Sholat Tahajud: Keutamaan dan Tata Caranya

Stylesphere – Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang memiliki keistimewaan tersendiri dalam ajaran Islam. Ibadah ini sangat dianjurkan bagi umat Muslim yang ingin mempererat hubungan spiritual dengan Allah SWT. Keutamaannya begitu besar, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, Surah Al-Isra ayat 79:

“Dan pada sebagian malam, lakukanlah salat Tahajud sebagai ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”

(Al-Isra: 79)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah biasa, melainkan amalan yang bisa mengangkat derajat seorang hamba ke posisi yang mulia di sisi Allah SWT.

Dalam kajian ilmiah yang dimuat Anugerahslot dalam Jurnal Al-Taqaddum oleh Ahmad Fauzi (2020), disebutkan bahwa Sholat Tahajud memberikan dampak positif yang nyata, tidak hanya bagi kesehatan spiritual, tetapi juga bagi kesehatan mental seseorang. Keheningan malam saat mayoritas manusia tertidur menjadikan Tahajud sebagai momen penuh ketenangan untuk bermunajat kepada Sang Pencipta.

Tata Cara Sholat Tahajud

Sholat Tahajud dilakukan setelah bangun tidur di sepertiga malam terakhir, biasanya setelah tidur malam meskipun hanya sebentar. Jumlah rakaatnya bervariasi, minimal dua rakaat dan bisa ditambah sesuai kemampuan, lalu ditutup dengan satu atau tiga rakaat sholat Witir.

Berikut langkah-langkah ringkas pelaksanaannya:

  1. Niat Sholat Tahajud di dalam hati.
  2. Melaksanakan sholat dua rakaat, seperti sholat sunah lainnya (berdiri, membaca Al-Fatihah dan surah pendek, rukuk, sujud, dan seterusnya).
  3. Mengulang rakaat dua-dua sesuai kemampuan.
  4. Mengakhiri dengan Witir jika belum dilakukan sebelumnya.
  5. Berdoa setelah sholat, memohon ampun dan memanjatkan harapan karena waktu Tahajud merupakan saat terbaik untuk berdoa.

Sholat Tahajud tidak hanya menunjukkan ketekunan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya, tetapi juga membawa ketenangan batin, memperkuat iman, dan menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan.

Panduan Lengkap Sholat Tahajud: Keutamaan, Tata Cara, dan Waktu Terbaik

Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah malam yang sangat dianjurkan dalam Islam. Termasuk dalam rangkaian qiyamul lail, sholat ini memiliki kekhususan: hanya bisa dilakukan setelah tidur, meski hanya sebentar. Karena itulah Tahajud menjadi simbol kesungguhan dan kedekatan seorang hamba kepada Allah SWT.

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa sholat Tahajud dilakukan dalam rangkaian dua rakaat dua rakaat. Hal ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW:

“Shalat malam itu dua rakaat dua rakaat. Apabila salah seorang di antara kalian khawatir masuk waktu Subuh, maka hendaklah ia shalat satu rakaat sebagai witir.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Waktu Terbaik Sholat Tahajud

Waktu paling utama untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, antara pukul 02.00 hingga 04.00 dini hari. Dalam hadis riwayat Muslim no. 758, dijelaskan bahwa pada waktu tersebut, Allah SWT turun ke langit dunia untuk mengabulkan doa-doa hamba-Nya.

Tata Cara Sholat Tahajud

Mengacu pada berbagai sumber seperti Ensiklopedi Ibadah oleh Prof. Dr. Amirulloh Syarbini dan Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen, berikut tata cara lengkap pelaksanaan sholat Tahajud:

