Makna dan Sejarah Puasa Asyura: Jejak Ibadah dari Masa Jahiliyah hingga Risalah Nabi Muhammad SAW

Stylesphere – Puasa Asyura, yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender hijriyah, merupakan salah satu amalan sunnah yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang mendalam. Lebih dari sekadar ritual ibadah, puasa ini menyimpan kisah panjang yang menghubungkan masa jahiliyah, sejarah kenabian Musa AS, hingga masa kenabian Rasulullah SAW.

Dalam salah satu ceramahnya yang disampaikan melalui kanal YouTube @persepsidalamdiam, Ustadz Adi Hidayat (UAH) membahas sejarah dan makna syariat puasa Asyura dari perspektif lintas zaman. Ia menjelaskan bahwa puasa ini sudah dikenal jauh sebelum kedatangan Islam.

“Puasa Asyura bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Quraisy. Bahkan di masa jahiliyah, mereka sudah terbiasa melaksanakannya,” tutur Ustadz Adi Hidayat, dikutip Anugerahslot islamic pada Jumat (27/6/2025).

Menurut UAH, praktik puasa pada tanggal 10 Muharram telah menjadi bagian dari tradisi turun-temurun di kalangan penduduk Makkah. Tradisi ini kemudian mendapat pengakuan dalam Islam dan diberi makna baru melalui bimbingan Nabi Muhammad SAW.

Ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, beliau mendapati bahwa kaum Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura. Mereka melakukannya sebagai bentuk penghormatan terhadap peristiwa diselamatkannya Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Fir’aun. Momen ini menjadi titik penting penyelarasan antara ajaran terdahulu dengan syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW.

Dengan sikap bijak, Nabi Muhammad SAW mengakui nilai spiritual di balik puasa tersebut dan mengarahkan umat Islam untuk ikut melakukannya, bahkan menganjurkan untuk menambah puasa sehari sebelumnya (Tasua, 9 Muharram) sebagai pembeda dari kebiasaan kaum Yahudi.

Puasa Asyura: Tradisi Lama yang Dikuatkan Syariat, Simbol Syukur dan Jejak Sejarah Iman

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa Islam tidak serta-merta menolak tradisi lama. Sebaliknya, Islam memilah dan menimbang setiap tradisi berdasarkan nilai dan manfaat yang dikandungnya. “Dari sini kita bisa lihat bagaimana Islam tidak serta-merta menolak semua tradisi lama, tapi menimbangnya berdasarkan nilai dan manfaat,” jelasnya.

Menurut Ustadz Adi, dalam menyikapi tradisi semacam ini, syariat Islam memiliki empat pendekatan, salah satunya adalah melestarikan tradisi apabila terbukti membawa kebaikan dan sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Puasa Asyura menjadi contoh nyata bagaimana sebuah tradisi yang berasal dari masa lampau dapat diadopsi dan diteguhkan dalam Islam sebagai ibadah sunnah. Tradisi ini tidak hanya diperkuat secara hukum, tetapi juga dimaknai sebagai bentuk syukur, pembersih dosa, dan penghormatan terhadap warisan sejarah kenabian.

“Syariat memperkuat puasa Asyura karena ia mengandung unsur syukur, penghapusan dosa, dan penghargaan terhadap sejarah kenabian,” ujar UAH.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa keutamaan puasa Asyura tidak sebatas pada pahala yang dijanjikan, melainkan juga pada kesadaran historis dan spiritual umat Islam dalam mengenang jejak para nabi. Hal ini memperluas dimensi puasa Asyura—bukan sekadar ritual, tetapi juga pelajaran tentang iman dan perjalanan umat manusia.

Ustadz Adi pun mengutip sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa puasa Asyura menjadi sebab dihapuskannya dosa setahun yang lalu. Keistimewaan inilah yang menjadikan puasa ini sangat dianjurkan bagi umat Islam.

“Bukan hanya sekadar amal pribadi, puasa ini mengajarkan kita tentang hubungan antara sejarah, iman, dan keikhlasan dalam menjalankan syariat,” pungkasnya.

