semangat “sehat, aman, dan damai” — sejalan dengan makna akronim ASAD itu sendiri. Menariknya, tidak ada satu versi tunggal dari doa ASAD yang berlaku secara nasional. Setiap cabang atau generasi perguruan silat bisa saja memiliki redaksi doa yang sedikit berbeda, tergantung pada latar belakang budaya lokal atau penekanan nilai-nilai tertentu dalam ajarannya.
Menurut H. Hamdan Hamedan, MA dalam bukunya Koleksi Doa & Zikir Pilihan untuk Perlindungan Diri, setiap bentuk doa yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan bertujuan untuk memperkuat ketakwaan kepada Allah SWT tetap memiliki nilai ibadah. Selama kandungan doa tersebut tidak mengandung unsur syirik dan tetap sejalan dengan prinsip-prinsip akidah Islam, maka doa seperti ASAD bisa menjadi sarana spiritual yang sah dan bermakna.
Dengan demikian, doa ASAD dapat dipahami sebagai bentuk spiritualitas kontekstual — lahir dari lingkungan pencak silat, namun tetap berpijak pada niat yang lurus dan semangat pengabdian kepada Tuhan. Ia menjadi bagian dari praktik hidup yang menggabungkan aspek fisik, mental, dan spiritual secara harmonis.
Berikut ini Anugerahslot islami ulas selengkapnya, Jum’at (18/7/2025).
Bacaan Doa Asad dalam Bahasa Arab, Latin, dan Artinya
Berikut ini bacaab doa ASAD yang bisa anda amalkan sehari-hari:
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Semoga Allah memberikan rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad.
Dengan menyebut nama Allah, aku pasrah kepada Allah.
Dengan nama Allah, zat yang tidak bisa memudaratkan beserta nama-Nya, apapun yang ada di bumi dan tidak memudaratkan apapun yang ada di langit. Dia, Allah, zat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Tidak ada daya dan upaya, serta tidak ada kekuatan kecuali hanya dari Allah, zat yang Maha Luhur dan Maha Besar.
Ya Allah, bukakanlah untukku hikmah-Mu, dan bentangkanlah atasku rahmat-Mu, wahai zat yang memiliki kemuliaan dan keagungan.
Ya Allah, semoga Engkau mencukupkan aku dari mereka dengan apa yang Engkau kehendaki.
Ya Allah, berikanlah padaku kesehatan dan kekuatan dari sisi-Mu.
Dan semoga Engkau menolong aku dari musuh-musuhku.
Dan semoga Engkau memperkuat langkahku dalam menghadapi orang-orang yang hendak merusak aku.
Ya Allah, semoga Engkau memberikan rahmat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, dan segala puji bagi Allah.”
Makna Doa dalam Tradisi Persinas ASAD
Persinas ASAD merupakan salah satu perguruan silat terkemuka di Indonesia yang dikenal memiliki filosofi dan nilai-nilai khas dalam pembinaan anggotanya. Nama ASAD sendiri merupakan akronim dari Ampuh, Sehat, Aman, Damai—sebuah semboyan yang tidak sekadar menjadi identitas, tetapi juga menjadi prinsip hidup yang dijunjung tinggi oleh seluruh keluarga besar perguruan ini.
Dalam praktik sehari-hari, salah satu aspek penting yang membedakan Persinas ASAD adalah keberadaan doa ASAD, yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan latihan. Doa ini biasanya dibacakan sebelum dan sesudah sesi latihan sebagai bentuk permohonan kepada Tuhan agar setiap aktivitas berlangsung dengan keberkahan, keselamatan, dan kekuatan spiritual.
Lebih dari itu, doa ASAD berfungsi sebagai media pembinaan mental dan karakter. Melalui pengucapannya secara rutin, para pesilat didorong untuk senantiasa menanamkan semangat positif, sikap rendah hati, dan nilai juang yang selaras dengan visi-misi Persinas ASAD.
Dengan demikian, doa ini bukan hanya bentuk ritual, tetapi juga wujud komitmen spiritual dalam menyeimbangkan kekuatan fisik dan kekuatan batin, menjadikan latihan silat sebagai sarana pembentukan pribadi yang tangguh, beretika, dan beriman.
Stylesphere – Dalam menjalani kehidupan, setiap manusia tak luput dari kesalahan dan dosa. Sebagai umat Muslim, Allah SWT memberikan jalan untuk memperbaiki diri dan memohon ampunan melalui taubat, salah satunya dengan melaksanakan sholat taubat.
Sholat taubat merupakan ibadah sunnah yang sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang merasa telah melakukan kesalahan dan ingin kembali mendekat kepada Allah. Berikut rangkuman lengkap dari Anugerahslot islamic.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 31:
Artinya: “Bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung.”
Kapan Waktu Sholat Taubat yang Utama?
Sholat taubat dapat dilakukan kapan saja, terutama setelah menyadari kesalahan dan merasa bersalah atas perbuatan dosa. Namun, ada waktu-waktu yang lebih utama untuk melaksanakannya:
Malam hari, khususnya sepertiga malam terakhir
Setelah sholat Isya dan sebelum Subuh
Setelah melakukan dosa atau maksiat, segera setelah menyesalinya
Catatan: Sholat taubat tidak dianjurkan dilakukan pada waktu-waktu yang dilarang untuk sholat, seperti saat matahari terbit, tepat di tengah hari, dan saat matahari terbenam.
Tata Cara Sholat Taubat
Sertai taubat dengan komitmen kuat untuk tidak mengulangi dosa yang sama.
Niat dalam hati untuk melaksanakan sholat taubat.
Melaksanakan dua rakaat sholat sunnah seperti biasa.
Setelah sholat, lanjutkan dengan memohon ampunan kepada Allah secara tulus dan bersungguh-sungguh.
Bacalah istighfar berulang-ulang, misalnya: Astaghfirullahal ‘adzim, alladzi la ilaha illa Huwal Hayyul Qayyum wa atubu ilaih.
Penutup
Sholat taubat adalah bentuk pengakuan dan kerendahan hati seorang hamba di hadapan Tuhannya. Allah Maha Pengampun dan selalu membuka pintu taubat selama nyawa belum sampai di tenggorokan.
Jadi, jangan tunda taubat. Segera kembali kepada Allah, karena keberuntungan sejati adalah milik mereka yang terus berusaha memperbaiki diri.
Pengertian dan Keutamaan Sholat Taubat
Sholat taubat adalah sholat sunnah yang dikerjakan dengan niat memohon ampunan kepada Allah SWT atas dosa dan kesalahan yang telah diperbuat. Ibadah ini menjadi wujud penyesalan yang mendalam serta tekad yang kuat untuk meninggalkan perbuatan maksiat dan kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi dari Abu Bakar Ash-Shiddiq RA, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seorang hamba melakukan dosa, lalu ia berwudhu dengan sempurna, kemudian mendirikan sholat dua rakaat dan memohon ampun kepada Allah, melainkan Allah akan mengampuninya.” Kemudian Rasulullah membaca ayat: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat Allah lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari Allah?” (QS. Ali Imran: 135)
Hadis ini menunjukkan bahwa sholat taubat adalah jalan spiritual yang kuat untuk menghapus dosa, asalkan dilakukan dengan penuh keikhlasan dan penyesalan yang tulus.
Hukum Sholat Taubat
Para ulama sepakat bahwa sholat taubat hukumnya sunnah, yakni sangat dianjurkan bagi siapa pun yang merasa telah melakukan kesalahan atau dosa. Namun, bertaubat itu sendiri hukumnya wajib bagi setiap muslim. Artinya, setiap kali seorang hamba menyadari dosanya, ia wajib segera bertaubat dan tidak menundanya.
Syekh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menegaskan bahwa menunda taubat adalah dosa tersendiri yang juga perlu ditaubati. Ini memperjelas betapa pentingnya kesegeraan dalam kembali kepada Allah setelah berbuat salah.
Makna Taubat dan Tujuan Sholat Taubat
Secara bahasa, taubat berarti kembali — yakni kembali dari jalan yang salah menuju jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam konteks ibadah, taubat mencerminkan usaha sadar seorang hamba untuk memperbaiki diri, memperkuat iman, dan menjauhi dosa.
Sholat taubat menjadi media untuk melengkapi proses taubat tersebut. Ia tidak hanya bentuk permohonan ampun, tetapi juga bentuk komitmen spiritual untuk meninggalkan dosa, memperbaiki diri, dan meraih ampunan Allah dengan kerendahan hati.
Kapan Waktu Terbaik Melaksanakan Sholat Taubat?
Sholat taubat adalah salah satu bentuk ibadah sunnah yang dapat dilakukan kapan saja, baik di siang maupun malam hari. Namun, terdapat waktu-waktu tertentu yang diharamkan untuk sholat, sehingga sholat taubat tidak boleh dikerjakan saat itu.