  1. Tidur terlebih dahulu, walau hanya sebentar.
  2. Bangun di sepertiga malam terakhir.
  3. Berwudhu untuk menyucikan diri.
  4. Niat dalam hati, atau dengan lafaz:
    “Ushalli sunnatat tahajjudi rak‘ataini lillaahi ta‘aala”
    (Saya niat sholat sunnah Tahajud dua rakaat karena Allah Ta‘ala).
  5. Takbiratul ihram, dilanjutkan doa iftitah.
  6. Membaca Al-Fatihah, kemudian surah dalam Al-Qur’an.
    • Nabi SAW biasa membaca surah-surah panjang.
  7. Rukuk dengan tuma’ninah dan membaca doa rukuk.
  8. I’tidal, dilanjutkan dengan doa i’tidal.
  9. Sujud pertama, dengan tuma’ninah dan doa sujud.
  10. Duduk di antara dua sujud, lalu sujud kedua.
  11. Rakaat kedua dilakukan dengan urutan yang sama.
  12. Setelah rakaat kedua, tahiyat akhir, lalu salam.
  13. Setelah sholat, disunahkan berzikir, membaca:
    • Tasbih (Subhanallah)
    • Tahmid (Alhamdulillah)
    • Takbir (Allahu Akbar)
    • Istigfar, shalawat, dan doa-doa pribadi.
  14. Melanjutkan dengan sholat Witir, minimal satu rakaat.

Jumlah Rakaat yang Dianjurkan

Rasulullah SAW biasanya melaksanakan 11 rakaat, yang terdiri dari 8 rakaat Tahajud dan 3 rakaat Witir. Ini sesuai dengan hadis riwayat Bukhari no. 1147. Namun, jumlah rakaat bisa disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Konsistensi Rasulullah SAW dalam Sholat Tahajud

Dalam Jurnal Studi Al-Qur’an dan Hadis oleh Nur Halimah (2021), disebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW tetap melaksanakan Tahajud bahkan saat bepergian. Hal ini menunjukkan bahwa sholat Tahajud adalah bagian penting dari keteladanan beliau dalam beribadah, bukan sekadar ibadah tambahan.

Sholat Tahajud bukan hanya jalan menuju kedekatan spiritual dengan Allah, tapi juga memberikan ketenangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Dalam sunyi malam, ketika kebanyakan manusia terlelap, Tahajud menjadi ruang sakral antara hamba dan Rabb-nya.

Tips Bangun Sholat Tahajud: Strategi Spiritual agar Konsisten Ibadah Malam

Bangun malam untuk menunaikan Sholat Tahajud adalah tantangan spiritual yang tidak mudah. Meski banyak umat Muslim memiliki niat kuat, tidak sedikit yang gagal karena kurangnya persiapan atau strategi yang tepat. Sejumlah literatur klasik dan penelitian modern memberikan panduan bagaimana agar lebih konsisten dalam menjalankan ibadah istimewa ini.

1. Niat yang Kuat dan Ikhlas

Dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin karya Imam al-Ghazali yang diringkas oleh KH. A. Mustofa Bisri (2018), dijelaskan bahwa kekuatan niat dan keikhlasan hati adalah fondasi utama. Al-Ghazali menegaskan bahwa siapa pun yang sungguh-sungguh ingin bangun malam untuk beribadah, Allah SWT akan menolongnya.

“Siapa yang terbiasa tidur dengan niat ingin beribadah di malam hari, maka Allah akan bangunkan dia sesuai niatnya.”

2. Tidur Lebih Awal dan Hindari Makanan Berat

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah (1997) menekankan pentingnya menjaga pola tidur. Nabi Muhammad SAW terbiasa tidur lebih awal setelah sholat Isya dan tidak begadang tanpa keperluan. Selain itu, menjaga pola makan malam juga penting—hindari makanan berat agar tubuh tidak terlalu lelah atau mengantuk berlebihan.

Begadang dan makan berlebihan disebut sebagai dua faktor yang paling sering menghalangi kemampuan bangun untuk Tahajud.

3. Gunakan Alarm dan Dapatkan Dukungan Sosial

Dalam Jurnal Konseling Religi oleh R. Yuniarti (2020), disebutkan bahwa penggunaan alarm secara bertahap bisa melatih tubuh untuk bangun lebih mudah. Tak hanya itu, dukungan dari pasangan atau teman yang memiliki niat sama juga sangat membantu. Studi ini menunjukkan bahwa mereka yang saling membangunkan untuk sholat malam memiliki tingkat konsistensi hingga 63% lebih tinggi dibanding yang melakukannya sendiri.