Puasa Asyura: Bukan Sekadar Ibadah Sunnah, tapi Simbol Kesadaran Sejarah dan Tauhid

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengajak umat Islam untuk tidak memandang puasa Asyura sebagai sekadar rutinitas tahunan. Ia menekankan pentingnya menjalankan ibadah ini dengan pemahaman yang mendalam tentang latar belakang sejarah dan nilai-nilai yang dikandungnya. “Mengenal sejarahnya akan menambah makna dalam setiap amal yang dilakukan,” ungkapnya.

Menurut UAH, hadits-hadits Nabi SAW menggambarkan secara jelas bagaimana puasa Asyura dihargai dalam Islam, bahkan menjadi salah satu bentuk pendidikan iman bagi umat Muslim pada masa awal Islam. Praktik ini bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga sarana mengenalkan umat kepada nilai-nilai kenabian terdahulu.

Lebih dari itu, UAH menilai puasa Asyura sebagai simbol pengakuan terhadap kebenaran risalah nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW, terutama Nabi Musa AS. Ini sekaligus memperkuat ikatan mata rantai kenabian dalam ajaran tauhid yang menjadi inti dari semua risalah langit. “Maka puasa ini bukan sekadar formalitas, tapi ada pesan tauhid yang kuat di baliknya,” tegasnya.

Kesadaran akan makna ini, lanjutnya, sangat penting agar puasa Asyura tidak kehilangan ruh substansialnya. Di tengah masyarakat yang semakin pragmatis, di mana ibadah kerap dilakukan tanpa memahami konteks sejarah dan spiritualnya, pemahaman yang benar akan memperdalam kekhusyukan dalam beribadah.

“Dengan memahami akar sejarahnya, kita bisa lebih khusyuk dan ikhlas dalam menunaikan ibadah ini. Ada ruh yang menggerakkan, bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban sunnah,” jelasnya.

Menutup ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menegaskan kembali bahwa syariat Islam sangat menghargai tradisi yang membawa kemaslahatan. Dalam hal ini, puasa Asyura adalah contoh ideal bagaimana warisan tradisi lama yang mengandung nilai kebaikan dapat dihidupkan kembali dalam naungan iman dan tauhid.

Menyambut Tahun Baru Islam, Inilah Makna dan Doa Awal Tahun 1 Muharam

Stylesphere – Tahun Baru Islam atau 1 Muharam merupakan momen penting bagi umat Muslim di seluruh dunia. Hari ini menandai pergantian tahun dalam kalender Hijriah, sekaligus menjadi waktu yang tepat untuk melakukan refleksi diri, memohon ampunan, dan menyambut tahun baru dengan penuh harapan serta doa terbaik kepada Allah SWT.

Salah satu amalan yang dianjurkan dalam menyambut 1 Muharam adalah membaca doa awal tahun. Doa ini dipanjatkan sebagai bentuk permohonan perlindungan dari berbagai godaan, bantuan dalam menahan hawa nafsu, dan harapan agar senantiasa diberi petunjuk serta didekatkan kepada Allah SWT sepanjang tahun yang akan dijalani.

Dalam kitab Al-Jami’ Al-Kabir karya Imam As-Suyuthi, doa awal dan akhir tahun turut dicantumkan sebagai bagian dari amalan yang dianjurkan. Menariknya, Mufti Batavia yang masyhur, Habib (Sayyid) Utsman bin Yahya, kemudian menambahkan lafaz shalawat di awal doa tersebut, memperindah susunannya dan memperkuat maknanya.

Sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah dan membuka lembaran baru dengan penuh kebaikan, membaca doa awal tahun menjadi langkah spiritual yang mendalam dan bermakna.

Berikut ulasan lengkapnya yang dirangkum Anugerahslot, Rabu (25/6/2025).

Doa Awal Tahun 1 Muharam: Amalan Awali Tahun Baru Islam dengan Harapan dan Keberkahan

Doa awal tahun 1 Muharam menjadi salah satu amalan penting yang dianjurkan untuk menyambut tahun baru Islam. Doa ini dipanjatkan agar setiap muslim mendapatkan perlindungan dan keberkahan sepanjang tahun yang akan datang.

