Doa Setelah Pulang Haji: Ucapan Syukur dan Harapan untuk Tetap Istiqamah

Doa Setelah Pulang Haji: Ucapan Syukur dan Harapan untuk Tetap Istiqamah

Stylesphere – Menunaikan ibadah haji merupakan impian mulia bagi setiap Muslim. Setelah melewati serangkaian ibadah yang sarat dengan pengorbanan, keikhlasan, dan kesabaran di Tanah Suci, momen kepulangan jemaah haji ke tanah air menjadi saat yang sangat dinanti dan penuh haru.

Di tengah kegembiraan keluarga dan kerabat yang menyambut dengan suka cita, momen ini sebaiknya juga disertai dengan doa-doa penuh makna. Doa kepulangan dari haji tidak hanya menjadi ungkapan rasa syukur atas keselamatan dan kelancaran perjalanan, tetapi juga merupakan ikhtiar spiritual untuk menjaga kemabruran haji yang telah diperjuangkan.

Dengan doa, seorang haji memohon kepada Allah agar diberikan keistiqamahan dalam beribadah, serta memohon keberkahan bagi dirinya, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya. Doa ini menjadi langkah awal dalam mempertahankan semangat ibadah dan nilai-nilai yang didapat selama berada di Tanah Suci.

Dalam panduan ini, terdapat beberapa doa yang dianjurkan dibaca usai pulang dari ibadah haji, baik untuk diri sendiri maupun oleh para penyambut sebagai bentuk penghormatan dan harapan atas haji yang mabrur.

Berikut adalah rangkaian doa-doa yang dapat diamalkan, sebagaimana dikutip dari laman Anugerahslot Online Lampung, Senin (9/6/2025).

Rangkaian Doa Setelah Pulang Haji: Ucapan Syukur dan Permohonan Keberkahan

Menunaikan ibadah haji adalah puncak spiritualitas bagi seorang Muslim, yang sarat dengan pengorbanan, keikhlasan, dan penguatan iman. Setelah menjalani seluruh rangkaian ibadah di Tanah Suci, kepulangan para jemaah haji ke kampung halaman menjadi momen istimewa yang tak hanya disambut dengan suka cita keluarga, tetapi juga diiringi dengan doa-doa penuh makna.

Doa ketika pulang dari haji bukan sekadar ungkapan syukur atas perjalanan yang selamat, tetapi juga menjadi ikhtiar untuk menjaga kemabruran haji dan memohon agar semangat ibadah terus terjaga dalam kehidupan sehari-hari.

Berikut ini adalah beberapa doa yang dianjurkan dibaca saat pulang dari haji, baik oleh jemaah haji sendiri maupun oleh keluarga yang menyambut:

1. Doa Ketika Telah Sampai di Tanah Air

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ، سَاجِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ
Âyibûna, tâ’ibûn, ‘âbidûn, sâjidûn li rabbinâ hâmidûn.

Artinya:
(Kami) pulang, bertobat, menyembah, bersujud, dan memuji Tuhan kami.

Doa ini dibaca sebagai bentuk syukur atas kembalinya jemaah ke tanah air dengan selamat serta sebagai pengakuan atas ibadah yang telah dijalani dengan penuh keikhlasan.

2. Doa Saat Memasuki Kampung Halaman

بسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ إنِّي أسألُكَ خَيْرَها وَخَيْرَ أهلها وَخَيْرَ ما فِيها، وأعُوذُ بِكَ مِنْ شَرّها وَشَرّ أهلها وَشَرّ مَا فِيهَا
Bismillâh, allâhumma innî as-aluka khairahâ wa khaira ahlihâ wa khaira mâ fîhâ, wa a‘ûdzubika min syarrihâ wa syarri ahlihâ wa syarri mâ fîhâ.

Artinya:
Dengan nama Allah, ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan kampung ini, keburukan penduduknya, dan keburukan apa yang ada di dalamnya.

Doa ini mencerminkan harapan agar kepulangan membawa kebaikan, serta perlindungan dari potensi keburukan di tempat yang dituju.

Dengan membaca doa-doa ini, diharapkan para jemaah haji tidak hanya kembali secara fisik, tetapi juga membawa pulang ruh spiritual haji ke dalam kehidupan mereka. Doa menjadi jembatan antara ibadah yang telah dijalani dan komitmen untuk terus memperbaiki diri serta memberi manfaat bagi lingkungan sekitar

Semoga haji yang telah dilaksanakan diterima Allah sebagai haji yang mabrur, dan menjadi titik awal kehidupan yang lebih berkah dan bermakna.

Doa-Doa Kepulangan dari Ibadah Haji: Menyambut dengan Syukur dan Harapan

Kepulangan jemaah haji dari Tanah Suci adalah momen penuh haru dan kebahagiaan, tidak hanya bagi para jemaah itu sendiri, tetapi juga bagi keluarga dan masyarakat yang menanti. Di tengah suka cita, alangkah baiknya momen ini disertai dengan doa-doa syukur dan harapan, sebagai bentuk penghormatan terhadap ibadah yang telah dijalani, serta untuk menjaga semangat dan kemabruran haji yang diraih.

Berikut adalah rangkaian doa-doa yang dianjurkan untuk dibaca oleh jemaah maupun orang-orang yang menyambut mereka:

1. Doa Syukur Saat Kembali ke Tanah Air

آيِبُوْنَ تَائِبُوْنَ عَابِدُوْنَ، سَاجِدُوْنَ لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ
Âyibûna, tâ’ibûn, ‘âbidûn, sâjidûn li rabbinâ hâmidûn.

Artinya:
(Kami) pulang, bertobat, menyembah, bersujud, dan memuji Tuhan kami.

2. Doa Memasuki Kampung Halaman

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ خَيْرَهَا وَخَيْرَ أَهْلِهَا وَخَيْرَ مَا فِيهَا، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ أَهْلِهَا وَشَرِّ مَا فِيهَا
Bismillâh, allâhumma innî as-aluka khairahâ wa khaira ahlihâ wa khaira mâ fîhâ, wa a‘ûdzubika min syarrihâ wa syarri ahlihâ wa syarri mâ fîhâ.

Artinya:
Dengan nama Allah, ya Allah, aku memohon kepada-Mu kebaikan kampung ini, kebaikan penduduknya, dan kebaikan apa yang ada di dalamnya. Dan aku berlindung kepada-Mu dari keburukan kampung ini, keburukan penduduknya, dan keburukan apa yang ada di dalamnya.

3. Doa Pertobatan yang Mendalam

تَوْبًا تَوْبًا، لِرَبِّنَا أَوْبًا، لَا يُغَادِرُ حُوْبًا
Tauban, tauban, li rabbinâ awban, lâ yughâdiru hûban.

Artinya:
Kami sungguh memohon pertobatan. Kepada Tuhan kami, kami kembali, tobat yang tidak menyisakan dosa.

4. Doa dari Keluarga dan Penyambut Jemaah

قَبَّلَ اللهُ حَجَّكَ، وَغَفَرَ ذَنْبَكَ، وَأَخْلَفَ نَفَقَتَكَ
Qabballallâhu hajjaka, wa ghafara dzanbaka, wa akhlafa nafaqataka.

Artinya:
Semoga Allah menerima ibadah hajimu, mengampuni dosamu, dan mengganti pengeluaranmu.

5. Doa dari Riwayat Imam Al-Baihaqi

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْحَاجِّ وَلِمَنِ اسْتَغْفَرَ لَهُ الحَاجُّ
Allâhummaghfir lil hâjj, wa li man istaghfara lahul hâjj.

Artinya:
Ya Allah, ampunilah dosa jemaah haji ini dan dosa orang yang dimintakan ampun oleh jemaah haji ini.

Membaca dan mengamalkan doa-doa ini saat menyambut kepulangan dari haji merupakan bentuk penghormatan terhadap perjalanan spiritual yang luar biasa. Semoga doa-doa ini menjadi peneguh bagi jemaah agar senantiasa istiqamah dalam kebaikan, serta menjadi sumber keberkahan bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Tata Cara Pembagian Daging Kurban untuk Fakir Miskin: Tuntunan Syariat dan Hikmah Sosialnya

Tata Cara Pembagian Daging Kurban untuk Fakir Miskin: Tuntunan Syariat dan Hikmah Sosialnya

Stylesphere – Pembagian daging kurban kepada fakir miskin merupakan bagian penting dalam pelaksanaan ibadah kurban yang tidak boleh diabaikan. Setiap Muslim yang berkurban wajib memahami dengan benar ketentuan syariat terkait distribusi daging agar ibadahnya sah dan berpahala.

Dalam Islam, memberikan daging kurban kepada kaum dhuafa bukan sekadar tradisi tahunan, melainkan amanah ibadah yang mengandung nilai sosial tinggi. Tujuan utamanya adalah menebar keadilan sosial, mempererat ukhuwah islamiyah, serta menjadi sarana berbagi rezeki kepada mereka yang kurang mampu.

Ketentuan syariat menegaskan bahwa daging kurban hendaknya dibagi menjadi tiga bagian: sepertiga untuk diri sendiri dan keluarga, sepertiga untuk kerabat dan tetangga, serta sepertiga terakhir wajib diberikan kepada fakir miskin. Ini sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam pelaksanaan kurban di zamannya.

Pemahaman yang tepat tentang tata cara pembagian ini sangat penting agar ibadah kurban tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga membawa keberkahan sosial yang nyata. Sebab, melalui pembagian daging ini, semangat kepedulian dan solidaritas antarumat Islam semakin tumbuh kuat.

Beragam dalil dari Al-Qur’an dan hadits memperkuat pentingnya pembagian daging kepada yang membutuhkan. Salah satunya adalah firman Allah dalam Surah Al-Hajj ayat 28:

“Makanlah sebagian dari (daging kurban) itu dan berikanlah kepada orang yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta-minta.”

Dengan memahami dan mengamalkan ketentuan ini, ibadah kurban tidak hanya menjadi bentuk ketaatan kepada Allah, tetapi juga menjadi wasilah untuk memperkuat ikatan sosial di tengah masyarakat.

Berikut ini telah Anugerahslot rankum, penjelasan tentang ketentuan pembagian daging kurban untuk fakir miskin, termasuk dalil-dalil Al-Quran dan hadits yang mendasarinya, pada Senin (9/6).