Menurut kajian Almas Abyan al-Fatih dalam el-Sunnah: Jurnal Kajian Hadis dan Integrasi Ilmu (2024), waktu-waktu yang diharamkan untuk melaksanakan sholat adalah:
Saat fajar kedua (masuk waktu Subuh) hingga terbit matahari.
Saat matahari terbit hingga naik sepenggalah.
Saat matahari tepat di tengah langit (zawal) menjelang Dzuhur.
Saat matahari mulai terbenam hingga masuk waktu Maghrib.
Sepertiga Malam Terakhir: Waktu Paling Mustajab
Meskipun sholat taubat bisa dikerjakan kapan saja (di luar waktu terlarang), para ulama menyepakati bahwa sepertiga malam terakhir adalah waktu paling utama untuk memohon ampunan kepada Allah SWT.
Penelitian tentang Praktik Thariqah Naqsyabandiyah di Malang menyebutkan bahwa sepertiga malam terakhir adalah saat paling mustajab untuk berdoa dan bertaubat, karena pada waktu tersebut Allah SWT membuka pintu rahmat-Nya selebar-lebarnya.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari:
“Tuhan kita Tabaraka wa Ta’ala turun ke langit dunia setiap malam ketika sepertiga malam terakhir, lalu berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Dan siapa yang memohon ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.’” (HR. Bukhari, no. 1145)
Hadis ini menjadi dalil kuat bahwa taubat dan doa yang dipanjatkan di sepertiga malam terakhir memiliki kemungkinan besar untuk dikabulkan.
Pandangan Imam Al-Ghazali
Dalam kitab klasik Ihya’ Ulumiddin, Imam Al-Ghazali menjelaskan keutamaan sepertiga malam terakhir sebagai waktu paling mulia untuk beribadah. Ia menulis:
“Waktu yang paling utama untuk beribadah di malam hari adalah sepertiga malam terakhir, karena pada saat itu hati lebih tenang, pikiran lebih jernih, dan kesungguhan lebih mudah diraih.” (Ihya’ Ulumiddin, Juz I, Bab Qiyamul Lail)
Imam Al-Ghazali menambahkan bahwa sholat malam, termasuk sholat taubat, yang dilakukan dalam suasana hening dan penuh khusyuk ini berpotensi lebih besar diterima, karena bertepatan dengan turunnya rahmat dan ampunan Allah SWT.
Keistimewaan Sholat Taubat di Sepertiga Malam Menurut Ulama dan Sains
Sholat taubat merupakan salah satu bentuk ibadah yang mencerminkan penyesalan mendalam atas dosa, serta tekad kuat untuk kembali kepada Allah SWT. Meskipun bisa dikerjakan kapan saja, para ulama dan bahkan kalangan ilmuwan sepakat bahwa sepertiga malam terakhir adalah waktu paling istimewa untuk melaksanakannya.
Pandangan Ilmiah Modern
Dalam jurnal Journal of Religion and Health oleh Abdullahi, S. (2018) berjudul “The Psychospiritual Benefits of Night Prayers in Islam”, dijelaskan bahwa bangun malam untuk berdoa atau sholat memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan jiwa. Secara biologis, waktu menjelang subuh menciptakan suasana paling kondusif untuk merenung, menenangkan diri, dan mendekat kepada Tuhan. Ketenangan ini dapat menstabilkan emosi dan mengurangi stres, sehingga menjadikan sholat malam sebagai terapi spiritual yang efektif.
Penjelasan Ulama dalam Kitab-Kitab Klasik
Dalam kitab Fiqh Sunnah karya Sayyid Sabiq, disebutkan bahwa:
“Sholat taubat terdiri dari dua rakaat yang dilakukan dengan penuh penyesalan dan niat untuk tidak mengulangi dosa. Waktu terbaiknya adalah malam hari, khususnya di sepertiga malam terakhir.” (Fiqh Sunnah, Juz II, hal. 51)
Pandangan ini diperkuat oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam karya monumentalnya Madarij as-Salikin. Ia menulis:
“Waktu terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah adalah pada saat manusia tidur lelap dan jiwa dalam keadaan paling tenang, yaitu sepertiga malam terakhir.” (Madarij as-Salikin, Jilid II, hal. 73)
Hal ini menunjukkan bahwa di saat mayoritas manusia terlelap, justru pintu-pintu langit terbuka lebar bagi mereka yang ingin bertaubat dan mendekatkan diri kepada-Nya.
Kesimpulan: Harmoni Ilmu dan Iman
Dari berbagai pandangan ulama dan bukti ilmiah, dapat disimpulkan bahwa sholat taubat di sepertiga malam terakhir bukan hanya dianjurkan secara agama, tetapi juga bermanfaat secara psikologis. Waktu ini menjadi momen spiritual yang sangat istimewa untuk memperbaiki hubungan dengan Allah SWT, memperkuat mental, dan meraih ketenangan jiwa.
Tata Cara Memohon Ampunan Melalui Sholat Taubat
Tata cara sholat taubat pada dasarnya sama dengan sholat sunnah lainnya, yaitu terdiri dari dua rakaat. Buku Panduan Tata Cara Sholat Taubat Nasuha (Mutia Nurul Syahrani, 2018) menyebutkan urutan pelaksanaannya secara rinci, dimulai dengan niat.
Niat sholat taubat diucapkan dalam hati atau dilafalkan, yaitu: “Ushalli sunnatat taubati rak‘ataini lillahi ta‘āla”.
Setelah itu, dilanjutkan dengan takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca surat Al-Fatihah dan surat pendek, rukuk, sujud, tasyahud, dan salam. Setelah selesai sholat, dianjurkan untuk membaca istighfar dan doa taubat. Bekal Islam menyatakan bahwa sholat taubat mengikuti rukun shalat sunnah lainnya, tapi niat menjadi inti utama praktik ini.
Berikut adalah bacaan istighfar yang dianjurkan setelah melaksanakan sholat taubat:
Artinya: ‘Aku meminta pengampunan kepada Allah yang tidak ada tuhan selain Dia Yang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri dan aku bertaubat kepada-Nya.’ Bacaan istighfar ini hendaknya diucapkan sebanyak 100 kali sambil diresapi artinya dalam hati dengan setulus-tulusnya.
Keutamaan Sholat Taubat
Sholat taubat memiliki banyak keutamaan bagi umat Muslim yang melaksanakannya.
Pengampunan Dosa Secara Langsung
Salah satu keutamaan sholat taubat adalah pengampunan langsung dari Allah SWT. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Allah SWT akan mengampuni dosa-dosa seseorang yang melakukan sholat taubat dengan tulus.
Pembersihan Jiwa dan Hati
Sholat taubat membersihkan hati dari dosa masa lalu. Memberikan rasa seolah “takhdiran baru,” menepis noda batin. Amalan ini menjadi “reset spiritual” yang menenangkan pikiran dan meningkatkan kualitas rohani.
Meningkatkan Kesadaran Diri
Sholat taubat memaksa pelakunya untuk merenungkan kesalahannya, Refleksi ini memacu introspeksi dan niat tidak mengulangi dosa. Kita menjadi lebih waspada dan bertanggung jawab terhadap amal harian.
Memperkuat Hubungan dengan Allah
Menjalani sholat taubat berarti mengakui kelemahan dan bergantung pada pengampunan Allah. Amalan ini mempererat hubungan spiritual, karena disertai dengan permintaan ampun dan komitmen berubah. Allah menjadikan bertaubat sebagai jalan menuju rahmat dan pengkhususan hati kepada-Nya.
Memberi Ketenangan Batin
Selain membersihkan dosa, sholat taubat menghantarkan ketenangan jiwa . Bebas dari rasa bersalah, hati menjadi ringan dan pikiran lebih fokus.Efeknya mirip terapi psikologis: mengurangi stres dan memberi rasa damai.
Stylesphere – Dalam proses penyampaian wahyu kepada para nabi dan rasul, Allah SWT menurunkan wahyu dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah suhuf. Istilah ini merujuk pada lembaran-lembaran wahyu yang belum dibukukan menjadi sebuah kitab yang utuh seperti Taurat, Injil, Zabur, atau Al-Qur’an.
Secara umum, suhuf adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan dalam bentuk lembaran (ṣaḥīfah), yang berisi pesan-pesan moral, nasihat, dzikir, dan petunjuk hidup. Berbeda dari kitab suci yang bersifat lengkap dan sistematis, suhuf bersifat lebih ringkas dan sederhana, namun tetap memiliki peran penting dalam sejarah pewahyuan Ilahi.
Definisi Menurut Para Ahli
Dalam buku Materi Pendidikan Agama Islam (2019) karya M. Syukri Azwar Lubis, dijelaskan bahwa:
“Suhuf adalah lembaran-lembaran yang berisi kumpulan wahyu Allah SWT yang diberikan kepada rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.”
Pernyataan ini menekankan bahwa suhuf merupakan wahyu yang memiliki bentuk fisik, berupa helai-helai lembaran, namun belum dihimpun menjadi mushaf atau kitab yang terorganisasi.