4. Tingkatkan Iman dan Kecintaan terhadap Ibadah

Dr. Adian Husaini dalam bukunya Motivasi Ibadah Malam (2015) menjelaskan bahwa pemahaman mendalam tentang keutamaan Tahajud akan menumbuhkan cinta terhadap ibadah ini. Kesadaran akan besarnya pahala dan kedekatan dengan Allah SWT menjadi pendorong kuat yang mengalahkan rasa kantuk dan malas.

“Orang yang tahu nilainya tidak akan menyia-nyiakan satu malam pun tanpa berdoa pada Tuhannya.” – Adian Husaini

5. Memohon Bantuan kepada Allah

Dalam Jurnal Al-Tazkiyah oleh Lailatul Ma’wa (2021), ditemukan bahwa doa sebelum tidur yang disertai niat untuk bangun Tahajud sangat efektif. Doa semacam:

“Ya Allah, bangunkan aku di sepertiga malam-Mu untuk menyebut nama-Mu dan memohon ampunan-Mu.”

dapat memperkuat motivasi internal dan membantu seseorang bangun secara konsisten.

Kesimpulan:

Sholat Tahajud memang menuntut perjuangan, tapi bisa menjadi rutinitas indah jika disertai strategi yang tepat—dimulai dari niat yang kuat, pola tidur sehat, dukungan sosial, dan penguatan spiritual. Dengan terus berusaha dan memohon pertolongan Allah, Tahajud dapat menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim yang mendamba kedekatan dengan Tuhannya.

Keutamaan Sholat Tahajud: Ibadah Sunah yang Mengangkat Derajat dan Menenangkan Jiwa

Sholat Tahajud, atau dikenal juga sebagai sholat malam, merupakan salah satu ibadah sunah yang sangat dianjurkan dalam Islam. Ibadah ini memiliki kedudukan yang sangat mulia, tidak hanya dari sisi spiritual, tetapi juga membawa dampak positif secara sosial dan psikologis. Dalam Al-Qur’an, Tahajud disebut sebagai amalan para muttaqin—orang-orang yang bertakwa.

Berikut beberapa keutamaan luar biasa dari sholat Tahajud yang dirangkum dari berbagai sumber otoritatif:

1. Diangkat Derajat oleh Allah SWT

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), disebutkan bahwa sholat malam adalah ibadah paling utama setelah sholat fardhu. Pelaksanaannya di saat sunyi, ketika kebanyakan manusia terlelap, mencerminkan keikhlasan dan ketulusan hati yang tinggi.

Keistimewaan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT:

“Dan pada sebagian malam hari, bertahajudlah kamu sebagai ibadah tambahan bagimu. Mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.”
(QS. Al-Isra: 79)

Nabi Muhammad SAW juga bersabda:

“Sholat yang paling utama setelah sholat fardhu adalah sholat malam.”
(HR. Muslim no. 1163)

2. Menumbuhkan Kedekatan Ruhani dengan Allah

Imam al-Ghazali dalam Mukhtashar Ihya’ Ulumuddin (disarikan oleh KH. A. Mustofa Bisri, 2018) menjelaskan bahwa Tahajud adalah jalan menuju kelembutan hati dan kedekatan spiritual dengan Allah. Orang yang terbiasa bangun malam untuk bermunajat menunjukkan tanda-tanda kedekatan dengan Rabb-nya, dan ibadah ini merupakan salah satu kunci terkabulnya doa.

3. Membuka Pintu Rahmat dan Berkah

Dalam Ensiklopedi Ibadah karya Prof. Dr. Amirulloh Syarbini (2007), disebutkan bahwa sholat Tahajud membuka pintu rahmat Allah dan mendatangkan keberkahan hidup. Rasulullah SAW bahkan tetap melaksanakan sholat malam meski dalam keadaan bepergian (safar), menunjukkan betapa istimewanya ibadah ini dalam kehidupan beliau.

4. Memberikan Ketenangan Jiwa dan Emosi

Penelitian yang dimuat dalam Jurnal Ilmiah Al-Hikmah oleh Reni Marlina (2019) mengungkapkan bahwa sholat Tahajud berdampak positif terhadap stabilitas mental. Ibadah ini terbukti membantu menumbuhkan ketenangan batin, memperkuat rasa percaya diri, dan menjadi media untuk meredakan stres dalam kehidupan modern yang penuh tekanan.