Panduan Pembagian Daging Kurban Sunnah: Seimbangkan Hak Pribadi dan Kewajiban Sosial

Kurban sunnah adalah ibadah yang dilakukan secara sukarela oleh seorang Muslim, tanpa adanya nazar atau janji sebelumnya. Meski hukumnya tidak wajib, pelaksanaan kurban sunnah tetap memiliki aturan yang jelas dalam syariat, termasuk dalam hal pembagian daging kurban.

Dalam Islam, pembagian daging kurban sunnah dibagi menjadi tiga bagian yang proporsional dan adil:

  1. Sepertiga untuk dikonsumsi sendiri oleh orang yang berkurban dan keluarganya.
  2. Sepertiga wajib diberikan kepada fakir miskin.
  3. Sepertiga sisanya dapat disimpan atau disedekahkan kepada yang membutuhkan.

Pembagian ini mengandung hikmah sosial yang besar. Selain memberikan kesempatan kepada orang yang berkurban untuk merasakan nikmat dari ibadahnya, ketentuan ini juga memastikan bahwa manfaat kurban dirasakan secara luas oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang kurang mampu.

Tradisi pembagian daging dalam tiga bagian ini bukan sekadar budaya turun-temurun, melainkan ajaran yang dianjurkan oleh para ulama berdasarkan pemahaman mendalam terhadap dalil-dalil syar’i.

Dasar hukum dari pembagian ini salah satunya tercantum dalam Al-Qur’an, surah Al-Hajj ayat 28:

لِيَشْهَدُوا مَنَافِعَ لَهُمْ وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ فِيٓ أَيَّامٍ مَعْلُومَاتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ
Artinya: “(Mereka berdatangan) agar mereka menyaksikan berbagai manfaat untuk mereka dan menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan atas rezeki yang telah Allah berikan kepada mereka berupa hewan ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan berikanlah makan kepada orang yang sengsara lagi fakir.”

Ayat ini mengandung dua anjuran sekaligus: menikmati sebagian hasil kurban dan berbagi kepada yang membutuhkan. Inilah yang menjadikan pembagian daging kurban sebagai bentuk nyata kepedulian sosial yang diajarkan Islam.

Dengan mengikuti panduan ini, kurban sunnah tidak hanya menjadi ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah, tetapi juga menjadi sarana mempererat solidaritas sosial dan menebar manfaat di tengah masyarakat.

Panduan Pembagian Daging Kurban Wajib: Seluruhnya untuk Fakir Miskin

Kurban wajib adalah ibadah yang harus dilaksanakan karena seseorang telah bernazar atau mengucapkan sumpah untuk melaksanakannya. Tidak seperti kurban sunnah, kurban wajib memiliki ketentuan pembagian yang lebih ketat dan mengikat.

Dalam kurban wajib, seluruh daging kurban harus diberikan kepada fakir miskin. Orang yang berkurban tidak diperbolehkan mengambil bagian sedikit pun, baik untuk dikonsumsi sendiri maupun diberikan kepada keluarga atau kerabat. Semua hasil kurban, termasuk daging, kulit, dan bagian lainnya, disalurkan sepenuhnya kepada mereka yang berhak menerima.

Perbedaan ini menunjukkan tingkat komitmen yang lebih tinggi dalam pelaksanaan kurban wajib. Nazar dalam Islam merupakan janji yang diikrarkan kepada Allah SWT, dan karena itu harus dipenuhi secara sempurna, tanpa ada pengurangan dalam bentuk apa pun.

Hukum dan Dalil Nazar

Dalam Islam, nazar adalah janji atau ikrar yang diniatkan untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui suatu amal ibadah. Jika nazar itu menyangkut kurban, maka pelaksanaannya menjadi wajib.

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang bernazar untuk menaati Allah, maka hendaklah ia menaati-Nya, dan barang siapa yang bernazar untuk maksiat, maka janganlah ia melakukannya.”
(HR. Bukhari, no. 6696)

Hadis ini menegaskan bahwa nazar untuk melakukan kebaikan seperti berkurban wajib dipenuhi. Karena itu, pelaksanaan dan distribusi daging kurban wajib tidak boleh dikurangi atau dimanfaatkan oleh pihak yang berkurban.

Kesimpulan

Kurban wajib bukan sekadar ritual, melainkan bentuk ketaatan total terhadap janji kepada Allah. Dengan menyerahkan seluruh daging kepada fakir miskin, pelaksana kurban menunjukkan keikhlasan dalam menunaikan nazar dan meneguhkan nilai-nilai kepedulian sosial dalam Islam.

Mengapa Daging Kurban Harus Dibagikan dalam Bentuk Segar, Bukan Masakan?

Dalam pelaksanaan ibadah kurban, terdapat aturan syariat yang harus diperhatikan, salah satunya adalah ketentuan pembagian daging kurban dalam bentuk mentah atau segar, bukan dalam bentuk masakan. Ini merupakan perbedaan mendasar antara kurban dan akikah, di mana pada akikah justru dianjurkan untuk dibagikan dalam bentuk masakan.

Pembagian daging kurban dalam bentuk segar bertujuan memberikan keleluasaan kepada fakir miskin sebagai penerima untuk mengolah daging sesuai kebutuhan, selera, dan situasi keluarga masing-masing. Mereka bisa langsung memasaknya, menyimpannya, atau mengelolanya sesuai kondisi mereka.

Hikmah di Balik Ketentuan Ini

Islam sangat memperhatikan aspek kebebasan dan kenyamanan penerima dalam mengelola pemberian. Daging kurban yang dibagikan dalam bentuk mentah:

  • Dapat disimpan untuk waktu yang lebih lama,
  • Lebih fleksibel dalam pengolahan,
  • Menunjukkan rasa empati terhadap kondisi ekonomi mereka.

Penjelasan Ulama

Para ulama telah menegaskan larangan membagikan daging kurban dalam bentuk makanan matang. Hal ini dijelaskan dalam kitab Fathul Mujîbil Qarîb:

ويطعم وجوبا من أضحية التطوع الفقراء والمساكين على سبيل التصدق بلحمها نيئا، فلا يكفي جعله طعاما مطبوخا ودعاء الفقراء إليه ليأكلوه، والأفضل التصدق بجميعها إلا لقمة أو لقمتين أو لقما.

“Orang yang berkurban wajib memberikan sebagian hewan kurban sunnah kepada fakir miskin dalam bentuk daging mentah sebagai sedekah. Tidak cukup (tidak sah) jika daging itu dimasak dan orang miskin diundang untuk memakannya. Yang paling utama adalah menyedekahkan seluruh daging, kecuali satu atau dua suap untuk diri sendiri.”

Kesimpulan

Ketentuan pembagian daging kurban dalam bentuk segar bukan sekadar aturan teknis, tetapi mencerminkan prinsip kemuliaan dan keadilan dalam syariat Islam. Daging kurban adalah amanah untuk disalurkan kepada mereka yang berhak, dan cara penyalurannya pun harus sesuai tuntunan agar ibadah kurban menjadi sah dan berpahala.

Etika Pembagian Daging Kurban: Memuliakan Penerima, Menjaga Amanah

Dalam Islam, pembagian daging kurban bukan sekadar kegiatan distribusi, melainkan bagian dari ibadah yang sarat nilai adab, etika, dan kepedulian sosial. Setiap Muslim yang berkurban wajib memahami bahwa proses ini harus dilakukan dengan cara yang menjaga kehormatan penerima, bukan dengan sikap merendahkan atau merasa lebih tinggi.

1. Menjaga Martabat Penerima

Pembagian daging kurban harus dilakukan dengan sikap rendah hati dan niat tulus. Jangan sampai penerima merasa dipermalukan, apalagi dianggap sebagai objek belas kasihan. Islam mengajarkan bahwa berkurban adalah bentuk penghambaan kepada Allah, bukan untuk pamer atau riya.

2. Prioritas Penerima

Mereka yang berhak menerima daging kurban diutamakan adalah:

  • Fakir miskin
  • Janda
  • Anak yatim
  • Keluarga yang sedang kesulitan ekonomi

Namun, tetangga dan kerabat juga boleh diberi bagian sebagai bentuk silaturahmi, meskipun tidak tergolong fakir miskin.

3. Waktu dan Cara Pembagian

Agar daging sampai dalam kondisi layak konsumsi:

  • Segera distribusikan setelah penyembelihan dan pemotongan.
  • Jika harus disimpan, pastikan menggunakan metode pengawetan yang benar (misalnya pendinginan).
  • Jangan menunda hingga daging tidak lagi segar atau menimbulkan risiko kesehatan.

4. Kurban: Amanah, Bukan Sekadar Tradisi

Pembagian daging kurban merupakan bagian integral dari pelaksanaan ibadah kurban itu sendiri. Ketentuannya jelas:

  • Kurban sunnah: daging dibagi tiga bagian (untuk diri, fakir miskin, dan sedekah).
  • Kurban wajib (karena nazar): seluruh daging wajib disedekahkan, dan pelaku kurban tidak boleh mengambil bagian apa pun.

Penutup

Dengan memahami dan menerapkan tata cara serta etika pembagian daging kurban, seorang Muslim telah menunjukkan kepatuhan terhadap syariat sekaligus empati terhadap sesama. Ibadah kurban pun menjadi lebih bermakna, bukan hanya di mata Allah, tetapi juga bagi kehidupan sosial masyarakat.

Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Dzulhijjah 2025?

Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Dzulhijjah 2025?

StylesphereDzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan mulia (asyhurul hurum) yang dimuliakan Allah SWT. Ketika memasuki bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Salah satu amalan utama yang dianjurkan adalah puasa sunnah di awal bulan Dzulhijjah, khususnya dari tanggal 1 hingga 9. Tanggal 9 Dzulhijjah dikenal sebagai Hari Arafah, yang memiliki keutamaan besar bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.

Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua hari di bulan Dzulhijjah dianjurkan untuk berpuasa. Ada tiga hari penting dalam bulan ini yang justru dilarang untuk berpuasa, yaitu hari-hari tasyrik yang jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Apa Itu Hari Tasyrik?

Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha (10 Dzulhijjah) yang juga termasuk dalam waktu penyembelihan hewan kurban. Artinya, ibadah kurban tidak terbatas pada hari raya saja, tetapi dapat dilakukan hingga hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah).

Mengapa Dilarang Berpuasa?

Larangan berpuasa pada hari tasyrik didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:

“Hari-hari tasyrik adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.”
(HR. Muslim)

Hari-hari ini merupakan momen bersyukur atas nikmat Allah, terutama setelah pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Karenanya, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, makan, dan minum, bukan menahan diri seperti dalam ibadah puasa.

Kesimpulan

Meskipun awal Dzulhijjah sangat dianjurkan untuk berpuasa, umat Islam harus menghindari puasa pada hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Sebab, hari-hari ini adalah waktu untuk menikmati rezeki dari Allah, memperkuat ukhuwah, serta mengisi hari dengan dzikir dan rasa syukur.

Mengapa Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Setelah Idul Adha?

Tiga hari setelah Idul Adha, atau dikenal sebagai hari-hari tasyrik, menjadi waktu yang istimewa bagi umat Islam. Di masa ini, daging kurban masih banyak dibagikan dan diolah menjadi berbagai hidangan lezat oleh masyarakat. Inilah salah satu alasan mengapa umat Islam dilarang berpuasa pada hari-hari tersebut.

Apa Itu Hari Tasyrik?

Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Menurut para ulama bahasa dan fiqih, disebut tasyrik karena pada masa itu daging kurban dijemur di bawah sinar matahari untuk diawetkan, dalam bentuk dendeng atau semacamnya.

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah disebutkan:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ … سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لأَنَّ لُحُومَ الأَضَاحِيِّ تُشَرَّقُ فِيهَا، أَيْ تُقَدَّدُ فِي الشَّمْسِ
“Hari tasyrik menurut ahli bahasa dan fiqih adalah tiga hari setelah hari kurban. Dinamakan tasyrik karena daging kurban didendeng (dipanaskan di bawah terik matahari) pada hari-hari itu.”
(Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah 320, dikutip via NU Online Jatim)

Dalil Larangan Puasa di Hari Tasyrik

Larangan untuk berpuasa pada hari tasyrik juga disebutkan dalam hadits shahih:

عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ سَالِمٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ … لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ
“Diriwayatkan dari Aisyah dan dari Salim dari Ibn Umar, keduanya berkata, tidak diberi keringanan untuk berpuasa di hari tasyrik kecuali bagi mereka yang tidak memiliki hewan kurban (hadyu).”
(HR. Bukhari No. 1859)

Hikmah di Balik Larangan

Hari tasyrik adalah waktu untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah, sebagai bentuk syukur atas nikmat-Nya. Oleh karena itu, bukan hanya ibadah kurban yang diperbolehkan hingga hari tasyrik terakhir, tapi umat Islam juga didorong untuk menikmati rezeki yang telah diberikan, bukan menahan diri dengan puasa.

Kesimpulan:
Puasa di hari tasyrik dilarang karena bertentangan dengan semangat hari-hari tersebut yang dipenuhi rasa syukur dan kebersamaan. Kecuali dalam kondisi khusus seperti bagi jamaah haji yang tidak mendapatkan hewan kurban, puasa tetap tidak dianjurkan.

Jika Anda ingin versi artikel ini dijadikan infografis, teks khutbah, atau konten edukatif digital, saya siap bantu buatkan.

Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik?

Hari Tasyrik—yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah—merupakan bagian dari rangkaian perayaan Idul Adha yang dimuliakan dalam Islam. Selain sebagai waktu untuk menyembelih dan membagikan daging kurban, hari-hari ini juga secara tegas disebut sebagai hari makan dan minum, bukan hari untuk berpuasa.

Dalil Larangan Puasa di Hari Tasyrik

Dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Nubaishah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.”
(HR. Muslim No. 1141)

Makna dari hadis ini menegaskan bahwa hari-hari tasyrik bukanlah waktu untuk menahan diri dari makan dan minum, sebagaimana yang dilakukan dalam puasa. Sebaliknya, umat Islam didorong untuk menikmati rezeki dari Allah sebagai bentuk syukur.

Pengumuman Langsung dari Rasulullah ﷺ

Diperkuat lagi dalam riwayat lain dari Musnad Ahmad:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُذَافَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُنَادِيَ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Abdullah bin Hudzafah, sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ memerintahkannya untuk menyerukan bahwa hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.”
(HR. Ahmad)

Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi menegaskan bahwa hadis-hadis ini menjadi dalil kuat atas larangan puasa pada hari-hari tasyrik.

Hikmah Larangan Puasa

Alasan dilarangnya puasa di hari tasyrik tidak hanya karena adanya larangan langsung dari Nabi ﷺ, tetapi juga karena hari-hari tersebut merupakan perpanjangan dari Idul Adha. Pada masa ini:

  • Daging kurban masih dalam proses pembagian.
  • Banyak keluarga mengolah daging menjadi hidangan lezat.
  • Umat Islam dianjurkan untuk bersyukur dan berbagi kebahagiaan dengan makan bersama.

Dengan demikian, hari tasyrik adalah momen untuk memperkuat rasa syukur, kebersamaan, dan kegembiraan, bukan waktu untuk menahan diri dari makan dan minum.

Mandi Sunnah Idul Adha: Amalan Penting Sebelum Sholat Hari Raya

Mandi Sunnah Idul Adha: Amalan Penting Sebelum Sholat Hari Raya

Stylesphere – Hari Raya Idul Adha merupakan salah satu momen penting dalam kalender ibadah umat Islam. Setiap 10 Dzulhijjah, umat Muslim di seluruh dunia merayakan hari besar ini dengan berbagai bentuk ibadah, mulai dari sholat Idul Adha hingga penyembelihan hewan kurban. Bagi sebagian umat, hari tersebut juga bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.

Namun, di antara amalan-amalan utama tersebut, ada satu sunnah yang kerap dilupakan: mandi sunnah Idul Adha.

Makna dan Keutamaan Mandi Sunnah di Hari Raya

Mandi sunnah sebelum sholat Idul Adha bukan hanya soal kebersihan fisik, melainkan juga simbol penyucian diri secara spiritual. Tradisi ini telah lama dilakukan oleh para ulama dan merupakan bentuk penghormatan terhadap hari raya Islam yang penuh berkah dan ampunan.

Dalam literatur klasik Islam, mandi ini termasuk dalam daftar mandi yang disunnahkan (mandi mustahabb), sebagaimana juga dianjurkan pada Hari Raya Idul Fitri.

Niat Mandi Sunnah Idul Adha

Niat adalah elemen penting dalam setiap ibadah. Berikut lafaz niat mandi sunnah Idul Adha:

Niat dalam bahasa Arab:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِعِيْدِ الأَضْحَى سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Artinya:
“Aku niat mandi sunnah Idul Adha karena Allah Ta’ala.”

Waktu yang Dianjurkan

Waktu terbaik untuk melaksanakan mandi sunnah Idul Adha adalah pagi hari sebelum berangkat ke masjid untuk menunaikan sholat Idul Adha. Mandi sebaiknya dilakukan setelah fajar dan sebelum sholat agar sesuai dengan tuntunan sunnah.

Panduan Lengkap Mandi Sunnah Idul Adha, Berdasarkan Rujukan Ulama

Artikel ini disusun pada Kamis, 5 Juni 2025 oleh Anugerahslot sebagai referensi inspiratif bagi Anda yang ingin menyambut Hari Raya Idul Adha dengan lebih maksimal dan bermakna, sesuai sunnah Rasulullah SAW.

Rujukan Ulama: Mandi Sunnah Hari Raya

Dalam sebuah artikel yang dimuat NU Online pada Kamis (05/06/2025), dijelaskan bahwa mandi sunnah Idul Adha merupakan bagian dari ajaran yang dianjurkan oleh para ulama klasik. Salah satu referensi utamanya adalah kitab Hasyiyah al-Bajuri karya Syekh Ibrahim al-Bajuri.

Dalam kitab tersebut, disebutkan:

غسل العيدين الفطر والاضحى
Artinya: “Dan mandi pada dua hari raya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha.”
(Hasyiyah al-Bajuri, Jilid 1, Dar al-Minhaj, 2016)

Pernyataan ini menguatkan bahwa mandi pada hari raya bukan hanya soal kebersihan fisik, tetapi juga bagian dari ibadah dengan dasar fiqih yang kuat. Tentunya, niat khusus menjadi syarat penting agar mandi ini sah sebagai mandi sunnah Idul Adha.

Lafal Niat Mandi Sunnah Idul Adha

Untuk meraih pahala ibadah secara sempurna, berikut adalah lafal niat mandi sunnah Idul Adha:

Arab:
نَوَيْتُ سُنَّةَ الْغُسْلِ لِعِيْدِ الْأَضْحَى

Latin:
Nawaitu sunnatal ghusli li ‘Idil Adlha

Artinya:
“Saya niat sunnah mandi untuk Hari Raya Idul Adha.”

Waktu Pelaksanaan Mandi Idul Adha

Mandi sunnah Idul Adha bisa dilakukan sejak tengah malam menjelang 10 Dzulhijjah. Namun, waktu terbaiknya adalah setelah masuk waktu Subuh dan sebelum pelaksanaan shalat Id.

⚠️ Catatan penting:
Jika mandi dilakukan sebelum tengah malam, maka tidak dihitung sebagai mandi Idul Adha. Oleh karena itu, sangat penting memperhatikan waktu pelaksanaannya agar ibadah ini sah dan berpahala.

Keutamaan Mandi Sunnah Idul Adha bagi Seluruh Kalangan

Mandi sunnah Idul Adha adalah amalan yang disyariatkan bagi semua kalangan umat Islam—baik laki-laki maupun perempuan, tua maupun muda. Bahkan, anak-anak pun dianjurkan untuk ikut serta melakukannya sebagai bentuk pengenalan sejak dini terhadap nilai-nilai ibadah dalam Islam.

Menariknya, sunnah ini tetap berlaku bagi mereka yang tidak dapat menunaikan shalat Id karena alasan syar’i, seperti sedang haid, nifas, atau uzur lainnya. Mandi tetap bisa dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap hari besar umat Islam.