Merujuk pada kitab Al-Jami’ Al-Kabir karya Imam As-Suyuthi, doa untuk akhir dan awal tahun telah dicantumkan secara khusus. Kemudian, Mufti Batavia, Habib (Sayyid) Utsman bin Yahya, menambahkan lafadz shalawat di awal doa tersebut sehingga maknanya semakin lengkap dan indah.

Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI), waktu pembacaan doa awal tahun 1 Muharam hendaknya diperhatikan dengan baik agar mendapatkan manfaat maksimal.

Berikut adalah teks doa awal tahun yang bisa diamalkan:

Doa Awal Tahun 1 Muharam

Teks Arab:
اَللّهُمَّ أَنْتَ الْأَبَدِيُّ الْقَدِيْمُ الْأَوَّلُ، وَعَلَى فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ وَكَرِيْمِ جُوْدِكَ الْمُعَوَّلِ. وَهَذَاعَامٌ جَدْيُدٌ قَدْ أَقْبَل. أَسْأَلُكَ الْعِصْمَةَ فِيْهِ مَنَ الشْيْطَانِ وَأَوْلِيَائِهِ، وِالْعَوْنَ عَلَى هَذه النَّفْسِ الأَمَّارَةِ بِالسُّوْءِ، وَالاشْتِغَالِ بِمَا يُقَرِّبُنِيْ إِلَيْكَ زُلْفَى، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ وَصَلَّي اللهُ عَلَي سَيّدِنَا مُحَمّدً وَعَلَى اَلِهِ وَصَحْبِه وَسَلَّم

Teks Latin:
“Allahumma antal-abadiyyul-qadiimul-awwal. Wa ‘alaa fadhlikal-‘azhimi wujuudikal-mu’awwal. Wa haadzaa ‘aamun jadiidun qad aqbal. Nas’alukal ‘ishmata fiihi minasy-syaithaani wa auliyaa-ihii wa junuudihii. Wal’auna ‘alaa haadzhihin-nafsil-ammarati bis-suu-i. Wal-isytighaala bimaa yuqorribuni ilaika zulfa. Yaa dzal-jalaali wal-ikraam. Wa shallallaahu ‘alaa sayyidina Muhammadin wa ‘alaa ‘aalihi wa shahbihii wa sallam.”

Terjemahan Bahasa Indonesia:
“Ya Allah, Engkaulah Yang Kekal, Yang Awal dan Dahulu Ada. Kami memohon perlindungan hanya kepada anugerah-Mu yang agung dan kemurahan-Mu yang luas pada tahun yang baru ini, dari godaan setan, para pengikut dan tentaranya. Berikanlah kami pertolongan untuk mengalahkan hawa nafsu yang mengajak pada keburukan, serta agar kami selalu sibuk dengan amal yang mendekatkan diri kepada-Mu, wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kami Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya.”

Dengan membaca doa ini di awal tahun Hijriah, diharapkan setiap Muslim dapat menjalani tahun baru dengan penuh keberkahan dan terhindar dari segala godaan serta keburukan.

1 Muharam Tanggal 27 Juni 2025

Kapan 1 Muharam 2025? Mengutip dari SKB 3 Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024 tentang Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2025, Tahun Baru Islam 1 Muharam 1447 H atau Tahun Baru Islam 2025 diperingati pada Jumat (27/6). Hari itu juga merupakan libur nasional.

Itu artinya, 1 Muharam 1447 H atau 1 Muharam 2025 jatuh pada 27 Juni 2025. Ini juga sesuai dengan penanggalan dalam kalender Hijriah 2025 yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI.

Berdasarkan kalender Hijriah 2025, 1 Muharam 2025 bertepatan dengan 27 Juni 2025. Jika mengikuti ketetapan tersebut, maka bulan Muharam 2025 berlangsung sampai tanggal 25 Juli 2025.