Sementara itu, dalam buku Konsep Mayoritas Ahlussunnah Wal Jamaah karya Idik Saeful Bahri, disebutkan bahwa:
“Suhuf adalah wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada nabi dan rasul dalam bentuk lembaran yang tidak sempurna.”
Penjelasan ini memperjelas perbedaan utama antara suhuf dan kitab, di mana suhuf hanya berisi pesan-pesan pokok dan tidak lengkap secara struktur, sedangkan kitab adalah wahyu yang telah tersusun secara menyeluruh dan dijadikan pedoman abadi bagi umat.
Kesimpulan
Suhuf merupakan bentuk awal dari wahyu yang diberikan Allah kepada beberapa nabi, berisi ajaran-ajaran dasar, nilai moral, dan petunjuk singkat. Meskipun tidak sekomprehensif kitab suci, keberadaan suhuf sangat penting dalam sejarah kenabian dan pewahyuan, menjadi bagian dari proses penyampaian risalah Ilahi sebelum disempurnakan dalam bentuk kitab.
Disusun oleh Anugerahslot Islamic, Sabtu (12/7/2025).
Pengertian Suhuf dalam Islam: Lembaran Wahyu yang Menjadi Fondasi Ajaran Ilahi
Dalam ajaran Islam, suhuf merupakan salah satu bentuk wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada para nabi dan rasul sebelum adanya kitab suci yang tersusun rapi. Suhuf berfungsi sebagai pedoman hidup awal yang berisi ajaran dasar tentang keimanan, akhlak, dan petunjuk moral.
Definisi Suhuf Menurut KBBI dan Literatur Islam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), suhuf diartikan sebagai lembaran seperti halaman buku, surat, atau dokumen, dan dalam konteks Islam, istilah ini mengacu pada wahyu Ilahi yang disampaikan dalam bentuk lembaran kepada nabi dan rasul, sebelum dihimpun menjadi kitab.
Suhuf bersifat sementara dan tidak memuat hukum syariat secara rinci. Isinya terbatas pada pesan-pesan pokok seperti tauhid, moralitas, dan petunjuk umum kehidupan.
Asal Usul Bahasa dan Isi Suhuf
Dalam Ensiklopedia untuk Anak-Anak Muslim: Al-Mawsu’ah Lil-Attal al-Muslim, dijelaskan bahwa:
“Suhuf berasal dari kata ṣaḥīfah, bentuk jamak dari sahifah, yang berarti helai atau lembaran.”
Suhuf diartikan sebagai semacam kitab kecil yang diturunkan kepada para nabi, tetapi tidak berisi hukum agama secara mendetail, melainkan nasihat dan nilai-nilai dasar keagamaan.
Penjelasan dalam Buku Ajaran Islam
Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/MTs Kelas VII karya Tatik Pudjiani, dkk., disebutkan bahwa:
“Suhuf adalah kumpulan wahyu Allah SWT yang ditulis dalam lembaran-lembaran terpisah, misalnya dari kulit binatang, pelepah kurma, atau bahan alam lainnya.”
Karena isinya yang singkat dan tidak sistematis, suhuf tidak dibukukan menjadi kitab. Namun demikian, ia mengandung prinsip dasar kehidupan beragama dan disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu.
Pandangan M. Syukri Azwar Lubis
Dalam Materi Pendidikan Agama Islam, M. Syukri Azwar Lubis menegaskan bahwa:
“Suhuf adalah wahyu Allah dalam bentuk lembaran yang diberikan kepada para rasul sebagai pedoman hidup, berisi ajaran tentang akhlak, tauhid, dan nilai-nilai dasar keimanan.”
Suhuf menjadi fondasi spiritual yang mendahului penyempurnaan wahyu dalam bentuk kitab seperti Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an. Oleh karena itu, peran suhuf sangat penting dalam sejarah kenabian sebagai tonggak awal pembentukan ajaran Islam.
Kesimpulan
Suhuf merupakan bentuk awal dari wahyu Allah SWT yang disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu dalam format lembaran-lembaran terpisah. Meski tidak sekomprehensif kitab suci, isi suhuf sangat bernilai karena mengandung ajaran-ajaran pokok tentang iman, moral, dan tuntunan hidup. Dengan memahami keberadaan suhuf, kita dapat lebih menghayati perjalanan pewahyuan yang membentuk dasar-dasar ajaran Islam.
Dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMP/MTs Kelas VIII karya Aris Abi Syaifullah dkk., disebutkan bahwa ada empat macam suhuf (lembaran wahyu) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada nabi-nabi sebelum diturunkannya kitab-kitab suci. Berikut adalah rinciannya:
Empat Macam Suhuf dalam Islam
Suhuf Nabi Syits A.S
Jumlah: 50 suhuf
Nabi Syits adalah putra Nabi Adam A.S, dan beliau menerima sejumlah besar lembaran wahyu untuk membimbing umatnya.
Suhuf Nabi Idris A.S
Jumlah: 30 suhuf
Nabi Idris dikenal sebagai nabi pertama yang pandai menulis dan membaca, dan menerima suhuf yang berisi ajaran moral dan kebijaksanaan.
Suhuf Nabi Ibrahim A.S
Jumlah: 50 suhuf
Disebutkan dalam QS. Al-A’la ayat 18–19, bahwa Nabi Ibrahim menerima suhuf sebagai pedoman keimanan dan kehidupan. Suhuf ini menjadi bagian penting dalam sejarah pewahyuan.
Suhuf Nabi Musa A.S
Jumlah: 10 suhuf
Selain menerima kitab Taurat, Nabi Musa juga menerima sejumlah suhuf berisi prinsip-prinsip ajaran tauhid dan pedoman moral sebelum turunnya kitab secara utuh.
Dalil Al-Qur’an
“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu suhuf-suhuf yang diturunkan kepada Ibrahim dan Musa.” (QS. Al-A’la: 18–19)
Kesimpulan
Keempat macam suhuf ini menunjukkan bahwa proses penyampaian wahyu kepada para nabi terjadi secara bertahap, melalui lembaran-lembaran (suhuf) yang berisi nilai-nilai dasar agama, tauhid, dan akhlak mulia sebelum disempurnakan dalam bentuk kitab suci. Suhuf tetap memiliki posisi penting dalam sejarah kenabian dan sebagai bagian dari warisan ajaran Allah SWT kepada umat manusia.
Perbedaan Suhuf dan Kitab dalam Islam: Memahami Dua Bentuk Wahyu Allah SWT
Meskipun suhuf dan kitab sama-sama merupakan wahyu dari Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul, keduanya memiliki perbedaan mendasar dalam berbagai aspek. Pemahaman mengenai perbedaan ini penting agar tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan sejarah pewahyuan dan fungsinya bagi umat manusia.
1. Bentuk Fisik
Suhuf adalah lembaran-lembaran terpisah (ṣaḥīfah), tidak dijilid atau disusun menjadi kitab yang utuh. Media penulisannya bisa berupa kulit binatang, kayu, atau pelepah kurma. Karena tidak dibukukan, suhuf bersifat fleksibel tetapi mudah hilang atau rusak.
Kitab, sebaliknya, merupakan wahyu yang telah dibukukan secara sistematis, tersusun rapi menjadi mushaf atau kitab suci yang utuh, seperti Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur’an.
2. Isi dan Kelengkapan Ajaran
Suhuf hanya berisi ajaran-ajaran dasar seperti tauhid, nasihat moral, dan nilai kemanusiaan. Ia tidak mencakup hukum syariat secara rinci atau tata cara ibadah yang kompleks.
Kitab memiliki isi yang lengkap dan komprehensif, mencakup akidah, ibadah, muamalah, hingga hukum-hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia.
3. Sasaran dan Masa Berlaku
Suhuf biasanya ditujukan untuk kaum atau masyarakat tertentu dengan masa berlaku yang terbatas sesuai zaman dan kebutuhan mereka.
Kitab diturunkan untuk umat yang lebih luas dan berlaku untuk jangka waktu panjang. Bahkan, Al-Qur’an berlaku hingga akhir zaman dan menjadi pedoman utama bagi seluruh umat Islam.
4. Contoh Nabi Penerima
Suhuf diterima oleh:
Nabi Ibrahim A.S (50 suhuf)
Nabi Musa A.S (10 suhuf sebelum Taurat)
Nabi Syits A.S (50 suhuf)
Nabi Idris A.S (30 suhuf)
Kitab diturunkan kepada:
Nabi Musa A.S → Taurat
Nabi Daud A.S → Zabur
Nabi Isa A.S → Injil
Nabi Muhammad SAW → Al-Qur’an
Dalil Al-Qur’an
“Sesungguhnya ini terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu, yaitu suhuf-suhuf Ibrahim dan Musa.” (QS. Al-A’la: 18–19)
Ayat ini menunjukkan bahwa suhuf memang pernah menjadi bentuk wahyu yang sah, meski kini keberadaannya tidak semua tercatat secara tekstual atau diwariskan seperti kitab.