Lebih dari Sekadar Bersih-Bersih

Mandi sunnah pada pagi hari raya bukan semata soal kebersihan jasmani, tetapi mencerminkan kesucian lahir dan batin dalam menyambut momen agung. Sebagaimana jamaah haji disunnahkan mandi sebelum wukuf di Arafah, umat Muslim di kampung halaman pun dianjurkan menyambut Idul Adha dengan mandi sunnah—sebagai simbol kesiapan diri dalam beribadah dan memuliakan hari raya.

Menyucikan Diri Sebelum Shalat Id

Meski terkesan ringan, amalan mandi sunnah ini membawa pesan spiritual yang mendalam. Ia menjadi pengantar kesucian diri sebelum berdiri bersama umat Muslim lainnya dalam shalat Idul Adha, yang penuh kekhusyukan dan kebersamaan. Mandi menjadi bagian dari persiapan batin yang menyeluruh, menyambut hari yang penuh rahmat dan ampunan dari Allah SWT.

Mengawali Hari Raya dengan Keberkahan

Tak ada salahnya meluangkan waktu di pagi Hari Raya untuk menunaikan mandi sunnah. Amalan sederhana ini bisa menjadi penyempurna ibadah, sekaligus pembuka pintu keutamaan dari Allah. Dengan menyambut Idul Adha dalam keadaan bersih, suci, dan semangat ibadah yang tinggi, kita berharap dapat meraih keberkahan berlimpah—termasuk dalam menjalani hari-hari tasyrik yang menyusul setelahnya.

Keutamaan Puasa di Awal Dzulhijjah

Keutamaan Puasa di Awal Dzulhijjah

Stylesphere – Pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah. Ada banyak ibadah yang dapat dilakukan di sepuluh hari awal Dzulhijjah, salah satunya adalah puasa sunnah.

Puasa Dzulhijjah dilakukan pada tanggal 1 hingga 9. Khusus tanggal 8 Dzulhijjah dinamakan puasa Tarwiyah. Tahun ini, puasa Tarwiyah 1446 H bertepatan pada Rabu, 4 Juni 2025.

Muslim yang ingin melaksanakan puasa Tarwiyah harus diawali dengan niat. Niat puasa Tarwiyah dapat dilakukan sejak malam hari. 

Jika lupa malam hari, muslim boleh niat puasa Tarwiyah di siang hari selama belum melakukan perkara yang membatalkan puasa. Batasnya sampai sebelum matahari tergelincir atau sesudahnya.

Sebagai panduan, berikut Anugerahslot bagikan tata cara puasa Tarwiyah pada Rabu, 4 Juni 2025 lengkap dengan niat dan keutamaan puasa Tarwiyah.

Apa Itu Puasa Tarwiyah?

Puasa Tarwiyah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 8 Dzulhijjah, satu hari sebelum puasa Arafah dan dua hari sebelum Hari Raya Iduladha. Nama “Tarwiyah” berasal dari tradisi jamaah haji yang pada masa lampau mengambil air (rawa) untuk perjalanan ke Arafah, yang disebut “at-tarwiyah”.

Tata Cara Puasa Tarwiyah

Sama seperti puasa sunnah lainnya, puasa Tarwiyah dilakukan dengan niat, menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (maghrib).

1. Niat Puasa Tarwiyah

Niat bisa dilafalkan dalam hati atau dengan ucapan berikut pada malam hari hingga sebelum tergelincirnya matahari:

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shouma tarwiyata sunnatan lillâhi ta’âlâ
Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta’ala.”

2. Waktu Niat

  • Waktu utama: setelah maghrib hingga sebelum subuh.
  • Jika lupa niat malam hari: boleh berniat di pagi/siang hari selama belum makan, minum, atau melakukan hal yang membatalkan puasa. Batasnya sebelum matahari tergelincir (zuhur) menurut mayoritas ulama madzhab.

Keutamaan Puasa Tarwiyah

Meskipun tidak ada hadits shahih khusus tentang puasa Tarwiyah yang benar-benar bisa dijadikan sandaran hukum, para ulama tetap menganjurkannya sebagai bagian dari ibadah di 10 hari pertama Dzulhijjah, yang secara umum sangat dianjurkan dalam Islam.

Disebutkan dalam hadits shahih:

“Tidak ada hari-hari yang amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada (amal saleh) di sepuluh hari pertama Dzulhijjah.”
(HR. Bukhari)

Puasa Tarwiyah dipercaya membawa pahala besar dan menjadi sarana pembersih dosa serta mendekatkan diri kepada Allah sebelum Hari Raya.

Tips Melaksanakan Puasa Tarwiyah

  • Bangun sahur agar kuat berpuasa dan mendapatkan keberkahan.
  • Perbanyak dzikir, membaca Al-Qur’an, dan doa.
  • Jika memungkinkan, lanjutkan dengan puasa Arafah (9 Dzulhijjah) yang sangat dianjurkan bagi yang tidak sedang berhaji.

Lafal Niat Puasa Tarwiyah

Tarwiyah

🕰 1. Niat di Malam Hari (sebelum Fajar)

Dilakukan sejak setelah Maghrib hingga sebelum terbit fajar (Subuh) pada tanggal 8 Dzulhijjah.

Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillaahi ta’aalaa.

Artinya:
“Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta’ala.”

🌤 2. Niat Jika Lupa di Malam Hari (pagi/siang hari)

Selama belum melakukan hal yang membatalkan puasa, niat masih bisa dilafalkan hingga sebelum matahari tergelincir (Zuhur).

Arab:
نَوَيْتُ صَوْمَ هٰذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Latin:
Nawaitu shauma haadzal yaumi ‘an adaa’i tarwiyata sunnatan lillahi ta’aalaa.

Artinya:
“Saya niat puasa sunnah Tarwiyah hari ini karena Allah Ta’ala.”

Catatan Penting

  • Disunnahkan untuk melafalkan niat dengan lisan agar lebih membantu kehadiran hati.
  • Niat dalam hati saja sudah sah menurut mayoritas ulama, tetapi mengucapkannya dianjurkan sebagai bentuk kesungguhan.
  • Jangan lupa untuk meniatkan ikhlas karena Allah, bukan karena kebiasaan atau pujian orang lain.

🌙 Tata Cara Puasa Tarwiyah

1. 🕊 Makan Sahur

  • Dilakukan di akhir malam, dianjurkan menjelang waktu Subuh (sebelum imsak).
  • Sahur merupakan sunnah yang sangat dianjurkan dan membawa keberkahan.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bersahurlah kalian, karena dalam sahur itu terdapat keberkahan.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

2. 🧎‍♂️ Melaksanakan Niat

  • Niat dilakukan di malam hari hingga sebelum Subuh (waktu utama).
  • Jika lupa, boleh niat di pagi hari (sebelum tergelincir matahari), selama belum makan, minum, atau melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

3. 🕌 Menjalankan Puasa

Waktu Puasa:
Dari terbit fajar (masuk waktu Subuh) hingga terbenam matahari (Maghrib).

Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa:

  • Makan dan minum.
  • Hubungan suami-istri.
  • Muntah disengaja.
  • Hal-hal lain yang membatalkan puasa secara syar’i.

Menjaga pahala puasa dari perbuatan tercela:

  • Menghindari perkataan kotor, ghibah (menggunjing), bohong, dan maksiat lainnya.
  • Perbanyak amal saleh: dzikir, tilawah Al-Qur’an, sedekah, dan doa.

Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh pada puasanya dari makan dan minum.”
(HR. Bukhari)

4. 🌇 Berbuka Puasa

Segera berbuka saat matahari terbenam (waktu Maghrib). Disunnahkan menyegerakan berbuka.

Doa berbuka puasa (versi 1):

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.
Artinya: “Ya Allah, hanya untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”
(HR. Abu Daud)

Doa berbuka puasa (versi 2):

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
Dzahaba-dz dzama’u wabtallatil-‘uruqu wa tsabatal-ajru in syaa’ Allah.
Artinya: “Telah hilang rasa haus, urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insyaallah.”
(HR. Abu Daud)

🔁 Jika Niat Dilakukan Pagi Hari

  • Langsung mulai menahan diri dari segala yang membatalkan puasa begitu niat diucapkan.
  • Tidak sahur tidak membatalkan puasa, meski sahur sangat dianjurkan.
  • Berbuka tetap dilakukan saat masuk Maghrib seperti biasa.

🌟 Keutamaan Puasa di Awal Dzulhijjah

📌 Hukumnya: Sunnah

Melaksanakan puasa pada 1–9 Dzulhijjah, termasuk puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Arafah (9 Dzulhijjah), adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam, terutama yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.

📖 Hadis Keutamaan Ibadah di 10 Hari Dzulhijjah

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبَّ إِلَى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

Transliterasi:
Mā min ayyāmin aḥabbu ilallāhi an yu‘bada lahu fīhā min ‘ashri dhil-ḥijjah. Ya‘dilu ṣiyāmu kulli yaumin minhā biṣiyāmi sanah, wa qiyāmu kulli laylatin minhā biqiyāmi laylati al-qadr.

Artinya:
“Tidak ada hari-hari yang lebih Allah cintai untuk dijadikan sebagai tempat ibadah dibandingkan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan puasa satu tahun, dan satu malam menghidupkan malamnya setara dengan menghidupkan malam Lailatul Qadar.”
(HR. At-Tirmidzi)

🎁 Keutamaan Puasa di 10 Hari Dzulhijja

  1. Setiap hari berpuasa di 10 hari pertama Dzulhijjah = pahala puasa 1 tahun penuh.
  2. Setiap malam menghidupkan malam (dengan qiyamul lail/dzikir/doa) = pahala seperti Lailatul Qadar.
  3. Merupakan waktu paling dicintai Allah untuk beramal.
  4. Menjadi sarana penyucian diri sebelum Iduladha.
  5. Mempertegas identitas sebagai hamba yang taat di tengah ujian dunia.

🔖 Penutup

Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah bukan sekadar hitungan kalender Islam, tetapi momen emas untuk memperbanyak ibadah, terutama puasa sunnah, shalat malam, dzikir, dan amal saleh lainnya. Hadis dari At-Tirmidzi menunjukkan betapa besar kemurahan Allah SWT dalam melipatgandakan pahala pada hari-hari istimewa ini.

