Sholat Subuh dalam Pandangan Tarjih Muhammadiyah: Ibadah yang Sarat Makna Doa

Stylesphere – Sholat dalam Islam bukan sekadar kewajiban rutin, melainkan bentuk ibadah yang mengandung doa dalam setiap gerak dan bacaannya. Menurut pandangan Tarjih Muhammadiyah, sholat — termasuk sholat Subuh — adalah ibadah yang tersusun dari rangkaian perkataan dan perbuatan, dimulai dengan takbiratul ihram dan ditutup dengan salam.

Melansir Suara Muhammadiyah, Tarjih Muhammadiyah menekankan bahwa hakikat sholat adalah doa itu sendiri. Oleh karena itu, tidak ada satu bentuk doa tertentu yang dikhususkan secara mutlak dalam sholat Subuh. Bacaan dalam sholat, termasuk doa-doanya, dipahami sebagai bagian dari implementasi nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.

Berikut Anugerahslot ulas lengkapnya, Minggu (6/7/2025).tulis ulang artikel:

Pendekatan Muhammadiyah: Berlandaskan Al-Qur’an dan Hadis

Dalam praktiknya, sholat Subuh ala Muhammadiyah lebih menekankan pada pemurnian ajaran sesuai dengan pemahaman terhadap dalil-dalil syar’i. Doa dan bacaan yang digunakan dalam sholat merupakan hasil ijtihad terhadap tuntunan Al-Qur’an dan Hadits yang sahih.

Bagi Muhammadiyah, setiap bagian dari sholat merupakan bentuk komunikasi langsung antara hamba dan Tuhannya. Dengan pendekatan seperti ini, keikhlasan, pemahaman makna, dan kesadaran dalam berdoa menjadi lebih utama daripada hanya terpaku pada bentuk bacaan tertentu.

Kesimpulan

Sholat dalam pandangan Tarjih Muhammadiyah bukan hanya ritual formal, tetapi perwujudan doa dan penghambaan secara utuh kepada Allah SWT. Terutama dalam sholat Subuh, pemaknaan terhadap isi doa lebih ditekankan daripada kekakuan pada format tertentu. Inilah yang menjadikan pendekatan Muhammadiyah kaya akan nilai spiritual sekaligus berpijak pada sumber-sumber Islam yang autentik.

Bacaan Doa dalam Sholat Subuh Sesuai Tarjih Muhammadiyah

Dalam pandangan Tarjih Muhammadiyah, pelaksanaan sholat didasarkan pada dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Hadits sahih. Bacaan-bacaan dalam setiap gerakan sholat merupakan bagian tak terpisahkan dari ibadah yang mengandung doa dan makna mendalam. Melansir umj.ac.id, berikut beberapa bacaan doa dalam sholat Subuh sesuai dengan Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah:

1. Doa I’tidal

Saat bangkit dari rukuk (i’tidal), dianjurkan membaca:

  • سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
    Sami’allahu liman hamidah
    Artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya.”
  • رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
    Rabbanaa wa lakal hamd
    Artinya: “Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji.”

Atau dengan bacaan yang lebih panjang:

  • سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَوَاتِ وَمِلْءُ الْأَرْضِ وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ
    Sami’allahu liman hamidah. Allahumma rabbanaa lakal hamdu mil’us samaawaati wa mil’ul ardhi wa mil’u maa syi’ta min syai’in ba’du
    Artinya: “Ya Allah, Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sepenuh langit, bumi, dan semua yang Engkau kehendaki setelah itu.”

Atau bacaan lain yang dianjurkan:

  • سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ
    Sami’allahu liman hamidah. Rabbanaa wa lakal hamdu hamdan katsiran thayyiban mubaarakan fiih
    Artinya: “Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Ya Tuhan kami, bagi-Mu segala puji, sebanyak-banyaknya, baik dan penuh keberkahan.”

2. Doa Sujud

Beberapa bacaan sujud dalam Tarjih Muhammadiyah antara lain:

  • سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
    Subhaanaka Allahumma rabbanaa wa bihamdika, Allahummaghfirlii
    Artinya: “Maha Suci Engkau, ya Allah, Tuhan kami, dan dengan pujian kepada-Mu, aku mohon ampun.”

Atau doa yang lebih ringkas:

  • سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى
    Subhaana rabbiyal a’laa
    Artinya: “Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi.”

Atau doa tambahan lainnya:

  • سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ، رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ
    Subbuuhun qudduusun, rabbul malaaikati war ruuh
    Artinya: “Maha Suci, Maha Kudus, Tuhan para malaikat dan ruh (Jibril).”

3. Doa Tasyahud Akhir

Bacaan tasyahud akhir sesuai Tarjih Muhammadiyah adalah sebagai berikut:

اَلتَّحِيَّاتُ لِلّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Attahiyyaatu lillaahi washsholawaatu waththayyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan-nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish-shoolihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallaah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluh.