Kesimpulan
Secara ringkas, perbedaan antara suhuf dan kitab dapat dilihat dari:
Aspek
Suhuf
Kitab
Bentuk
Lembaran terpisah
Tersusun rapi dan dibukukan (mushaf)
Isi
Prinsip dasar agama
Komprehensif: akidah, ibadah, hukum
Tujuan
Untuk kaum tertentu
Untuk umat yang lebih luas
Masa Berlaku
Terbatas, sesuai zaman
Jangka panjang, bahkan hingga akhir zaman
Dengan memahami ini, umat Islam dapat lebih menghayati perkembangan wahyu Ilahi serta peran penting masing-masing bentuk wahyu dalam sejarah kenabian.
Stylesphere – Sholat dalam Islam bukan sekadar kewajiban rutin, melainkan bentuk ibadah yang mengandung doa dalam setiap gerak dan bacaannya. Menurut pandangan Tarjih Muhammadiyah, sholat — termasuk sholat Subuh — adalah ibadah yang tersusun dari rangkaian perkataan dan perbuatan, dimulai dengan takbiratul ihram dan ditutup dengan salam.
Melansir Suara Muhammadiyah, Tarjih Muhammadiyah menekankan bahwa hakikat sholat adalah doa itu sendiri. Oleh karena itu, tidak ada satu bentuk doa tertentu yang dikhususkan secara mutlak dalam sholat Subuh. Bacaan dalam sholat, termasuk doa-doanya, dipahami sebagai bagian dari implementasi nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
Berikut Anugerahslot ulas lengkapnya, Minggu (6/7/2025).tulis ulang artikel:
Pendekatan Muhammadiyah: Berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis
Dalam praktiknya, sholat Subuh ala Muhammadiyah lebih menekankan pada pemurnian ajaran sesuai dengan pemahaman terhadap dalil-dalil syar’i. Doa dan bacaan yang digunakan dalam sholat merupakan hasil ijtihad terhadap tuntunan Al-Qur’an dan Hadits yang sahih.
Bagi Muhammadiyah, setiap bagian dari sholat merupakan bentuk komunikasi langsung antara hamba dan Tuhannya. Dengan pendekatan seperti ini, keikhlasan, pemahaman makna, dan kesadaran dalam berdoa menjadi lebih utama daripada hanya terpaku pada bentuk bacaan tertentu.
Kesimpulan
Sholat dalam pandangan Tarjih Muhammadiyah bukan hanya ritual formal, tetapi perwujudan doa dan penghambaan secara utuh kepada Allah SWT. Terutama dalam sholat Subuh, pemaknaan terhadap isi doa lebih ditekankan daripada kekakuan pada format tertentu. Inilah yang menjadikan pendekatan Muhammadiyah kaya akan nilai spiritual sekaligus berpijak pada sumber-sumber Islam yang autentik.
Bacaan Doa dalam Sholat Subuh Sesuai Tarjih Muhammadiyah
Dalam pandangan Tarjih Muhammadiyah, pelaksanaan sholat didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits sahih. Bacaan-bacaan dalam setiap gerakan sholat merupakan bagian tak terpisahkan dari ibadah yang mengandung doa dan makna mendalam. Melansir umj.ac.id, berikut beberapa bacaan doa dalam sholat Subuh sesuai dengan Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah:
1. Doa I’tidal
Saat bangkit dari rukuk (i’tidal), dianjurkan membaca:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ Sami’allahu liman hamidah Artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ Rabbanaa wa lakal hamd Artinya: “Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”
Atau dengan bacaan yang lebih panjang:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ Sami’allahu liman hamidah. Allahumma rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawaati wa mil’ul ardhi wa mil’u maa syi’ta min syai’in ba’du Artinya: “Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit, bumi, dan semua yang Engkau kehendaki setelah itu.”
Atau bacaan lain yang dianjurkan:
سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ Sami’allahu liman hamidah. Rabbanaa wa lakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih Artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sebanyak-banyaknya, baik dan penuh keberkahan.”
2. Doa Sujud
Beberapa bacaan sujud dalam Tarjih Muhammadiyah antara lain:
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي Subhaanaka Allahumma rabbanaa wa bihamdika, Allahummaghfirlii Artinya: “Maha Suci Engkau, ya Allah, Tuhan kami, dan dengan pujian kepada-Mu, aku mohon ampun.”
Atau doa yang lebih ringkas:
سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى Subhaana rabbiyal a’laa Artinya: “Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi.”
Atau doa tambahan lainnya:
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ Subbuuhun qudduusun, rabbul malaaikati war ruuh Artinya: “Maha Suci, Maha Kudus, Tuhan para malaikat dan ruh (Jibril).”
3. Doa Tasyahud Akhir
Bacaan tasyahud akhir sesuai Tarjih Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
Attahiyyaatu lillaahi washsholawaatu waththayyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.
Artinya: “Segala kehormatan, sholat, dan kebajikan adalah milik Allah. Keselamatan atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah. Keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”
Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shallaita ‘alaa Ibraahiima wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarakta ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidun majiid.
Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan sholawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Limpahkan pula keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau berkahi Nabi Ibrahim dan keluarganya.”
Allahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabr, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnatil masiihid-dajjaal.
Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”
Pandangan Muhammadiyah tentang Qunut dalam Sholat Subuh
Perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan doa qunut dalam sholat Subuh sering menjadi perhatian di tengah umat Islam. Salah satu pandangan yang berbeda datang dari Muhammadiyah, yang melalui Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki pendirian tersendiri mengenai praktik qunut.
Menurut penjelasan Syamsul Anwar sebagaimana dilansir dari muhammadiyah.or.id, hadis-hadis yang menyebut Nabi Muhammad SAW membaca qunut Subuh secara terus-menerus hingga wafat dinilai dhaif (lemah). Bahkan sebagian di antaranya tidak hanya lemah secara sanad (rantai periwayatan), tetapi juga bertentangan dengan hadis sahih yang lebih kuat.
Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah membaca qunut hanya selama satu bulan, itupun dalam konteks musibah besar yang menimpa umat Islam (qunut nazilah). Setelah itu, beliau meninggalkannya dan tidak kembali melakukannya secara rutin. Atas dasar inilah Muhammadiyah berpendapat bahwa qunut tidak dilakukan dalam sholat Subuh secara tetap.
Pandangan ini selaras dengan prinsip purifikasi (tajdid) yang dianut Muhammadiyah, yaitu mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan hadis sahih. Maka dari itu, dalam tuntunan ibadahnya, Muhammadiyah tidak menganjurkan pembacaan qunut pada sholat Subuh, kecuali jika dilakukan sebagai qunut nazilah, dalam kondisi darurat seperti bencana, peperangan, atau musibah besar lainnya.
Meskipun demikian, perbedaan praktik ini tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan di tengah umat Islam. Dalam khazanah keilmuan Islam, perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah dan diakui. Oleh karena itu, setiap Muslim diharapkan dapat saling menghormati perbedaan tersebut dan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah.
Stylesphere – Sholat dhuha merupakan salah satu ibadah sunnah yang dilaksanakan pada pagi hari hingga menjelang waktu zuhur. Ibadah ini memiliki banyak keutamaan, di antaranya menjadi salah satu jalan untuk memperoleh rezeki serta pengampunan dari Allah SWT.
Sebelum melaksanakan sholat dhuha, penting bagi seorang Muslim untuk mengetahui dan mengucapkan niat dengan penuh kesungguhan. Niat tersebut menjadi penanda kesiapan hati dalam beribadah dan sekaligus membedakan jenis ibadah yang dilakukan.
Meskipun niat bisa diucapkan dengan kalimat yang singkat dan sederhana, ketulusan dalam hati adalah kunci utama. Dengan niat yang benar dan pemahaman yang baik, sholat dhuha 2 rakaat dapat dilakukan dengan mudah dan penuh kekhusyukan.
Bagi yang ingin mengamalkan sholat ini secara rutin, memahami bacaan niat sholat dhuha 2 rakaat menjadi hal yang penting. Sebab, hal ini tidak hanya menyangkut sah atau tidaknya ibadah, tetapi juga mencerminkan keseriusan dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Dirangkum Anugerahslot dari berbagai sumber, berikut niat sholat dhuha 2 rakaat yang dapat diamalkan, Jumat (4/7/2025).
Dalam buku The Power of Dhuha: Kunci Memaksimalkan Shalat Dhuha dengan Doa-doa Mustajab (2014) karya A’yunin, dijelaskan bahwa sholat dhuha merupakan salah satu ibadah sunnah yang dikerjakan pada waktu dhuha—yaitu saat matahari mulai meninggi hingga sebelum masuk waktu zuhur.
Sholat dhuha memiliki keutamaan besar, terutama sebagai amalan pembuka pintu rezeki dan penghapus dosa. Namun, sebagaimana ibadah lainnya, pelaksanaannya harus diawali dengan niat yang benar.