Jika Anda ingin saya buatkan versi poster kutipan hadis + keutamaannya atau panduan singkat yang bisa dibagikan di media sosial atau komunitas, saya bisa bantu juga!

Makna Kurban: Doa, Penghambaan, dan Kesadaran Spiritual di Balik Penyembelihan

Makna Kurban: Doa, Penghambaan, dan Kesadaran Spiritual di Balik Penyembelihan

Stylesphere – Momentum Idul Adha tidak hanya tentang menyembelih hewan kurban, tetapi juga menjadi kesempatan emas untuk memperbanyak doa dan penghambaan kepada Allah SWT. Dalam prosesi kurban, tersimpan nilai-nilai spiritual yang dalam—jauh melampaui aspek teknis penyembelihan itu sendiri.

Sayangnya, banyak masyarakat yang hanya berfokus pada sisi pelaksanaan, seperti waktu, lokasi, dan jumlah hewan yang disembelih, tanpa menyadari bahwa momen penyembelihan adalah salah satu waktu paling mustajab untuk berdoa.

Pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH), dalam sebuah kajian yang disiarkan melalui kanal YouTube @seroja_art pada Sabtu (31/05/2025), mengingatkan bahwa keluarga yang berkurban sebaiknya tidak hanya menyaksikan, tetapi mengisi waktu penyembelihan dengan doa dan niat yang tulus. Berikut rangkuman lengkap Anugerahslot kepada anda.

“Saat kurban kita disembelih, bukan hanya hewannya yang kita persembahkan. Hati kita pun seharusnya tunduk dan khusyuk dalam doa,” jelas UAH.

UAH menyarankan agar mereka yang mengetahui waktu penyembelihan hewan kurbannya bersiap secara ruhani. Ketika waktu itu tiba, sangat dianjurkan untuk menghadap kiblat dan membaca bagian dari doa iftitah, yaitu:

“Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin.”

Doa ini sejalan dengan semangat tawakal dan totalitas penghambaan kepada Allah yang menjadi inti dari ibadah kurban. Bacaan tersebut mengandung makna penyerahan diri sepenuhnya kepada Sang Pencipta, bahwa hidup, mati, salat, dan sembelihan kita adalah semata untuk Allah Rabbul ‘Alamin.

“Jadikan momen itu bukan sekadar ritual tahunan, tapi momentum perjumpaan spiritual dengan Allah. Kurban adalah bahasa cinta kepada Tuhan,” tutur UAH.

Dengan demikian, kurban bukan hanya menyampaikan daging kepada yang membutuhkan, tetapi juga menyampaikan hati kepada Allah dengan penuh ketulusan. Dan pada saat penyembelihan berlangsung, itulah saat di mana langit sangat dekat dengan bumi, dan doa-doa dilangitkan dalam kesungguhan yang paling murni.

Doa Saat Penyembelihan: Saat Langit Terbuka dan Hati Tertambat kepada Allah

Bacaan yang disarankan oleh Ustadz Adi Hidayat, yakni bagian dari doa iftitah yang dimulai dengan “Innii wajjahtu wajhiya…”, dapat digunakan sebagai pengganti versi lain yang biasa dibaca saat salat. Bagi yang terbiasa membaca “wajjahtu wajhiya”, cukup menambahkan kata “inni” di awal bacaan agar sesuai dengan redaksi sunnah yang lengkap.

Setelah membacanya, seseorang dianjurkan langsung berdoa dengan khusyuk, menghadirkan hati sepenuhnya kepada Allah.

“Doanya tidak perlu panjang,” ujar UAH, “tapi isinya harus menyentuh hal-hal penting dalam hidup kita—ampunan atas dosa, kelapangan rezeki, dan akhir hidup yang baik.”

Ustadz Adi mengingatkan bahwa kesempatan seperti ini hanya datang sekali dalam setahun, saat hewan kurban yang kita niatkan disembelih atas nama Allah. Maka, jangan disia-siakan. Waktu itu bisa menjadi saat terkabulnya doa, momen di mana langit sangat dekat dengan harapan manusia.

Berdoa saat penyembelihan bukan hanya menambah keberkahan kurban, tetapi juga memperkuat ikatan spiritual antara pengurban dan Penciptanya. Ada nilai pengorbanan yang jauh lebih dalam daripada sekadar menyerahkan kambing atau sapi.

UAH juga menekankan bahwa doa ini adalah wujud keikhlasan dan kesungguhan dalam meneladani Nabi Ibrahim AS, yang siap mengorbankan apa yang paling dicintainya demi menjalankan perintah Allah.

“Itulah hakikat kurban,” tuturnya. “Mengalahkan ego, merelakan yang berharga, dan menggantungkan seluruh harap hanya kepada Allah.”

Menjadikan Kurban Sebagai Titik Temu Hati dan Pengabdian

Seorang Muslim sebaiknya tidak sekadar menyerahkan urusan kurban kepada panitia masjid lalu merasa cukup. Tanpa keterlibatan batin, kurban bisa kehilangan makna terdalamnya. Ustadz Adi Hidayat mengajak umat Islam untuk ikut terhubung secara spiritual, meski secara teknis tidak menyembelih langsung. Menghadap kiblat, membaca doa, dan menyaksikan penyembelihan dengan kesadaran penuh akan menjadikan ibadah ini lebih bermakna.

Lebih dari itu, momen penyembelihan kurban adalah waktu yang sangat mustajab untuk berdoa. Tak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga untuk keluarga, kerabat, dan bahkan seluruh umat Islam. Sebab, doa adalah senjata orang beriman, dan Hari Raya Iduladha adalah waktu di mana langit seperti terbuka bagi permohonan tulus dari hamba-hamba-Nya.

Iduladha bukan sekadar seremonial tahunan. Ia adalah panggilan untuk menyucikan jiwa dan memurnikan niat. Penyembelihan hewan kurban menjadi simbol nyata ketaatan dan keikhlasan, sementara doa yang menyertainya adalah penguat hubungan antara hamba dan Tuhannya.

Dengan kesadaran ini, umat Islam diharapkan tidak lagi memaknai kurban hanya sebagai aktivitas fisik, tetapi juga sebagai jalan spiritual untuk mendekat kepada Allah. Sebuah sarana tazkiyatun nafs—penyucian jiwa—yang mampu meninggikan derajat keimanan.

“Minta sungguh-sungguh kepada Allah di saat itu. Jangan dianggap ringan. Setahun sekali itu, maka mohonlah sebanyak-banyaknya,” tegas Ustadz Adi Hidayat.

Pesan ini menggugah kita semua untuk tidak menyia-nyiakan waktu mustajab yang sangat langka. Dengan niat yang ikhlas, doa yang sungguh-sungguh, dan hati yang hadir, semoga kurban yang kita tunaikan menjadi jalan terbuka menuju ridha dan kedekatan dengan Allah SWT.

Keutamaan Puasa Dzulhijjah 2025 Hari Kelima

Keutamaan Puasa Dzulhijjah 2025 Hari Kelima

Stylesphere – Berikut adalah panduan puasa Dzulhijjah 2025 hari kelima, lengkap dengan tata cara dan niatnya agar ibadahmu sah dan bernilai di sisi Allah SWT:

🌙 Keutamaan Puasa Dzulhijjah

Puasa di 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, khususnya tanggal 1–9, sangat dianjurkan karena:

  • Termasuk amal shalih yang paling dicintai Allah.
  • Bernilai lebih tinggi dari jihad, kecuali orang yang gugur di medan perang tanpa kembali (HR. Bukhari).
  • Hari Arafah (9 Dzulhijjah) memiliki keutamaan menghapus dosa setahun lalu dan setahun yang akan datang (HR. Muslim).

📅 Puasa Dzulhijjah Hari Kelima: Jumat, 30 Mei 2025 (5 Dzulhijjah)

Bagi yang ingin melaksanakan puasa sunah hari kelima. Berikut adalah panduan lengkapnya yang telah dirangkum Anugerahslot dengan lengkap:

🕌 Niat Puasa Dzulhijjah

🌅 Waktu Niat:

  • Sebelum terbit fajar (subuh) untuk niat puasa sunah lebih utama.
  • Jika lupa, menurut sebagian ulama, niat masih sah selama belum makan/minum atau melakukan hal yang membatalkan puasa, karena ini puasa sunah (berdasarkan pendapat mazhab Syafi’i).

📖 Lafal Niat Puasa Dzulhijjah:

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِي الحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma syahri dzilhijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ

Artinya: Saya niat puasa bulan Dzulhijjah sunah karena Allah Ta‘ala.

🧾 Tata Cara Puasa Dzulhijjah

  1. Berniat sebelum subuh (atau siang jika belum makan/minum).
  2. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai matahari terbenam.
  3. Perbanyak ibadah lain: salat sunah, membaca Al-Qur’an, dzikir, dan sedekah.
  4. Berbuka puasa saat maghrib tiba.

📌 Catatan Penting

  • Tidak wajib puasa setiap hari 1–9 Dzulhijjah, tetapi semakin banyak semakin baik.
  • Puasa Arafah (9 Dzulhijjah) sangat dianjurkan, terutama bagi yang tidak berhaji.

Semoga puasa hari kelima ini menjadi amal shalih yang Allah terima dan membawa keberkahan di dunia dan akhirat. Jika kamu ingin saya buatkan jadwal puasa Dzulhijjah lengkap hingga Arafah 2025, saya bisa bantu juga.

Niat puasa sunah Dzulhijjah

Betul sekali. Niat adalah salah satu rukun utama dalam ibadah puasa, termasuk puasa sunah Dzulhijjah.

🕰 Waktu Niat

  • Utamanya: Dilakukan pada malam hari sebelum subuh.
  • Jika lupa: Menurut mayoritas ulama (terutama dalam mazhab Syafi’i), niat masih sah dilakukan pada siang hari, selama belum melakukan hal yang membatalkan puasa dan belum tergelincir matahari (masuk waktu zuhur).

📜 Lafal Niat Puasa Dzulhijjah

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ

Artinya: Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta‘ala.

📌 Catatan:

  • Karena ini termasuk puasa sunah, kelonggaran waktu niat hingga sebelum zawal (matahari tergelincir) adalah salah satu bentuk kemudahan yang diberikan oleh syariat.
  • Namun, tetap dianjurkan meniatkan sejak malam hari untuk kehati-hatian dan kesempurnaan ibadah.