Artinya:
“Segala kehormatan, sholat, dan kebajikan adalah milik Allah. Keselamatan atasmu, wahai Nabi, beserta rahmat dan keberkahan Allah. Keselamatan atas kami dan atas hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.”

4. Shalawat dan Doa Perlindungan

Shalawat Ibrahimiyah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa shallaita ‘alaa Ibraahiima wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidun majiid. Allahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad kamaa baarakta ‘alaa Ibraahiim wa ‘alaa aali Ibraahiim, innaka hamiidun majiid.

Artinya:
“Ya Allah, limpahkanlah sholawat kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberikan sholawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Limpahkan pula keberkahan kepada Nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau berkahi Nabi Ibrahim dan keluarganya.”

5. Doa Perlindungan

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ

Allahumma innii a’uudzubika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qabr, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min syarri fitnatil masiihid-dajjaal.

Artinya:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari azab neraka Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Dajjal.”

Pandangan Muhammadiyah tentang Qunut dalam Sholat Subuh

Perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan doa qunut dalam sholat Subuh sering menjadi perhatian di tengah umat Islam. Salah satu pandangan yang berbeda datang dari Muhammadiyah, yang melalui Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki pendirian tersendiri mengenai praktik qunut.

Menurut penjelasan Syamsul Anwar sebagaimana dilansir dari muhammadiyah.or.id, hadis-hadis yang menyebut Nabi Muhammad SAW membaca qunut Subuh secara terus-menerus hingga wafat dinilai dhaif (lemah). Bahkan sebagian di antaranya tidak hanya lemah secara sanad (rantai periwayatan), tetapi juga bertentangan dengan hadis sahih yang lebih kuat.

Dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah membaca qunut hanya selama satu bulan, itupun dalam konteks musibah besar yang menimpa umat Islam (qunut nazilah). Setelah itu, beliau meninggalkannya dan tidak kembali melakukannya secara rutin. Atas dasar inilah Muhammadiyah berpendapat bahwa qunut tidak dilakukan dalam sholat Subuh secara tetap.

Pandangan ini selaras dengan prinsip purifikasi (tajdid) yang dianut Muhammadiyah, yaitu mengembalikan ajaran Islam kepada Al-Qur’an dan hadis sahih. Maka dari itu, dalam tuntunan ibadahnya, Muhammadiyah tidak menganjurkan pembacaan qunut pada sholat Subuh, kecuali jika dilakukan sebagai qunut nazilah, dalam kondisi darurat seperti bencana, peperangan, atau musibah besar lainnya.

Meskipun demikian, perbedaan praktik ini tidak seharusnya menjadi sumber perpecahan di tengah umat Islam. Dalam khazanah keilmuan Islam, perbedaan pendapat merupakan hal yang lumrah dan diakui. Oleh karena itu, setiap Muslim diharapkan dapat saling menghormati perbedaan tersebut dan tetap menjaga ukhuwah Islamiyah.

Makna Kurban: Doa, Penghambaan, dan Kesadaran Spiritual di Balik Penyembelihan

Makna Kurban: Doa, Penghambaan, dan Kesadaran Spiritual di Balik Penyembelihan

Stylesphere – Momentum Idul Adha tidak hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga menjadi kesempatan emas untuk memperbanyak doa dan penghambaan kepada Allah SWT. Dalam prosesi kurban, tersimpan nilai-nilai spiritual yang dalam—jauh melampaui aspek teknis penyembelihan itu sendiri.

Sayangnya, banyak masyarakat yang hanya berfokus pada sisi pelaksanaan, seperti waktu, lokasi, dan jumlah hewan yang disembelih, tanpa menyadari bahwa momen penyembelihan adalah salah satu waktu paling mustajab untuk berdoa.

Pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam sebuah kajian yang disiarkan melalui kanal YouTube @seroja_art pada Sabtu (31/05/2025), mengingatkan bahwa keluarga yang berkurban sebaiknya tidak hanya menyaksikan, tetapi mengisi waktu penyembelihan dengan doa dan niat yang tulus. Berikut rangkuman lengkap Anugerahslot kepada anda.

“Saat kurban kita disembelih, bukan hanya hewannya yang kita persembahkan. Hati kita pun seharusnya tunduk dan khusyuk dalam doa,” jelas UAH.

UAH menyarankan agar mereka yang mengetahui waktu penyembelihan hewan kurbannya bersiap secara ruhani. Ketika waktu itu tiba, sangat dianjurkan untuk menghadap kiblat dan membaca bagian dari doa iftitah, yaitu:

“Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin.”

