Buya Yahya: Sifat Pelit Bisa Menular Seperti Penyakit
Stylesphere – Pelit bukan sekadar sifat buruk yang merusak hubungan sosial, tetapi juga bisa menular layaknya penyakit. Hal ini disampaikan oleh pendakwah ternama KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang lebih dikenal sebagai Buya Yahya dalam sebuah kajian terbaru yang mengangkat persoalan kehidupan sehari-hari.
Dalam ceramahnya, Buya Yahya menekankan bahwa sifat pelit tidak boleh dianggap sepele. Menurutnya, seseorang yang terlalu sering bergaul dengan orang-orang pelit dapat tertular kebiasaan buruk tersebut tanpa disadari.
“Kalau duduk sama orang pelit, pasti menular,” ujarnya tegas.
Buya Yahya mencontohkan, pada awalnya seseorang mungkin merasa janggal ketika melihat temannya enggan berbagi makanan. Namun, jika hal itu terus berulang, rasa heran akan berubah menjadi kebiasaan, hingga akhirnya ia pun ikut-ikutan tidak berbagi. Proses ini disebutnya sebagai bentuk pembiasaan yang pelan-pelan mampu mengikis nilai-nilai kebaikan dalam diri seseorang.
Ia menambahkan bahwa ketika seseorang terbiasa dengan sikap tidak peduli dan enggan berbagi, maka rasa empati dan kepedulian pun akan memudar. Hal ini menjadi pengingat bahwa karakter seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya.
Dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @buyayahyaofficial pada Selasa (17/06/2025), Buya Yahya mengajak umat untuk lebih selektif dalam memilih lingkungan dan menekankan pentingnya keteladanan dalam membentuk karakter. Menurutnya, lingkungan yang dipenuhi sikap pelit dapat meredupkan semangat berbagi dan kepedulian sosial.
Buya Yahya: Sifat Pelit Dekat dengan Setan, Dermawan Membawa Rahmat

Dalam sebuah ceramah yang disiarkan melalui kanal YouTube @buyayahyaofficial pada Selasa (17/06/2025), Buya Yahya menggambarkan bagaimana sikap pelit dapat memengaruhi seseorang secara perlahan. Ia mencontohkan situasi sederhana yang sering terjadi di lingkungan kerja: seseorang duduk bersama rekan yang enggan berbagi makanan.
“Awalnya merasa aneh, keterlaluan amat ya. Tapi setelah ketemu lagi dan lagi, akhirnya dia sendiri enggak nawarin makanan juga,” ujar Buya Yahya.
Menurutnya, pelit bukan sekadar perilaku negatif dalam hubungan sosial, tetapi juga memiliki dimensi spiritual. Ia menyatakan dengan tegas bahwa sifat pelit dekat dengan setan, dan setan dekat dengan neraka. Karena itu, pelit adalah karakter yang membahayakan tidak hanya secara sosial, tetapi juga dalam kehidupan beragama.
Sebaliknya, Buya menjelaskan bahwa bergaul dengan orang-orang dermawan akan menumbuhkan semangat berbagi. “Dekat orang dermawan, nular juga. Ingin berbuat baik, ingin ikut senang berbagi,” tuturnya.
Sifat dermawan, menurut Buya Yahya, adalah karakter luhur yang sangat dihargai dalam ajaran Islam. Orang yang gemar memberi tidak hanya mendapatkan keberkahan, tetapi juga mampu menginspirasi orang lain di sekitarnya untuk melakukan hal serupa. Berbagi bukan hanya soal materi, tetapi juga soal nilai dan keteladanan.
Meski begitu, Buya mengingatkan agar berbagi dilakukan dengan bijak. Ia mencontohkan pendidikan kepada anak-anak yang perlu diarahkan agar tidak asal membagikan uang milik orang tua tanpa tujuan jelas.
“Berbaginya jangan ngacau, jangan sampai uang orang tua habis karena dibagi-bagi sembarangan. Harus ada ilmunya,” pesannya.
Buya Yahya menekankan bahwa semangat berbagi harus dilandasi ilmu dan tanggung jawab. Dengan begitu, kebaikan yang dilakukan benar-benar membawa manfaat dan menjadi amal saleh yang diridhai Allah.
Buya Yahya: Didik Anak Agar Tidak Pelit dan Tidak Boros, Ini Kunci Karakter Seimbang

Dalam nasihatnya yang penuh makna, Buya Yahya menekankan pentingnya mendidik anak untuk tidak bersifat pelit sekaligus tidak boros. Menurutnya, keseimbangan adalah fondasi utama dalam membentuk kepribadian yang sehat, baik secara sosial maupun spiritual.
Buya menjelaskan bahwa lingkungan memiliki peran besar dalam pembentukan karakter seseorang. Karena itu, memilih lingkungan yang positif dan berteman dengan orang-orang dermawan adalah langkah penting agar tidak terjerumus dalam sifat-sifat tercela.
Ia juga menyoroti fenomena sosial di tengah masyarakat modern, di mana banyak anak dibesarkan tanpa dibiasakan untuk peduli kepada sesama. Padahal, menurut Buya, sikap berbagi harus ditanamkan sejak dini—meski hanya dengan hal-hal kecil seperti menawarkan makanan.
“Kalau enggak dibiasakan dari kecil, nanti dewasa jadi orang pelit yang keras hati. Susah menolong, susah memberi,” tegas Buya Yahya.
Dalam konteks kehidupan yang kian individualistis, pesan ini terasa semakin relevan. Banyak orang terlalu fokus pada urusan pribadi hingga melupakan pentingnya kepedulian sosial.
Buya juga mengingatkan bahwa sifat baik maupun buruk sangat mudah menular, tergantung dengan siapa seseorang bergaul setiap hari. Karena itu, ia mengajak umat Islam untuk lebih berhati-hati dalam memilih lingkungan pergaulan.
Kebiasaan berbagi, lanjut Buya, dapat dimulai dari hal-hal sederhana. Dari sekadar menawarkan makanan, seseorang bisa belajar menumbuhkan empati dan kasih sayang. Perlahan, sikap ini akan membentuk pribadi yang dermawan dan peduli terhadap sesama.
Pada akhirnya, Buya Yahya menegaskan bahwa melatih diri dan anak untuk tidak pelit adalah bagian dari upaya meniti jalan kebaikan. Sebab, sifat pelit bukan hanya menyusahkan orang lain, tetapi juga merugikan diri sendiri.
Pesan ini menjadi pengingat bahwa dalam Islam, kebaikan tidak hanya diukur dari hubungan dengan Allah, tetapi juga dari kepedulian terhadap sesama manusia. Nilai-nilai sosial seperti tolong-menolong, berbagi, dan empati adalah bagian penting dari ajaran Islam yang harus terus dijaga dan diwariskan kepada generasi berikutnya.