Semoga puasamu diterima dan menjadi amal shalih yang mendekatkan diri kepada Allah. Jika kamu ingin saya bantu buatkan infografis niat & waktu puasa Dzulhijjah, tinggal beri tahu saja.

Tata Cara Puasa Dzulhijjah

🌙 1. Niat Puasa

Dilakukan sejak malam hari hingga sebelum tergelincir matahari (bagi yang lupa), dengan lafal:

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta‘ala.”


🍽 2. Makan Sahur

  • Waktu: Disunnahkan sebelum waktu imsak (sekitar 10–15 menit sebelum subuh).
  • Keutamaan: Sahur adalah keberkahan. Rasulullah SAW bersabda: “Bersahurlah kalian karena pada sahur itu terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari & Muslim)

☀️ 3. Menahan Diri (Berpuasa)

  • Mulai dari terbit fajar (subuh) hingga terbenam matahari (maghrib).
  • Hindari:
    • Pembatal puasa: Makan, minum, hubungan suami-istri, dan sejenisnya.
    • Pengurang pahala: Ghibah, berkata kotor, marah, atau maksiat lainnya.
  • Perbanyak amal salih: Shalat sunah, membaca Al-Qur’an, dzikir, sedekah, dll.

🕌 4. Berbuka Puasa

  • Segera berbuka saat masuk waktu Maghrib (disunnahkan menyegerakan).
  • Doa Berbuka Puasa:

Versi 1 (HR. Abu Daud):

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu
Artinya: “Ya Allah hanya untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”

Versi 2 (HR. Abu Daud):

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
Dzahabaz zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal-ajru in shaa Allah
Artinya: “Telah hilang rasa haus, urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan, insyaAllah.”

💡 Tips Tambahan:

  • Puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) sangat dianjurkan bagi yang tidak berhaji karena keutamaannya menghapus dosa dua tahun (HR. Muslim).
  • Hindari puasa pada hari Idul Adha (10 Dzulhijjah) karena diharamkan.

Semoga puasamu di hari-hari mulia ini diterima Allah dan membawa keberkahan. Jika kamu ingin, saya bisa bantu buatkan poster niat dan tata cara puasa Dzulhijjah yang bisa dicetak atau dibagikan.

Bolehkah Satu Ekor Kambing Kurban untuk Satu Keluarga? Ini Penjelasan Syariatnya

Bolehkah Satu Ekor Kambing Kurban untuk Satu Keluarga? Ini Penjelasan Syariatnya

Stylesphere – Hari Raya Idul Adha menjadi momen istimewa bagi umat Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah kurban. Ibadah ini merupakan refleksi dari ketaatan Nabi Ibrahim AS yang bersedia mengorbankan putranya, Ismail AS, sebelum Allah menggantinya dengan seekor hewan sembelihan.

Di tengah semangat berkurban, muncul pertanyaan yang sering terdengar di masyarakat: Apakah satu ekor kambing yang dikurbankan dapat mewakili seluruh anggota keluarga? Dan apakah pahala kurban itu mengalir kepada setiap orang dalam keluarga tersebut?

Berikut penjelasannya melansir dari laman Anugerahslot, pada Jumat (30/5/2025).

Kurban Kambing untuk Satu Orang

Dalam syariat Islam, satu ekor kambing hanya sah untuk satu orang yang berkurban. Hal ini didasarkan pada berbagai riwayat dan praktik Nabi Muhammad SAW yang menyembelih satu kambing atas nama beliau sendiri. Namun, pahala kurban tersebut dapat diniatkan untuk seluruh anggota keluarga, sebagaimana yang dilakukan Nabi SAW.

Dalam hadis riwayat Tirmidzi, disebutkan bahwa Rasulullah SAW menyembelih hewan kurban dan berkata:

“Ya Allah, terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan umat Muhammad.”

Dari sini, para ulama menyimpulkan bahwa niat pahala bisa mencakup seluruh keluarga, meskipun secara teknis kurban kambing hanya mewakili satu orang.

Ketentuan Kurban Berjamaah

Berbeda halnya dengan hewan besar seperti sapi atau unta, yang bisa dibagi hingga tujuh orang. Kurban kolektif seperti ini memungkinkan satu ekor hewan menyertakan beberapa nama dengan niat dan syarat tertentu.

Namun untuk kambing, tidak diperbolehkan berkurban atas nama kolektif (misalnya satu kambing untuk lima orang) dalam konteks fikih. Jika keluarga ingin semua anggotanya ikut dalam kurban secara nama dan sah sebagai pelaksana, maka masing-masing harus memiliki kurban tersendiri.

Kesimpulan

Satu ekor kambing hanya sah sebagai kurban untuk satu orang, tetapi niat berbuat baik dan pahala ibadah dapat dihadiahkan kepada anggota keluarga lainnya. Artinya, meski secara fikih hanya satu orang yang diwakili, semangat pengorbanan dan kebaikan tetap bisa menyentuh seluruh keluarga.

Bolehkah Satu Kambing untuk Satu Keluarga? Ini Penjelasan Ulama

Berkurban merupakan ibadah yang sangat dianjurkan dalam Islam, khususnya pada Hari Raya Idul Adha. Salah satu pertanyaan yang sering muncul di masyarakat adalah: Apakah boleh satu ekor kambing dikurbankan atas nama seluruh anggota keluarga?

Jawabannya adalah boleh, namun terdapat perbedaan pendapat ulama terkait batasan dan ketentuan yang menyertainya.

Pendapat Ulama dan Dalil Hadis

Sebagian ulama, khususnya dari Mazhab Maliki, memperbolehkan satu ekor kambing dikurbankan atas nama satu keluarga, dengan syarat-syarat tertentu. Mereka menetapkan tiga syarat agar kurban itu sah mewakili keluarga, yaitu:

  1. Tinggal bersama dalam satu rumah,
  2. Memiliki hubungan kekerabatan (nasab),
  3. Memiliki satu sumber nafkah dari kepala keluarga yang sama.

Jika tiga syarat ini terpenuhi, maka satu kambing dapat menjadi kurban atas nama seluruh keluarga, dan pahala kurban mencakup semuanya, baik yang masih hidup maupun yang telah wafat.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam kitab At-Taj wa al-Iklil (4:364), salah satu rujukan utama dalam Mazhab Maliki.

Dalil dari Hadis Nabi SAW

Pendapat ini juga diperkuat dengan hadis dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata:

“Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seseorang menyembelih seekor kambing sebagai kurban untuk dirinya dan keluarganya.”
(HR. Tirmidzi, dinilai shahih)

Hadis ini menunjukkan bahwa praktik berkurban seekor kambing untuk seluruh keluarga telah dilakukan sejak zaman Nabi SAW dan dianggap sah secara syariat.

Kesimpulan

Meskipun secara hukum satu ekor kambing hanya sah untuk satu orang, namun pahala dan niat kebaikan dapat mencakup seluruh keluarga, apalagi jika memenuhi syarat-syarat yang disebutkan di atas. Pendapat ini memberi kelonggaran bagi keluarga besar yang ingin tetap menjalankan ibadah kurban meski secara ekonomi terbatas.

Namun, jika ingin setiap anggota keluarga tercatat sebagai shohibul qurban (orang yang berkurban) secara individual, maka masing-masing harus memiliki hewan kurban sendiri.

Satu Kambing untuk 22 Anggota Keluarga, Apakah Sah?

Pertanyaan mengenai keabsahan berkurban satu ekor kambing untuk satu keluarga besar seringkali muncul menjelang Hari Raya Idul Adha. Salah satu kasus menarik yang pernah diajukan kepada Al-Lajnah Ad-Daimah (Komite Fatwa Tetap Arab Saudi) adalah tentang sebuah keluarga beranggotakan 22 orang, semuanya tinggal dalam satu rumah dan hidup dari satu sumber nafkah.

Pertanyaan:

“Apakah sah jika keluarga tersebut hanya menyembelih satu ekor kambing untuk berkurban, ataukah mereka harus menyembelih dua ekor kambing atau lebih agar seluruh anggota keluarga mendapatkan pahala kurban?”

Jawaban Ulama Al-Lajnah Ad-Daimah:

Para ulama menjawab bahwa:

“Jika anggota keluarga tinggal bersama dalam satu rumah, masih memiliki hubungan kekerabatan, dan ditanggung nafkahnya oleh satu kepala keluarga, maka diperbolehkan berkurban dengan satu ekor kambing atas nama seluruh keluarga.”

Mereka menambahkan, berkurban lebih dari satu hewan tetap lebih utama (afdhal), terutama jika mampu secara finansial. Namun, dari sisi keabsahan syariat, satu ekor kambing sudah mencukupi dan setiap anggota keluarga yang memenuhi syarat tetap akan mendapatkan pahala.

Fatwa ini menunjukkan adanya kelonggaran syariat dalam pelaksanaan kurban bagi keluarga besar, selama syarat-syarat seperti:

  • Satu rumah tinggal,
  • Satu hubungan keluarga (nasab), dan
  • Satu penanggung nafkah
    telah terpenuhi.

Kesimpulan

Berangkat dari fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dan beberapa hadis yang mendukung, maka satu ekor kambing dapat menjadi kurban sah untuk satu keluarga, meskipun jumlahnya banyak. Namun, jika keluarga tersebut mampu, memperbanyak jumlah hewan kurban tentu lebih utama dan mendatangkan lebih banyak manfaat serta pahala.

Wallahu a’lam bish shawab – Allah-lah yang Maha Mengetahui kebenaran yang hakiki.

Bolehkah Daging Kurban Dicuci?

Bolehkah Daging Kurban Dicuci?

StylesphereJawabannya: boleh, tetapi dengan syarat tertentu.

Menurut penjelasan dari para ahli gizi dan praktisi kesehatan:

  • Mencuci daging kurban setelah disembelih dan sebelum dimasak boleh dilakukan, terutama jika ada kotoran yang menempel secara fisik, seperti tanah, debu, atau darah beku.
  • Namun, jangan mencuci daging sebelum disimpan di dalam kulkas atau freezer. Ini karena air yang digunakan untuk mencuci bisa meninggalkan kelembapan berlebih pada daging yang kemudian menjadi media pertumbuhan bakteri, sehingga mempercepat pembusukan.