Pentingnya Niat dalam Sholat
Dalam setiap ibadah, niat adalah bagian yang sangat penting. Ia merupakan rukun sah sholat yang menunjukkan kesadaran dan kesungguhan hati seorang hamba dalam beribadah. Niat juga berfungsi membedakan antara satu jenis ibadah dengan yang lain.
Dalam praktiknya, niat tidak perlu diucapkan secara lisan, cukup dilafalkan dalam hati bersamaan dengan takbiratul ihram—yaitu saat mengucapkan “Allahu Akbar” di awal sholat.
Lafal Niat Sholat Dhuha 2 Rakaat
Bagi yang ingin mengerjakan sholat dhuha dua rakaat, berikut adalah lafal niatnya:
Artinya: “Aku niat sholat sunnah Dhuha empat rakaat karena Allah Ta’ala.”
Jumlah Rakaat dan Tata Cara
Sholat dhuha dapat dikerjakan minimal dua rakaat dan maksimal delapan rakaat. Pelaksanaannya dilakukan dengan dua rakaat sekali salam, sebagaimana sholat sunnah lainnya.
Menghadirkan niat dengan benar sejak awal akan menyempurnakan ibadah yang dilakukan dan menunjukkan kesungguhan dalam mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Konsistensi dan ketulusan dalam menunaikan sholat dhuha dapat menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon keberkahan hidup.
Sholat Dhuha: Sunnah yang Dianjurkan Rasulullah dan Waktu Pelaksanaannya
Mengutip kajian dalam Jurnal Literasiologi Volume 11 Nomor 1, sholat dhuha merupakan salah satu ibadah sunnah yang memiliki kedudukan penting dalam kehidupan seorang Muslim. Sholat ini termasuk amalan yang rutin dilakukan oleh Rasulullah SAW, dan beliau sangat menganjurkan umatnya untuk menunaikannya secara konsisten.
Sholat Dhuha Termasuk Sunnah Muakkad
Dilihat dari hukumnya, banyak ulama sepakat bahwa sholat dhuha termasuk dalam kategori sunnah muakkad—yaitu amalan sunnah yang sangat dianjurkan. Status ini setara dengan sholat sunnah rawatib seperti qobliyah dan ba’diyah dalam sholat fardhu. Anjuran kuat ini berasal dari berbagai hadits shahih, salah satunya riwayat Abu Hurairah RA.
Dalam hadits tersebut, Rasulullah SAW bersabda:
“Kekasihku SAW mewasiatkan kepadaku tiga hal: puasa tiga hari setiap bulan, dua rakaat sholat dhuha, dan sholat witir sebelum tidur.” (HR Bukhari, No. 1178)
Hadits ini menjadi bukti bahwa sholat dhuha tidak hanya dianjurkan kepada Abu Hurairah, tetapi juga merupakan wasiat umum bagi seluruh umat Islam.
Waktu Pelaksanaan Sholat Dhuha
Sholat dhuha dikerjakan pada waktu pagi, dimulai setelah matahari terbit sempurna hingga menjelang masuknya waktu dzuhur. Secara umum, waktu pelaksanaannya berada di rentang:
Sekitar pukul 07.00 hingga 11.00 waktu setempat, tergantung posisi geografis.
Waktu terbaik untuk melaksanakan sholat dhuha adalah sekitar 15 hingga 45 menit setelah matahari terbit, yakni ketika matahari telah naik setinggi tombak. Pada saat ini, kondisi alam dianggap lebih tenang dan penuh keberkahan.
Waktu-Waktu yang Harus Dihindari
Agar ibadah lebih sah dan optimal, terdapat beberapa waktu yang perlu dihindari untuk sholat dhuha:
Setelah sholat subuh hingga matahari terbit sempurna, yaitu sekitar 15 menit pertama setelah terbit. Ini adalah waktu larangan sholat karena matahari masih dalam posisi naik dari ufuk.
Saat matahari berada tepat di atas kepala (zawal), biasanya sekitar 5–10 menit sebelum masuk waktu dzuhur.
Menjelang waktu dzuhur, ketika waktu dhuha hampir habis dan sangat dekat dengan waktu sholat fardhu.
Dengan memahami batasan waktu ini, seorang Muslim dapat menunaikan sholat dhuha secara tepat dan mendapatkan keutamaan maksimal.
Kesimpulan
Sholat dhuha adalah amalan sunnah yang sarat keutamaan: membuka pintu rezeki, menjadi bentuk syukur kepada Allah SWT, dan menjadi bagian dari wasiat Rasulullah SAW. Melaksanakannya secara rutin tidak hanya mendatangkan keberkahan di pagi hari, tetapi juga menunjukkan komitmen dalam mengikuti jejak Nabi.
Tata Cara Sholat Dhuha 2 Rakaat yang Benar
Sholat dhuha merupakan salah satu sholat sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) oleh Rasulullah SAW. Selain menjadi amalan pembuka pintu rezeki, sholat ini juga merupakan bentuk syukur atas nikmat yang diberikan Allah setiap pagi. Pelaksanaannya cukup mudah dan secara umum serupa dengan sholat sunnah lainnya. Berikut adalah tata cara sholat dhuha 2 rakaat yang benar:
Langkah-langkah Sholat Dhuha 2 Rakaat
Membaca niat dalam hati, sesuai jumlah rakaat yang akan dikerjakan, sambil memulai sholat: “Ushalli sunnatadh-dhuhaa rak’ataini lillaahi ta’aalaa.” Artinya: “Aku niat sholat sunnah dhuha dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
Takbiratul ihram, dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua tangan.
Membaca doa iftitah (sunah, boleh dibaca atau tidak).
Membaca surat Al-Fatihah.
Membaca surat pendek atau ayat Al-Qur’an. Disunnahkan:
Rakaat pertama: Surat Asy-Syams
Rakaat kedua: Surat Ad-Dhuha
Rukuk, dengan membaca doa rukuk sambil membungkuk.
I’tidal, berdiri kembali setelah rukuk, membaca doa i’tidal.
Sujud pertama, membaca doa sujud.
Duduk di antara dua sujud, membaca doa sesuai sunnah.
Sujud kedua, kembali membaca doa sujud.
Berdiri untuk rakaat kedua, ulangi langkah 4–10.
Setelah sujud kedua di rakaat kedua, duduk tasyahud akhir, lalu membaca doa tasyahud.
Mengakhiri sholat dengan salam, menoleh ke kanan dan ke kiri sambil mengucapkan:
“Assalamu’alaikum warahmatullah.”
Doa Setelah Sholat Dhuha
Setelah sholat selesai, dianjurkan membaca doa sebagai bentuk permohonan rezeki dan keberkahan. Salah satu doa yang populer dibaca setelah sholat dhuha berbunyi:
Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, dan perlindungan adalah perlindungan-Mu. Ya Allah, jika rezekiku masih di langit, maka turunkanlah. Jika ada di bumi, keluarkanlah. Jika sulit, mudahkanlah. Jika haram, sucikanlah. Jika jauh, dekatkanlah. Berkat dhuha-Mu, keagungan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah kepadaku sebagaimana Engkau melimpahkannya kepada hamba-hamba-Mu yang saleh.”
Keutamaan Sholat Dhuha dalam Pandangan Ulama dan Buku Tuntunan
Sholat dhuha merupakan salah satu ibadah sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Dalam buku Tuntunan Praktis Shalat Dhuha karya Budiman Mustofa—sebagaimana dikutip dalam kajian yang dipublikasikan oleh situs IAIN Kediri—dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya menjaga amalan ini. Beliau mendorong umatnya untuk melaksanakan sholat dhuha secara konsisten, agar memperoleh berbagai keutamaan yang tidak hanya bermanfaat di dunia, tetapi juga di akhirat.
Lebih lanjut, dalam Buku Pintar Shalat Lengkap yang juga dikutip dari sumber yang sama, dijelaskan bahwa sholat dhuha memiliki banyak keutamaan luar biasa bagi siapa saja yang mengerjakannya dengan ikhlas dan penuh kesungguhan. Beberapa di antaranya adalah:
Mendapat derajat yang mulia di sisi Allah SWT.
Termasuk golongan hamba yang taat dan dicintai Allah.
Pahalanya setara dengan ibadah umrah apabila dilaksanakan dengan niat yang lurus.
Dosa-dosa diampuni, bahkan meskipun sebanyak buih di lautan.
Pahalanya seperti orang yang ikut berperang lalu menang dengan cepat, sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits.
Dilaksanakan di waktu mustajab, yaitu saat pagi hari penuh keberkahan.
Merespon panggilan Allah, sebagai bentuk ketaatan atas seruan ibadah.
Dijanjikan tempat khusus di surga bagi yang rajin mengamalkannya.
Menjadi sebab penghapus dosa, baik kecil maupun besar, sebagai bentuk rahmat Allah terhadap hamba-Nya.