Doa ini sejalan dengan semangat tawakal dan totalitas penghambaan kepada Allah yang menjadi inti dari ibadah kurban. Bacaan tersebut mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta, bahwa hidup, mati, salat, dan sembelihan kita adalah semata untuk Allah Rabbul ‘Alamin.

“Jadikan momen itu bukan sekadar ritual tahunan, tapi momentum perjumpaan spiritual dengan Allah. Kurban adalah bahasa cinta kepada Tuhan,” tutur UAH.

Dengan demikian, kurban bukan hanya menyampaikan daging kepada yang membutuhkan, tetapi juga menyampaikan hati kepada Allah dengan penuh ketulusan. Dan pada saat penyembelihan berlangsung, itulah saat di mana langit sangat dekat dengan bumi, dan doa-doa dilangitkan dalam kesungguhan yang paling murni.

Doa Saat Penyembelihan: Saat Langit Terbuka dan Hati Tertambat kepada Allah

Bacaan yang disarankan oleh Ustadz Adi Hidayat, yakni bagian dari doa iftitah yang dimulai dengan “Innii wajjahtu wajhiya…”, dapat digunakan sebagai pengganti versi lain yang biasa dibaca saat salat. Bagi yang terbiasa membaca “wajjahtu wajhiya”, cukup menambahkan kata “inni” di awal bacaan agar sesuai dengan redaksi sunnah yang lengkap.

Setelah membacanya, seseorang dianjurkan langsung berdoa dengan khusyuk, menghadirkan hati sepenuhnya kepada Allah.

“Doanya tidak perlu panjang,” ujar UAH, “tapi isinya harus menyentuh hal-hal penting dalam hidup kita—ampunan atas dosa, kelapangan rezeki, dan akhir hidup yang baik.”

Ustadz Adi mengingatkan bahwa kesempatan seperti ini hanya datang sekali dalam setahun, saat hewan kurban yang kita niatkan disembelih atas nama Allah. Maka, jangan disia-siakan. Waktu itu bisa menjadi saat terkabulnya doa, momen di mana langit sangat dekat dengan harapan manusia.

Berdoa saat penyembelihan bukan hanya menambah keberkahan kurban, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual antara pengurban dan Penciptanya. Ada nilai pengorbanan yang jauh lebih dalam daripada sekadar menyerahkan kambing atau sapi.

UAH juga menekankan bahwa doa ini adalah wujud keikhlasan dan kesungguhan dalam meneladani Nabi Ibrahim AS, yang siap mengorbankan apa yang paling dicintainya demi menjalankan perintah Allah.

“Itulah hakikat kurban,” tuturnya. “Mengalahkan ego, merelakan yang berharga, dan menggantungkan seluruh harap hanya kepada Allah.”

Menjadikan Kurban Sebagai Titik Temu Hati dan Pengabdian

Seorang Muslim sebaiknya tidak sekadar menyerahkan urusan kurban kepada panitia masjid lalu merasa cukup. Tanpa keterlibatan batin, kurban bisa kehilangan makna terdalamnya. Ustadz Adi Hidayat mengajak umat Islam untuk ikut terhubung secara spiritual, meski secara teknis tidak menyembelih langsung. Menghadap kiblat, membaca doa, dan menyaksikan penyembelihan dengan kesadaran penuh akan menjadikan ibadah ini lebih bermakna.

Lebih dari itu, momen penyembelihan kurban adalah waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga, kerabat, dan bahkan seluruh umat Islam. Sebab, doa adalah senjata orang beriman, dan Hari Raya Iduladha adalah waktu di mana langit seperti terbuka bagi permohonan tulus dari hamba-hamba-Nya.

Iduladha bukan sekadar seremonial tahunan. Ia adalah panggilan untuk menyucikan jiwa dan memurnikan niat. Penyembelihan hewan kurban menjadi simbol nyata ketaatan dan keikhlasan, sementara doa yang menyertainya adalah penguat hubungan antara hamba dan Tuhannya.

Dengan kesadaran ini, umat Islam diharapkan tidak lagi memaknai kurban hanya sebagai aktivitas fisik, tetapi juga sebagai jalan spiritual untuk mendekat kepada Allah. Sebuah sarana tazkiyatun nafs—penyucian jiwa—yang mampu meninggikan derajat keimanan.

“Minta sungguh-sungguh kepada Allah di saat itu. Jangan dianggap ringan. Setahun sekali itu, maka mohonlah sebanyak-banyaknya,” tegas Ustadz Adi Hidayat.

Pesan ini menggugah kita semua untuk tidak menyia-nyiakan waktu mustajab yang sangat langka. Dengan niat yang ikhlas, doa yang sungguh-sungguh, dan hati yang hadir, semoga kurban yang kita tunaikan menjadi jalan terbuka menuju ridha dan kedekatan dengan Allah SWT.