🥩 Cara Menangani Daging Kurban dengan Benar

  1. Setelah diterima:
    • Bersihkan daging dari kotoran kasar dengan lap bersih atau tisu dapur.
    • Jika sangat kotor, boleh dibilas cepat dengan air mengalir, lalu dikeringkan dengan tisu atau kain bersih.
  2. Penyimpanan:
    • Simpan daging dalam potongan kecil sesuai kebutuhan masak.
    • Bungkus rapat dengan plastik atau wadah kedap udara.
    • Masukkan ke dalam kulkas (untuk konsumsi dalam 1–2 hari) atau freezer (untuk penyimpanan lebih lama).
  3. Sebelum dimasak:
    • Keluarkan daging dari freezer dan cairkan dengan metode thawing yang benar (misalnya di dalam kulkas, bukan di suhu ruang).
    • Setelah daging mencair, baru boleh dicuci dengan air mengalir, lalu dikeringkan sebelum dimasak.

🚫 Risiko Mencuci Daging Sebelum Disimpan

  • Air cucian bisa membawa kuman ke permukaan daging dan mempercepat kerusakan.
  • Air yang tidak steril juga bisa menjadi sumber kontaminasi silang jika peralatan dan tempat cuci tidak bersih.

💡 Kesimpulan:

Daging kurban boleh dicuci, tetapi hanya saat akan dimasak. Hindari mencuci daging sebelum penyimpanan agar kualitas dan keamanannya tetap terjaga. Penanganan yang benar bukan hanya menjaga cita rasa daging, tetapi juga mencegah penyakit akibat bakteri berbahaya.

Semoga informasi ini bisa membantu menjawab keraguan Anda dalam menangani daging kurban dengan lebih aman dan sesuai syariat maupun ilmu kesehatan.

🔬 Mengapa Daging Tidak Dianjurkan untuk Dicuci Sebelum Disimpan?

  1. 📌 Risiko Kontaminasi Silang
    • Air cucian daging bisa menyebarkan bakteri berbahaya (seperti Salmonella dan E. coli) ke permukaan dapur, talenan, wastafel, dan peralatan masak lainnya.
    • CDC menekankan bahwa cipratan dari air cucian adalah salah satu penyebab utama kontaminasi silang di dapur.
  2. 📉 Penurunan Kualitas Daging
    • Air dapat meresap ke dalam serat daging dan mempercepat pembusukan.
    • Pencucian justru bisa mempercepat pertumbuhan mikroba bila daging tidak langsung dimasak.
  3. ❌ Kehilangan Nutrisi
    • Air cucian bisa membawa keluar sebagian kecil kandungan nutrisi larut air, seperti vitamin B.
    • Meskipun tidak signifikan dalam satu kali proses, praktik ini bisa berpengaruh bila dilakukan berulang-ulang atau dalam jumlah besar.

Apa yang Sebaiknya Dilakukan?

  • Langsung potong dan simpan daging kurban dalam kondisi bersih dan segar tanpa dicuci.
  • Gunakan plastik wrap atau wadah kedap udara untuk mencegah kontaminasi selama penyimpanan.
  • Jika daging ingin dimasak, baru dicuci tepat sebelum diolah, dan pastikan alat dan permukaan sekitar tetap bersih setelah mencuci.

💬 Kesimpulan Ahli:

“Daging segar dari hewan yang disembelih sesuai syariat tidak memerlukan pencucian jika akan disimpan. Fokus utamanya adalah menjaga sanitasi dapur dan prosedur penyimpanan yang benar. Pencucian daging yang tidak tepat justru menambah risiko, bukan mengurangi.”
Ahli Gizi dan Keamanan Pangan, dikutip dari pedoman CDC dan WHO

🌟 Penanganan Ideal Daging Kurban:

  1. Potong sesuai kebutuhan.
  2. Jangan dicuci jika akan disimpan.
  3. Simpan di suhu dingin (kulkas < 4°C atau freezer < -18°C).
  4. Saat hendak dimasak, cairkan, cuci sebentar jika perlu, lalu langsung dimasak.

Dengan memahami alasan ilmiah di balik larangan mencuci daging sebelum penyimpanan, masyarakat dapat menangani daging kurban dengan lebih aman dan efisien, tanpa perlu ragu atau khawatir melanggar syariat ataupun prinsip kesehatan.

Kapan Daging Kurban Boleh Dicuci?

  1. Saat Akan Langsung Dimasak
    • Daging yang terlihat kotor karena tercampur darah, pasir, debu, atau jeroan saat penyembelihan atau distribusi boleh dicuci.
    • Pastikan pencucian hanya dilakukan tepat sebelum dimasak, bukan sebelum disimpan.
  2. Saat Daging Terlihat Kotor
    • Bila hanya ada sedikit kotoran, cukup bersihkan dengan tisu bersih atau kain steril.
    • Ini lebih aman daripada mencuci karena menghindari cipratan air yang membawa kontaminasi.

🧼 Tips Mencuci Daging dengan Aman

  • Gunakan air bersih mengalir (jangan rendam).
  • Jangan gunakan sabun, cuka, atau larutan kimia.
  • Segera masak setelah dicuci, jangan diamkan terlalu lama.
  • Jangan cuci di dekat makanan lain, alat makan, atau sayuran segar.

🧽 Setelah Mencuci Daging: Bersihkan Area Dapur

Jika Anda memutuskan untuk mencuci daging, jangan abaikan sanitasi dapur:

  • Bersihkan wastafel, talenan, dan permukaan dapur dengan sabun atau disinfektan.
  • Cuci tangan dengan sabun setelah memegang daging mentah.
  • Gunakan alat masak yang berbeda untuk daging mentah dan makanan matang.

💬 Kesimpulan Praktis

“Jika daging kurban kotor karena proses distribusi, maka mencucinya diperbolehkan asal dilakukan dengan benar dan langsung dimasak. Namun jika hanya akan disimpan, hindari pencucian untuk menjaga kualitas dan keamanan.”
Panduan UGM & Fatayat NU DIY

Praktik ini bisa menjadi jalan tengah antara panduan ilmiah dan realita di lapangan, di mana kondisi distribusi daging kadang membuat daging terkena kotoran. Dengan edukasi yang tepat, masyarakat bisa tetap menjaga kesucian ibadah kurban sekaligus keamanan pangan dalam pengolahan dagingnya.

📌 Mengapa Daging Kurban Tidak Perlu Dicuci?

1. 🔥 Suhu Tinggi Saat Memasak Membunuh Bakteri

  • Memasak daging hingga suhu internal ≥75°C cukup untuk membunuh bakteri berbahaya seperti Salmonella, E. coli, dan Listeria.
  • Tidak perlu mencuci daging jika akan dimasak dengan benar.

2. 🧪 Pencucian Bisa Mengurangi Nutrisi

  • Vitamin B kompleks dan beberapa mineral bersifat larut air.
  • Mencuci daging dengan air dalam jumlah banyak bisa mengurangi kandungan gizinya.

3. 🚿 Risiko Kontaminasi Silang

  • Air cucian bisa menyebarkan bakteri ke permukaan dapur, alat masak, dan bahan makanan lain.
  • Lebih aman untuk tidak mencuci, lalu langsung simpan atau olah.

4. 🧬 Tubuh Kita Siap Melawan Mikroba

  • Asam lambung bersifat sangat asam (pH < 2), cukup kuat untuk membunuh bakteri makanan normal.
  • Sistem imun juga menangani mikroorganisme yang tidak berbahaya jika masuk dalam jumlah kecil.

5. 🕒 Lebih Efisien dan Praktis

  • Menangani daging kurban dalam jumlah besar jauh lebih efisien tanpa pencucian.
  • Menghemat waktu, air, dan tenaga saat memasak atau menyimpannya.

Kapan Mencuci Daging Diperbolehkan?

Hanya bila kotor secara fisik (darah berlebihan, pasir, debu) dan akan langsung dimasak.

🚫 Jangan Dilakukan Jika Akan Disimpan:

  • Mencuci sebelum masuk freezer membuat es kristal terbentuk dari air, yang merusak serat daging.
  • Air sisa dapat mempercepat pembusukan atau memicu jamur di lemari es.

Dengan pengetahuan ini, masyarakat bisa lebih tenang dan bijak dalam menangani daging kurban, serta ikut menjaga kualitas gizi, kebersihan dapur, dan efektivitas waktu selama momen Idul Adha.

Tips Menyimpan Daging Kurban

Penyimpanan daging kurban yang tepat sangat penting untuk mempertahankan kualitas dan keamanan pangan. Berdasarkan panduan dari Universitas Gadjah Mada, berikut adalah langkah-langkah yang harus diikuti untuk menyimpan daging kurban dengan benar:

1. Langkah pertama adalah jangan mencuci daging kurban yang akan disimpan. Daging yang kering lebih tahan lama dan tidak mudah rusak dibandingkan daging yang basah. Kelembaban berlebih dapat mempercepat pertumbuhan bakteri dan menyebabkan daging cepat busuk.

2. Proses pengemasan juga harus dilakukan dengan cermat. Potong atau giling daging sesuai dengan porsi yang dibutuhkan untuk sekali masak, kemudian kemas dalam kantong plastik khusus makanan atau vacuum sealer jika tersedia. Pengemasan vakum adalah pilihan terbaik karena dapat menghilangkan udara yang dapat mempercepat oksidasi dan pembusukan.

3. Sebelum memasukkan ke freezer, simpan daging di chiller (suhu 0-4°C) selama beberapa jam untuk proses pendinginan awal. Hal ini membantu daging beradaptasi dengan suhu dingin secara bertahap dan mencegah pembentukan kristal es yang besar yang dapat merusak tekstur daging.