Kesimpulan
Dengan begitu banyaknya keutamaan yang terkandung dalam sholat dhuha, tidak heran jika Rasulullah SAW menjadikannya sebagai amalan yang beliau wasiatkan kepada para sahabat, termasuk Abu Hurairah RA. Sholat dhuha bukan hanya ibadah sunnah, melainkan juga bentuk latihan spiritual yang mengasah kesyukuran, memperkuat ikatan dengan Allah, dan membuka pintu-pintu keberkahan dalam kehidupan.
Stylesphere – Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam ajaran Islam. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang ingin mempererat hubungan spiritual dengan Allah SWT. Keutamaannya begitu besar, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 79:
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(Al-Isra: 79)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah biasa, melainkan amalan yang bisa mengangkat derajat seorang hamba ke posisi yang mulia di sisi Allah SWT.
Dalam kajian ilmiah yang dimuat Anugerahslot dalam Jurnal Al-Taqaddum oleh Ahmad Fauzi (2020), disebutkan bahwa Sholat Tahajud memberikan dampak positif yang nyata, tidak hanya bagi kesehatan spiritual, tetapi juga bagi kesehatan mental seseorang. Keheningan malam saat mayoritas manusia tertidur menjadikan Tahajud sebagai momen penuh ketenangan untuk bermunajat kepada Sang Pencipta.
Tata Cara Sholat Tahajud
Sholat Tahajud dilakukan setelah bangun tidur di sepertiga malam terakhir, biasanya setelah tidur malam meskipun hanya sebentar. Jumlah rakaatnya bervariasi, minimal dua rakaat dan bisa ditambah sesuai kemampuan, lalu ditutup dengan satu atau tiga rakaat sholat Witir.
Berikut langkah-langkah ringkas pelaksanaannya:
Niat Sholat Tahajud di dalam hati.
Melaksanakan sholat dua rakaat, seperti sholat sunah lainnya (berdiri, membaca Al-Fatihah dan surah pendek, rukuk, sujud, dan seterusnya).
Mengulang rakaat dua-dua sesuai kemampuan.
Mengakhiri dengan Witir jika belum dilakukan sebelumnya.
Berdoa setelah sholat, memohon ampun dan memanjatkan harapan karena waktu Tahajud merupakan saat terbaik untuk berdoa.
Sholat Tahajud tidak hanya menunjukkan ketekunan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, tetapi juga membawa ketenangan batin, memperkuat iman, dan menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.
Panduan Lengkap Sholat Tahajud: Keutamaan, Tata Cara, dan Waktu Terbaik
Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang sangat dianjurkan dalam Islam. Termasuk dalam rangkaian qiyamul lail, sholat ini memiliki kekhususan: hanya bisa dilakukan setelah tidur, meski hanya sebentar. Karena itulah Tahajud menjadi simbol kesungguhan dan kedekatan seorang hamba kepada Allah SWT.
Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa sholat Tahajud dilakukan dalam rangkaian dua rakaat dua rakaat. Hal ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW:
“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Waktu Terbaik Sholat Tahajud
Waktu paling utama untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, antara pukul 02.00 hingga 04.00 dini hari. Dalam hadis riwayat Muslim no. 758, dijelaskan bahwa pada waktu tersebut, Allah SWT turun ke langit dunia untuk mengabulkan doa-doa hamba-Nya.
Tata Cara Sholat Tahajud
Mengacu pada berbagai sumber seperti Ensiklopedi Ibadah oleh Prof. Dr. Amirulloh Syarbini dan Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen, berikut tata cara lengkap pelaksanaan sholat Tahajud:
Tidur terlebih dahulu, walau hanya sebentar.
Bangun di sepertiga malam terakhir.
Berwudhu untuk menyucikan diri.
Niat dalam hati, atau dengan lafaz: “Ushalli sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillaahi ta‘aala” (Saya niat sholat sunnah Tahajud dua rakaat karena Allah Ta‘ala).
Takbiratul ihram, dilanjutkan doa iftitah.
Membaca Al-Fatihah, kemudian surah dalam Al-Qur’an.
Nabi SAW biasa membaca surah-surah panjang.
Rukuk dengan tuma’ninah dan membaca doa rukuk.
I’tidal, dilanjutkan dengan doa i’tidal.
Sujud pertama, dengan tuma’ninah dan doa sujud.
Duduk di antara dua sujud, lalu sujud kedua.
Rakaat kedua dilakukan dengan urutan yang sama.
Setelah rakaat kedua, tahiyat akhir, lalu salam.
Setelah sholat, disunahkan berzikir, membaca:
Tasbih (Subhanallah)
Tahmid (Alhamdulillah)
Takbir (Allahu Akbar)
Istigfar, shalawat, dan doa-doa pribadi.
Melanjutkan dengan sholat Witir, minimal satu rakaat.
Jumlah Rakaat yang Dianjurkan
Rasulullah SAW biasanya melaksanakan 11 rakaat, yang terdiri dari 8 rakaat Tahajud dan 3 rakaat Witir. Ini sesuai dengan hadis riwayat Bukhari no. 1147. Namun, jumlah rakaat bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.
Konsistensi Rasulullah SAW dalam Sholat Tahajud
Dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis oleh Nur Halimah (2021), disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan Tahajud bahkan saat bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa sholat Tahajud adalah bagian penting dari keteladanan beliau dalam beribadah, bukan sekadar ibadah tambahan.
Sholat Tahajud bukan hanya jalan menuju kedekatan spiritual dengan Allah, tapi juga memberikan ketenangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Dalam sunyi malam, ketika kebanyakan manusia terlelap, Tahajud menjadi ruang sakral antara hamba dan Rabb-nya.
Tips Bangun Sholat Tahajud: Strategi Spiritual agar Konsisten Ibadah Malam
Bangun malam untuk menunaikan Sholat Tahajud adalah tantangan spiritual yang tidak mudah. Meski banyak umat Muslim memiliki niat kuat, tidak sedikit yang gagal karena kurangnya persiapan atau strategi yang tepat. Sejumlah literatur klasik dan penelitian modern memberikan panduan bagaimana agar lebih konsisten dalam menjalankan ibadah istimewa ini.
1. Niat yang Kuat dan Ikhlas
Dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali yang diringkas oleh KH. A. Mustofa Bisri (2018), dijelaskan bahwa kekuatan niat dan keikhlasan hati adalah fondasi utama. Al-Ghazali menegaskan bahwa siapa pun yang sungguh-sungguh ingin bangun malam untuk beribadah, Allah SWT akan menolongnya.
“Siapa yang terbiasa tidur dengan niat ingin beribadah di malam hari, maka Allah akan bangunkan dia sesuai niatnya.”
2. Tidur Lebih Awal dan Hindari Makanan Berat
Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah (1997) menekankan pentingnya menjaga pola tidur. Nabi Muhammad SAW terbiasa tidur lebih awal setelah sholat Isya dan tidak begadang tanpa keperluan. Selain itu, menjaga pola makan malam juga penting—hindari makanan berat agar tubuh tidak terlalu lelah atau mengantuk berlebihan.
Begadang dan makan berlebihan disebut sebagai dua faktor yang paling sering menghalangi kemampuan bangun untuk Tahajud.
3. Gunakan Alarm dan Dapatkan Dukungan Sosial
Dalam Jurnal Konseling Religi oleh R. Yuniarti (2020), disebutkan bahwa penggunaan alarm secara bertahap bisa melatih tubuh untuk bangun lebih mudah. Tak hanya itu, dukungan dari pasangan atau teman yang memiliki niat sama juga sangat membantu. Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang saling membangunkan untuk sholat malam memiliki tingkat konsistensi hingga 63% lebih tinggi dibanding yang melakukannya sendiri.
4. Tingkatkan Iman dan Kecintaan terhadap Ibadah
Dr. Adian Husaini dalam bukunya Motivasi Ibadah Malam (2015) menjelaskan bahwa pemahaman mendalam tentang keutamaan Tahajud akan menumbuhkan cinta terhadap ibadah ini. Kesadaran akan besarnya pahala dan kedekatan dengan Allah SWT menjadi pendorong kuat yang mengalahkan rasa kantuk dan malas.
“Orang yang tahu nilainya tidak akan menyia-nyiakan satu malam pun tanpa berdoa pada Tuhannya.” – Adian Husaini
5. Memohon Bantuan kepada Allah
Dalam Jurnal Al-Tazkiyah oleh Lailatul Ma’wa (2021), ditemukan bahwa doa sebelum tidur yang disertai niat untuk bangun Tahajud sangat efektif. Doa semacam:
“Ya Allah, bangunkan aku di sepertiga malam-Mu untuk menyebut nama-Mu dan memohon ampunan-Mu.”
dapat memperkuat motivasi internal dan membantu seseorang bangun secara konsisten.
Kesimpulan:
Sholat Tahajud memang menuntut perjuangan, tapi bisa menjadi rutinitas indah jika disertai strategi yang tepat—dimulai dari niat yang kuat, pola tidur sehat, dukungan sosial, dan penguatan spiritual. Dengan terus berusaha dan memohon pertolongan Allah, Tahajud dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim yang mendamba kedekatan dengan Tuhannya.