Berikut rincian tanggal-tanggal penting di bulan Muharam 1447 H (2025), melansir dari kalender Hijriah yang diterbitkan oleh Kemenag RI:

  1. 1 Muharam 1447 H: 27 Juni 2025
  2. 2 Muharam 1447 H: 28 Juni 2025
  3. 3 Muharam 1447 H: 29 Juni 2025
  4. 4 Muharam 1447 H: 30 Juni 2025
  5. 5 Muharam 1447 H: 1 Juli 2025
  6. 6 Muharam 1447 H: 2 Juli 2025
  7. 7 Muharam 1447 H: 3 Juli 2025
  8. 8 Muharam 1447 H: 4 Juli 2025
  9. 9 Muharam 1447 H: 5 Juli 2025
  10. 10 Muharam 1447 H: 6 Juli 2025
  11. 11 Muharam 1447 H: 7 Juli 2025
  12. 12 Muharam 1447 H: 8 Juli 2025
  13. 13 Muharam 1447 H: 9 Juli 2025
  14. 14 Muharam 1447 H: 10 Juli 2025
  15. 15 Muharam 1447 H: 11 Juli 2025
  16. 16 Muharam 1447 H: 12 Juli 2025
  17. 17 Muharam 1447 H: 13 Juli 2025
  18. 18 Muharam 1447 H: 14 Juli 2025
  19. 19 Muharam 1447 H: 15 Juli 2025
  20. 20 Muharam 1447 H: 16 Juli 2025
  21. 21 Muharam 1447 H: 17 Juli 2025
  22. 22 Muharam 1447 H: 18 Juli 2025
  23. 23 Muharam 1447 H: 19 Juli 2025
  24. 24 Muharam 1447 H: 20 Juli 2025
  25. 25 Muharam 1447 H: 21 Juli 2025
  26. 26 Muharam 1447 H: 22 Juli 2025
  27. 27 Muharam 1447 H: 23 Juli 2025
  28. 28 Muharam 1447 H: 24 Juli 2025
  29. 29 Muharam 1447 H: 25 Juli 2025

Amalan di Bulan Muharam

Bulan Muharam merupakan salah satu bulan yang dimuliakan dalam Islam. Terdapat berbagai amalan sunnah yang dapat dikerjakan untuk meraih keberkahan di bulan ini. Sujumlah amalan sunnah yang bisa dikerjakan di bulan Muharram adalah puasa awal Muharram, puasa Tasua, puasa Asyura, mengupas kepala anak yatim, bersedekah, dan memperbanyak istighfar.

Dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa Muharram dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim).

1. Puasa Awal Muharram

Berpuasa pada hari pertama bulan Muharram merupakan salah satu amalan sunnah yang dianjurkan untuk mengawali tahun baru Hijriah dengan amal saleh. Puasa ini dikerjakan tepat pada tanggal 1 Muharram. Pada tahun 2025 ini, 1 Muharram 1447 H jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025. Adapun niat puasa sunnah Muharram adalah sebagai berikut, melansir dari buku Meraih Surga dengan Puasa karya H Herdiansyah Achmad Lc:

Niat Puasa Awal Muharram

نَوَيْتُ صَوْمَ الشَّهْرِ الْمُحَرَّمِ سُنَّةَ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab Latin: Nawaitu shauma-sy-syahri-l-muharrami sunnata-lillâhi ta’âla.

Artinya: “Saya berniat puasa bulan Muharram sunnah karena Allah Ta’ala.”

2. Puasa Tasua

Selain pada awal Muharram, umat muslim juga dianjurkan untuk mengerjakan puasa pada tanggal 9 Muharram atau dikenal dengan puasa Tasua. Puasa ini dianjurkan sebagai bentuk penyelisihan terhadap tradisi kaum Yahudi, yang hanya berpuasa pada hari Asyura saja. Puasa Tasua 2025 dikerjakan pada Sabtu, 5 Juli 2025. Berikut adalah niat puasa Tasua, melansir dari Buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Ustaz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid:

نَوَيْتُ صَوْمَ تَسُعَاءَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab Latin: Naiwaitu shauma tasu’aa-i sunnatan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Saya berniat puasa sunnah Tasu’a karena Allah Ta’ala.