Langkah-langkah Menyimpan Daging Kurban:

  • Persiapan: Jangan mencuci daging kurban
  • Pemotongan: Potong daging sesuai porsi kebutuhan masak
  • Pemilahan: Pisahkan berdasarkan jenis potongan dan ukuran
  • Pengemasan: Masukkan ke kantong plastik atau vacuum seal
  • Pendinginan awal: Simpan di chiller 2-3 jam
  • Penyimpanan: Pindahkan ke freezer untuk penyimpanan jangka Panjang
Tiga Jenis Puasa Sunnah Jelang Idul Adha yang Penuh Keutamaan

Tiga Jenis Puasa Sunnah Jelang Idul Adha yang Penuh Keutamaan

Stylesphere – Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amalan ibadah. Salah satu bentuk ibadah yang sangat dianjurkan adalah puasa sunnah. Setidaknya, ada tiga jenis puasa sunnah yang biasa dilakukan pada hari-hari sebelum Idul Adha, yaitu puasa Dzulhijjah, puasa Tarwiyah, dan puasa Arafah. Masing-masing memiliki keutamaan yang luar biasa sebagaimana dijelaskan dalam berbagai hadits.

1. Puasa Dzulhijjah (1–7 Dzulhijjah)

Puasa ini dilaksanakan pada tujuh hari pertama di bulan Dzulhijjah, dari tanggal 1 hingga 7 Dzulhijjah. Keutamaannya dijelaskan dalam hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tidak ada hari-hari yang lebih agung di sisi Allah dan amal saleh di dalamnya lebih dicintai oleh-Nya daripada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama Dzulhijjah).”
(HR. Ahmad – dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)

Puasa pada hari-hari ini menjadi salah satu bentuk amalan yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

2. Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

Puasa ini dikerjakan pada hari ke-8 Dzulhijjah, sehari sebelum hari Arafah. Keutamaannya disebutkan dalam hadits sebagai berikut:

“Barang siapa berpuasa sepuluh hari (pertama Dzulhijjah), maka setiap harinya seperti puasa sebulan. Puasa pada hari Tarwiyah seperti puasa setahun, dan puasa Arafah seperti puasa dua tahun.”
(HR. Ali Al-Muairi, At-Thibbi, Abu Sholeh, dan Ibnu Abbas)

3. Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Puasa Arafah dikerjakan pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu sehari sebelum Idul Adha. Ini adalah puasa sunnah paling utama di antara tiga jenis puasa tersebut, terutama bagi yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Rasulullah ﷺ bersabda:

“Puasa Arafah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Puasa Asyura (10 Muharram) menghapus dosa setahun yang lalu.”
(HR. Muslim)

🕌 Niat Puasa Sunnah Jelang Idul Adha

Sebagaimana puasa sunnah lainnya, niat dilakukan sejak malam hari hingga sebelum terbit fajar. Berikut adalah lafal niat puasa Tarwiyah dan Arafah:

Niat Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah ta’ala.”

Niat Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma arafata sunnatan lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah ta’ala.”

Berikut adalah niat puasa sunnah yang biasa dibaca dua hari sebelum Idul Adha

🕌 Niat Puasa Sunnah 7 Dzulhijjah

نَوَيْتُ صَوْمَ سَابِعِ ذِي الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma sābi‘i dzil-ḥijjati sunnatan lillāhi ta‘ālā.
Artinya: “Saya niat puasa hari ketujuh bulan Dzulhijjah, sunnah karena Allah Ta’ala.”

🕌 Niat Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

نَوَيْتُ صَوْمَ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ سُنَّةً لِلَّهِ تَعَالَى

Nawaitu shauma yaumi at-tarwiyati sunnatan lillāhi ta‘ālā.
Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta’ala.”

Keutamaan Puasa 2 Hari Sebelum Idul Adha

  • Hari-hari ini termasuk dalam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, yang disebut-sebut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai hari-hari terbaik untuk beramal saleh.
  • Puasa di tanggal 8 Dzulhijjah (Tarwiyah) dan 9 Dzulhijjah (Arafah) sangat dianjurkan bagi umat Islam yang tidak sedang berhaji, dengan pahala besar yang disebutkan dalam hadits-hadits shahih.

Melakukan puasa sunnah ini tidak hanya membawa pahala, tetapi juga menjadi wujud kesiapan ruhani menyambut hari raya kurban. Jika kamu ingin, saya juga bisa bantu rangkum infografis niat puasa dan waktunya agar lebih mudah diingat. Mau saya bantu buatkan?

Keutamaan Puasa Tarwiyah dan Arafah

Puasa sunnah pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Arafah (9 Dzulhijjah) memiliki nilai yang sangat tinggi dalam Islam. Di antara berbagai amalan yang dianjurkan di bulan Dzulhijjah, dua puasa ini menempati posisi istimewa. Keutamaan yang terkandung di dalamnya telah diriwayatkan dalam banyak hadits, mencakup pengampunan dosa, terkabulnya doa, hingga peluang terbebas dari siksa neraka.

1. Menghapus Dosa Selama Dua Tahun

Salah satu keutamaan terbesar dari puasa Arafah adalah janji Allah SWT untuk menghapus dosa-dosa hamba-Nya yang berpuasa pada hari tersebut. Dalam sebuah hadits dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Puasa hari Arafah, aku berharap kepada Allah agar dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.”
(HR. Tirmidzi)

Riwayat ini dikuatkan pula dalam hadits shahih lainnya yang diriwayatkan oleh Muslim:

“Aku berharap kepada Allah supaya puasa di hari Arafah menghapuskan dosa setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya.”
(HR. Muslim)

2. Momen Mustajab untuk Berdoa

Puasa Arafah bertepatan dengan ibadah wukuf di Padang Arafah yang dilakukan oleh jamaah haji. Pada hari yang sangat mulia ini, umat Islam yang tidak menunaikan haji dianjurkan untuk memperbanyak doa karena diyakini sebagai waktu mustajab.

Rasulullah ﷺ bersabda:

“Doa terbaik adalah doa pada hari Arafah. Dan ucapan terbaik yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah:
‘Laa ilaaha illallah wahdahu laa syariikalah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai’in qadiir’.
(Tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Milik-Nya segala kerajaan dan segala pujian, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu).”

(HR. Tirmidzi)

3. Kesempatan Bebas dari Api Neraka

Keutamaan lainnya dari puasa Arafah adalah janji Allah untuk membebaskan banyak hamba-Nya dari siksa api neraka. Ini menunjukkan betapa besar rahmat dan ampunan Allah SWT pada hari tersebut.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

“Tidak ada hari di mana Allah lebih banyak membebaskan hamba dari api neraka selain hari Arafah.”
(HR. Muslim)

Kesimpulan

Puasa Tarwiyah dan Arafah bukan sekadar ibadah sunnah biasa. Ia menyimpan segudang keutamaan yang sangat sayang untuk dilewatkan, mulai dari penghapusan dosa, kesempatan terkabulnya doa, hingga harapan terbebas dari siksa neraka. Maka dari itu, menjelang Idul Adha, mari manfaatkan momen istimewa ini untuk memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Tata Cara Menjalankan Puasa Tarwiyah dan Arafah Menjelang Idul Adha

Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam sangat dianjurkan untuk melaksanakan dua puasa sunnah yang penuh keutamaan, yaitu puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan puasa Arafah (9 Dzulhijjah). Kedua puasa ini tidak hanya menjanjikan pahala besar, tetapi juga menjadi momen penting untuk memperkuat iman dan meningkatkan ketakwaan. Agar ibadah ini terlaksana secara benar dan sesuai syariat, berikut panduan lengkapnya:

1. Niat Puasa: Awali dengan Kesadaran dan Keikhlasan

Setiap ibadah dimulai dengan niat, termasuk puasa Tarwiyah dan Arafah. Niat ini cukup dihadirkan di dalam hati—tidak wajib dilafalkan, namun boleh jika diucapkan sebagai bentuk keyakinan.

Untuk puasa sunnah, niat tidak harus dilakukan pada malam hari seperti puasa wajib. Seseorang boleh berniat di pagi atau siang hari, selama belum makan, minum, atau melakukan hal yang membatalkan puasa sejak fajar. Kemudahan ini memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin ikut berpuasa meski baru memutuskan di tengah hari.

2. Menghidupkan Sunnah Sahur

Meski bukan syarat sah puasa, sahur sangat dianjurkan dan menjadi bagian dari sunnah Rasulullah ﷺ. Sahur memberikan kekuatan fisik selama berpuasa dan juga membawa keberkahan.

Tak perlu makanan berat, bahkan hanya dengan segelas air putih atau sebutir kurma sudah cukup untuk mendapatkan pahala sahur. Yang penting adalah niat dan pelaksanaannya dilakukan sebelum terbit fajar.

3. Menjaga Puasa dari Hal yang Membatalkan dan Merusak Pahala

Selama menjalankan puasa, umat Islam wajib menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa seperti makan, minum, dan hubungan suami istri dari terbit fajar hingga matahari terbenam.

Lebih dari itu, menjaga kualitas puasa juga penting—menahan lisan dari berkata kasar, menahan amarah, menghindari ghibah, dan menjauhi perilaku buruk lain yang bisa mengurangi nilai pahala. Puasa sejati bukan hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga menyucikan jiwa dan memperbaiki akhlak.

4. Perbanyak Amal dan Doa

Waktu berpuasa adalah kesempatan emas untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Gunakan waktu siang hari dengan memperbanyak tilawah Al-Qur’an, dzikir, sedekah, dan tentunya doa.

Khusus pada hari Arafah, disunnahkan untuk memperbanyak doa karena termasuk waktu yang sangat mustajab. Ini adalah momen di mana doa-doa banyak diangkat dan dikabulkan oleh Allah SWT.

5. Menyegerakan Berbuka dengan Doa

Saat waktu Maghrib tiba, disunnahkan untuk segera berbuka puasa. Rasulullah ﷺ menyukai umatnya yang tidak menunda berbuka karena di dalamnya terdapat keberkahan. Mulailah berbuka dengan kurma atau air putih, lalu lanjutkan dengan makanan utama.

Jangan lupa membaca doa berbuka puasa untuk menyempurnakan ibadah:

اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ، وَعَلَيْكَ تَوَكَّلْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri, dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”

Penutup

Melaksanakan puasa Tarwiyah dan Arafah adalah bentuk kesungguhan dalam menyambut kemuliaan Idul Adha. Dengan memahami tata cara pelaksanaannya dan mengamalkannya dengan penuh keikhlasan, semoga setiap ibadah kita menjadi jalan menuju ampunan, keberkahan, dan ridha Allah SWT.