Keutamaan Sholat Tahajud: Ibadah Sunah yang Mengangkat Derajat dan Menenangkan Jiwa
Sholat Tahajud, atau dikenal juga sebagai sholat malam, merupakan salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ibadah ini memiliki kedudukan yang sangat mulia, tidak hanya dari sisi spiritual, tetapi juga membawa dampak positif secara sosial dan psikologis. Dalam Al-Qur’an, Tahajud disebut sebagai amalan para muttaqin—orang-orang yang bertakwa.
Berikut beberapa keutamaan luar biasa dari sholat Tahajud yang dirangkum dari berbagai sumber otoritatif:
1. Diangkat Derajat oleh Allah SWT
Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), disebutkan bahwa sholat malam adalah ibadah paling utama setelah sholat fardhu. Pelaksanaannya di saat sunyi, ketika kebanyakan manusia terlelap, mencerminkan keikhlasan dan ketulusan hati yang tinggi.
Keistimewaan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:
“Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (QS. Al-Isra: 79)
Nabi Muhammad SAW juga bersabda:
“Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam.” (HR. Muslim no. 1163)
2. Menumbuhkan Kedekatan Ruhani dengan Allah
Imam al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin (disarikan oleh KH. A. Mustofa Bisri, 2018) menjelaskan bahwa Tahajud adalah jalan menuju kelembutan hati dan kedekatan spiritual dengan Allah. Orang yang terbiasa bangun malam untuk bermunajat menunjukkan tanda-tanda kedekatan dengan Rabb-nya, dan ibadah ini merupakan salah satu kunci terkabulnya doa.
3. Membuka Pintu Rahmat dan Berkah
Dalam Ensiklopedi Ibadah karya Prof. Dr. Amirulloh Syarbini (2007), disebutkan bahwa sholat Tahajud membuka pintu rahmat Allah dan mendatangkan keberkahan hidup. Rasulullah SAW bahkan tetap melaksanakan sholat malam meski dalam keadaan bepergian (safar), menunjukkan betapa istimewanya ibadah ini dalam kehidupan beliau.
4. Memberikan Ketenangan Jiwa dan Emosi
Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah Al-Hikmah oleh Reni Marlina (2019) mengungkapkan bahwa sholat Tahajud berdampak positif terhadap stabilitas mental. Ibadah ini terbukti membantu menumbuhkan ketenangan batin, memperkuat rasa percaya diri, dan menjadi media untuk meredakan stres dalam kehidupan modern yang penuh tekanan.
5. Meningkatkan Kontrol Diri dan Ketahanan Emosional
Dalam Jurnal Al-Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam oleh Moh. Faqih (2021), sholat Tahajud dikaitkan dengan peningkatan kontrol emosi dan ketahanan menghadapi ujian hidup. Mereka yang rutin menunaikan ibadah malam cenderung memiliki pengendalian diri yang lebih baik dan lebih sabar dalam menghadapi kesulitan.
Faqih juga mengaitkan amalan ini dengan tanda-tanda ketakwaan, sebagaimana disebut dalam firman Allah:
“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.” (QS. Az-Zariyat: 17–18)
Penutup
Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah, melainkan sarana pembentukan karakter, pendalaman iman, dan peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh. Dari mengangkat derajat hingga memberikan kedamaian batin, Tahajud adalah bentuk ibadah yang melampaui dimensi ritual—ia menumbuhkan hubungan personal dengan Allah SWT dan menguatkan jiwa dalam menghadapi kehidupan.
Kapan Waktu Terbaik Sholat Tahajud? Ini Penjelasan Fikih dan Kajian Ilmiahnya
Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah sunnah yang paling dianjurkan dalam Islam, dan dikenal karena keutamaannya yang luar biasa. Namun, penting untuk memahami bahwa pelaksanaannya memiliki syarat dan waktu khusus yang telah dijelaskan dalam berbagai kitab fikih klasik serta didukung oleh kajian akademik modern.
Waktu Pelaksanaan dalam Hadis dan Kitab Fikih
Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud dimulai setelah sholat Isya dan tidur terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan bangun di malam hari untuk melaksanakan sholat hingga menjelang waktu Subuh.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:
“Sholat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika engkau takut masuk waktu Subuh, maka sholat witirlah satu rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sayyid Sabiq menambahkan bahwa waktu paling utama (afdhal) untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, sesuai dengan hadis sahih bahwa Allah SWT “turun” ke langit dunia pada saat itu dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya (HR. Muslim no. 758).
Pembagian Waktu Malam Menurut Ulama
Menurut Ensiklopedi Shalat karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (2004), malam hari dibagi menjadi tiga bagian utama:
Sepertiga awal malam: setelah Isya hingga sekitar pukul 22.00
Sepertiga tengah malam: sekitar pukul 22.00–01.00
Sepertiga akhir malam: sekitar pukul 01.00–Subuh (sekitar pukul 04.30)
Sholat Tahajud dapat dilakukan kapan saja setelah tidur dalam rentang waktu ini, namun yang paling utama adalah di sepertiga akhir malam, karena waktu tersebut disebut sebagai saat paling mustajab untuk berdoa dan dijanjikan pahala besar.
Tidur: Syarat Sah Sholat Disebut “Tahajud”
Dalam Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen (2020), ditegaskan bahwa tidur merupakan syarat agar sholat malam disebut Tahajud. Jika seseorang belum tidur, maka sholat malam yang dilakukannya termasuk dalam qiyamul lail secara umum, bukan Tahajud secara khusus.
Najih menegaskan bahwa meskipun hanya tidur sebentar, selama ada jeda tidur sebelum sholat, maka ibadah tersebut telah memenuhi syarat Tahajud menurut mayoritas ulama (jumhur).
Kajian Akademik tentang Waktu Tahajud
Dalam Jurnal Al-Hikmah oleh Nur Aisyah (2021), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud secara syar’i mengikuti rotasi malam di tiap wilayah. Aisyah menyoroti adanya miskonsepsi di kalangan masyarakat, yaitu menganggap Tahajud dapat langsung dilakukan setelah Isya, padahal tidur terlebih dahulu adalah syarat utama.
Sementara itu, Jurnal Studi Ilmu Keislaman oleh Siti Khadijah (2019) mengungkapkan bahwa sepertiga malam terakhir merupakan waktu dengan konsentrasi spiritual tertinggi. Berdasarkan hasil studi, pada saat itu seseorang berada dalam kondisi psikis paling tenang dan intim dengan Tuhannya, sehingga lebih mudah untuk bermunajat dan merenung secara mendalam.
Kesimpulan:
Sholat Tahajud memiliki waktu pelaksanaan yang sangat spesifik dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Syarat utamanya adalah harus didahului dengan tidur, dan waktu terbaiknya adalah sepertiga malam terakhir, menjelang Subuh. Selain sesuai dengan sunnah, waktu ini juga terbukti secara ilmiah sebagai momen ideal untuk refleksi spiritual dan memperdalam hubungan dengan Allah SWT.
Stylesphere – Setiap muslim yang hendak melaksanakan sholat diwajibkan bersuci terlebih dahulu dari hadas kecil dengan berwudhu. Salah satu rukun penting dalam wudhu adalah membasuh kedua tangan hingga ke siku secara merata dengan air. Tanpa wudhu yang sah, sholat pun tidak dianggap sah di sisi syariat.
Karena itu, penting bagi kita untuk memastikan bahwa semua bagian yang wajib dibasuh benar-benar terkena air. Namun, dalam praktiknya, sering kali ada hal kecil yang terlewatkan—misalnya, kondisi kuku. Kuku yang panjang atau tidak terawat dapat menjadi tempat menumpuknya kotoran. Bila kotoran tersebut keras dan menghalangi air mencapai kulit, maka wudhu dikhawatirkan tidak sah.
Lantas, apakah keberadaan kotoran di bawah kuku bisa membatalkan wudhu?
Mengutip penjelasan dari Anugerahslot Online (Selasa, 17/6/2025), sisa kotoran di bawah kuku tidak secara otomatis membatalkan wudhu, namun bisa menggugurkan keabsahan wudhu bila kotoran tersebut menghalangi air menyentuh kulit atau bagian tubuh yang wajib dibasuh.
Dengan demikian, penting bagi setiap muslim untuk memeriksa kebersihan kuku sebelum berwudhu, terutama jika kuku dalam keadaan panjang atau terdapat bekas kotoran, tanah, atau cat yang menempel.
Menjaga kebersihan kuku bukan hanya mendukung sahnya wudhu, tetapi juga bagian dari akhlak Islam yang menekankan kebersihan sebagai sebagian dari iman.