3. Puasa Asyura

Puasa Asyura adalah puasa sunnah yang dilakukan pada tanggal 10 Muharram. Puasa ini merupakan salah satu puasa yang sangat dianjurkan di bulan Muharram. Puasa Asyura dikerjakan sebagai bentuk penghormatan terhadap kemenangan yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Fir’aun.

Puasa Asyura 2025 jatuh pada Minggu, 6 Juli 2025. Adapun niat puasa Asyura adalah sebagai berikut, melansir dari Buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Ustaz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid:

نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُرَ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab Latin: Naiwaitu shauma ‘aasyura sunnatan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Saya berniat puasa sunnah Asyura karena Allah Ta’ala.”

4. Puasa 11 Muharram

Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan sejumlah ulama lainnya berpendapat bahwa disunnahkan berpuasa juga pada tanggal 11 Muharram, selain tanggal 9 (Tasu’a) dan 10 (Asyura). Pendapat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, melansir dari Buku Kalender Ibadah Sepanjang Tahun karya Ustaz Abdullah Faqih Ahmad Abdul Wahid:

“Berpuasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan kaum Yahudi, dengan berpuasa satu hari sebelumnya dan satu hari sesudahnya.” (HR. Ahmad).

Niat Puasa 11 Muharram

نَوَيْتُ صَوْمَ الشَّهْرِ الْمُحَرَّمِ سُنَّةَ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab Latin: Nawaitu shauma-sy-syahri-l-muharrami sunnata-lillâhi ta’âla.

Artinya: “Saya berniat puasa bulan Muharram sunnah karena Allah Ta’ala.”

5. Memperbanyak Istighfar

Di bulan Muharram, umat muslim juga dianjurkan untuk memperbanyak permohonan ampun kepada Allah SWT. Salah satu bacaan istighfar yang paling utama dan sangat dianjurkan adalah sayyidul istighfar. Rasulullah SAW bersabda, melansir dari buku Doa & Dzikir Sepanjang Tahun karya H Hamdan Hamedan, M A:

“Barang siapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.” (HR. Bukhari no. 6.306)

Berikut ini bacaan sayyidul istighfar:

اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ أَبُوءُ لَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوءُ لَكَ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنتَ.

Arab Latin: Allaahumma anta rabbii laa ilaaha illa anta khalaqtanii wa anaa ‘abduka wa anaa ‘alaa ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu. A-‘uudzu bika min syarri maa shana’tu abuu-u laka bini’matika ‘alayya wa abuu-u laka bi-dzanbii, faghfirlii fa innahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta.

Artinya: “Ya Allah, Engkau adalah Tuhanku, tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi selain Engkau. Engkau telah Menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji- Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui dosaku kepada- Mu dan aku akui nikmat-Mu kepadaku, maka ampunilah aku. Sebab, tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain-Mu.”

6. Puasa Ayyamul Bidh

Puasa Ayyamul Bidh adalah puasa sunnah yang dilakukan setiap tanggal 13, 14, dan 15 pada bulan Hijriah. Puasa ini merupakan salah satu amalan saleh yang dianjurkan untuk dilakukan secara rutin setiap bulan, termasuk di bulan Muharram.

Dalam sejumlah hadits, Rasulullah SAW menekankan keutamaan puasa Ayyamul Bidh. Salah satunya tertuang dalam wasiat beliau kepada sahabat Abu Hurairah RA, melansir dari laman MUI:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلَاثٍ لَا أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ صَوْمِ ثَلَاثَةِ أَيَّاامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَصَلَاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْر

“Dari Abu Hurairah RA, dia berkata, “Kekasihku (Rasulullah SAW) mewasiatkan padaku tiga nasehat yang aku tidak pernah meninggalkannya hingga aku mati, yaitu berpuasa tiga hari setiap bulan (ayyamul bidh), mengerjakan sholat Dhuha, dan mengerjakan shalat Witir sebelum tidur.” (HR Bukhari no 1178)