Pembasuhan Tangan dalam Wudhu: Rukun yang Tegas dalam Al-Qur’an dan Hadis
Rukun wudhu merupakan bagian pokok yang harus dilakukan agar wudhu dianggap sah. Salah satunya adalah membasuh kedua tangan hingga siku. Ketentuan ini secara jelas disebutkan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada Surah Al-Maidah ayat 6:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu, serta (basuhlah) kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6)
Berdasarkan ayat ini, para ulama sepakat bahwa membasuh tangan hingga siku termasuk rukun wudhu yang tidak boleh ditinggalkan. Wudhu tidak sah tanpa membasuh bagian tersebut secara menyeluruh dengan air.
Ketentuan ini tidak hanya bersumber dari Al-Qur’an, tetapi juga dikuatkan oleh hadis Nabi Muhammad SAW. Para sahabat telah meriwayatkan secara detail bagaimana Rasulullah melakukan wudhu. Salah satu riwayat yang terkenal datang dari sahabat Abu Hurairah RA, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim:
“Setelah menyelesaikan wudhu, Abu Hurairah RA berkata, ‘Demikianlah aku melihat Rasulullah SAW berwudhu.’” (HR. Muslim)
Dari keterangan inilah para ulama menyusun kaidah-kaidah fiqih tentang tata cara wudhu, termasuk pentingnya memastikan air membasahi seluruh bagian tangan hingga siku. Wudhu yang benar menjadi syarat utama sahnya shalat, dan karena itu, perhatian terhadap detail-detailnya merupakan bagian dari ibadah yang bernilai tinggi di sisi Allah SWT.
Hukum Membersihkan Kotoran di Bawah Kuku Saat Wudhu Menurut Mazhab Syafi’i
Dalam mazhab Syafi’i, salah satu syarat sahnya wudhu adalah membasuh kedua tangan secara merata hingga siku. Para ulama juga menekankan pentingnya membersihkan segala sesuatu yang bisa menghalangi sampainya air ke kulit, termasuk kotoran yang menempel di tangan dan di bawah kuku.
Hal ini ditegaskan dalam kitab Fathul Mujib al-Qarib karya KH Afifuddin Muhajir. Dalam penjelasannya disebutkan:
“Ketiga, membasuh dua tangan sampai siku. Wajib menghilangkan segala penghalang yang ada di permukaan kedua tangan, seperti kotoran yang menumpuk dari luar, kecuali jika ada uzur (kesulitan) untuk melepaskannya. Adapun sedikit kotoran yang berada di bawah kuku, maka dimaafkan (tidak membatalkan wudhu).” (Fathul Mujib al-Qarib, hlm. 13)
Dengan demikian, jika seseorang sudah berusaha membersihkan tangannya, termasuk bagian kuku, namun masih tersisa sedikit kotoran yang sulit dihilangkan, maka wudhunya tetap dianggap sah. Sebab, sedikit kotoran seperti itu termasuk hal yang ma’fu (dimaafkan) dalam fiqih.
Ini menunjukkan bahwa Islam memberi kelonggaran dalam ibadah, selama seseorang sudah berusaha maksimal untuk melaksanakan syarat-syaratnya. Maka, umat Islam tidak perlu khawatir secara berlebihan terhadap sisa kotoran kecil yang terselip di bawah kuku, asalkan telah berupaya membersihkannya semampunya.
Stylesphere – Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen penting dalam Islam yang dirayakan penuh suka cita oleh umat Muslim di seluruh dunia. Selain dikenal sebagai hari penyembelihan hewan kurban sebagai bentuk kepedulian sosial dan ketaatan kepada Allah SWT, Idul Adha juga menjadi sarana untuk mendekatkan diri secara spiritual kepada Sang Pencipta.
Sebagai pembuka dari rangkaian ibadah Idul Adha, umat Islam dianjurkan melaksanakan sholat Idul Adha. Ibadah ini memiliki status sunah muakkad, yakni sunnah yang sangat dianjurkan untuk dikerjakan. Rasulullah SAW beserta para sahabatnya secara konsisten melaksanakan sholat ini, menjadikannya sebagai bagian penting dari syiar Islam dan simbol kuatnya persaudaraan antarumat.
Meskipun tidak bersifat wajib, meninggalkan sholat Idul Adha tanpa alasan yang jelas dianggap sebagai kehilangan besar, karena ibadah ini membawa keutamaan dan pahala yang luar biasa.
Sholat Idul Adha umumnya dilaksanakan secara berjamaah, baik di lapangan terbuka, masjid, maupun di rumah jika kondisi tidak memungkinkan. Mengetahui niat dan tata cara pelaksanaan sholat Idul Adha secara benar menjadi penting agar ibadah tidak hanya dilakukan sebagai rutinitas tahunan, tetapi juga benar-benar mengandung nilai spiritual yang mendalam.
Artikel ini akan mengulas secara lengkap bacaan niat serta langkah-langkah pelaksanaan sholat Idul Adha, agar setiap umat Muslim dapat mengamalkannya dengan baik dan khusyuk.
Bacaan Niat Sholat Idul Adha
Dalam setiap pelaksanaan sholat, niat merupakan hal pertama yang harus dilakukan. Begitu pula dengan sholat Idul Adha, niat menjadi pembuka yang membedakan ibadah ini dari ibadah lainnya. Niat tidak perlu diucapkan dengan suara, melainkan cukup dilafalkan di dalam hati sesaat sebelum takbiratul ihram.
Berikut bacaan niat sholat Idul Adha untuk imam dan makmum:
“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah ta’ala.”
🕌 Panduan Lengkap Niat dan Tata Cara Sholat Idul Adha
Hari Raya Idul Adha merupakan momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain memperingati kisah pengorbanan Nabi Ibrahim AS, hari raya ini juga menjadi ajang mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah kurban dan sholat Idul Adha.
Sholat Idul Adha menjadi pembuka rangkaian ibadah di hari raya ini. Meski hukumnya sunnah muakkad (sangat dianjurkan), Rasulullah SAW dan para sahabat selalu melaksanakannya sebagai bentuk pengagungan kepada Allah dan syiar Islam.
🌙 Hukum dan Keutamaan Sholat Idul Adha
Sholat Idul Adha dikerjakan dua rakaat secara berjamaah, biasanya di lapangan terbuka atau masjid. Jika kondisi tidak memungkinkan, bisa dilakukan di rumah. Ibadah ini membawa banyak keutamaan, mulai dari memperkuat ukhuwah Islamiyah hingga meraih pahala besar dari Allah SWT.
🙏 Niat Sholat Idul Adha
Niat dilakukan dalam hati sebelum takbiratul ihram. Berikut adalah bacaannya:
“Aku berniat sholat sunnah Idul Adha dua rakaat menghadap kiblat sebagai makmum karena Allah Ta’ala.”
🧎 Tata Cara Sholat Idul Adha
Sholat ini terdiri dari dua rakaat, dengan tambahan takbir sebagai ciri khasnya:
Rakaat Pertama:
Niat
Takbiratul ihram
Doa iftitah
7 takbir tambahan
Bacaan dzikir di sela takbir
Surah Al-Fatihah
Surah Al-A’la
Rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud lagi
Rakaat Kedua:
Berdiri
5 takbir tambahan
Dzikir di sela takbir
Surah Al-Fatihah
Surah Al-Ghasyiyah
Rukuk, i’tidal, sujud, duduk, sujud
Salam
Setelah Sholat:
Jamaah tetap duduk untuk menyimak khutbah Idul Adha, yang disampaikan dalam dua bagian oleh khatib, berbeda dengan khutbah Jumat yang dilakukan sebelum sholat.
🕌 Waktu dan Sunnah Sebelum Sholat Idul Adha, Ini yang Perlu Diketahui
Sholat Idul Adha merupakan bagian penting dari rangkaian ibadah Hari Raya Kurban. Waktu pelaksanaannya dimulai ketika matahari telah terbit setinggi tombak—sekitar pukul 06.00 hingga 06.30 WIB—dan berakhir sebelum masuk waktu Zuhur. Dianjurkan untuk melaksanakannya lebih awal agar umat Muslim memiliki cukup waktu untuk melaksanakan penyembelihan hewan kurban setelahnya.
🌟 Sunnah Sebelum Sholat Idul Adha
Untuk menyempurnakan ibadah, berikut beberapa amalan sunnah yang dianjurkan sebelum melaksanakan sholat Idul Adha:
Mandi sunnah sebelum berangkat ke tempat sholat.
Memakai pakaian terbaik—tidak harus baru, yang penting bersih dan rapi.
Menggunakan wewangian untuk menyegarkan diri.
Tidak makan terlebih dahulu, berbeda dengan Idul Fitri di mana dianjurkan makan sebelum sholat.
Berjalan kaki menuju lokasi sholat jika memungkinkan, sebagai bentuk kesederhanaan dan sunnah Rasul.
Memperbanyak takbir sejak malam Idul Adha hingga waktu sholat, sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT.
Sholat Idul Adha idealnya dilakukan secara berjamaah di tempat terbuka, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Namun, bila kondisi tidak memungkinkan, seperti cuaca buruk atau keadaan darurat, sholat dapat dilakukan di masjid atau bahkan di rumah.