5. Meningkatkan Kontrol Diri dan Ketahanan Emosional

Dalam Jurnal Al-Mazahib: Jurnal Pemikiran Hukum Islam oleh Moh. Faqih (2021), sholat Tahajud dikaitkan dengan peningkatan kontrol emosi dan ketahanan menghadapi ujian hidup. Mereka yang rutin menunaikan ibadah malam cenderung memiliki pengendalian diri yang lebih baik dan lebih sabar dalam menghadapi kesulitan.

Faqih juga mengaitkan amalan ini dengan tanda-tanda ketakwaan, sebagaimana disebut dalam firman Allah:

“Mereka sedikit sekali tidur di waktu malam; dan di akhir malam mereka memohon ampun kepada Allah.”
(QS. Az-Zariyat: 17–18)

Penutup

Sholat Tahajud bukan sekadar ibadah sunah, melainkan sarana pembentukan karakter, pendalaman iman, dan peningkatan kualitas hidup secara menyeluruh. Dari mengangkat derajat hingga memberikan kedamaian batin, Tahajud adalah bentuk ibadah yang melampaui dimensi ritual—ia menumbuhkan hubungan personal dengan Allah SWT dan menguatkan jiwa dalam menghadapi kehidupan.

Kapan Waktu Terbaik Sholat Tahajud? Ini Penjelasan Fikih dan Kajian Ilmiahnya

Sholat Tahajud merupakan salah satu ibadah sunnah yang paling dianjurkan dalam Islam, dan dikenal karena keutamaannya yang luar biasa. Namun, penting untuk memahami bahwa pelaksanaannya memiliki syarat dan waktu khusus yang telah dijelaskan dalam berbagai kitab fikih klasik serta didukung oleh kajian akademik modern.

Waktu Pelaksanaan dalam Hadis dan Kitab Fikih

Dalam Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq (1997), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud dimulai setelah sholat Isya dan tidur terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan bangun di malam hari untuk melaksanakan sholat hingga menjelang waktu Subuh.

Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW:

“Sholat malam itu dua rakaat dua rakaat. Jika engkau takut masuk waktu Subuh, maka sholat witirlah satu rakaat.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Sayyid Sabiq menambahkan bahwa waktu paling utama (afdhal) untuk melaksanakan Tahajud adalah sepertiga malam terakhir, sesuai dengan hadis sahih bahwa Allah SWT “turun” ke langit dunia pada saat itu dan mengabulkan doa-doa hamba-Nya (HR. Muslim no. 758).

Pembagian Waktu Malam Menurut Ulama

Menurut Ensiklopedi Shalat karya Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada (2004), malam hari dibagi menjadi tiga bagian utama:

  1. Sepertiga awal malam: setelah Isya hingga sekitar pukul 22.00
  2. Sepertiga tengah malam: sekitar pukul 22.00–01.00
  3. Sepertiga akhir malam: sekitar pukul 01.00–Subuh (sekitar pukul 04.30)

Sholat Tahajud dapat dilakukan kapan saja setelah tidur dalam rentang waktu ini, namun yang paling utama adalah di sepertiga akhir malam, karena waktu tersebut disebut sebagai saat paling mustajab untuk berdoa dan dijanjikan pahala besar.

Tidur: Syarat Sah Sholat Disebut “Tahajud”

Dalam Fiqih Ibadah Praktis oleh KH. Muhammad Najih Maimoen (2020), ditegaskan bahwa tidur merupakan syarat agar sholat malam disebut Tahajud. Jika seseorang belum tidur, maka sholat malam yang dilakukannya termasuk dalam qiyamul lail secara umum, bukan Tahajud secara khusus.

Najih menegaskan bahwa meskipun hanya tidur sebentar, selama ada jeda tidur sebelum sholat, maka ibadah tersebut telah memenuhi syarat Tahajud menurut mayoritas ulama (jumhur).

Kajian Akademik tentang Waktu Tahajud

Dalam Jurnal Al-Hikmah oleh Nur Aisyah (2021), dijelaskan bahwa waktu pelaksanaan Tahajud secara syar’i mengikuti rotasi malam di tiap wilayah. Aisyah menyoroti adanya miskonsepsi di kalangan masyarakat, yaitu menganggap Tahajud dapat langsung dilakukan setelah Isya, padahal tidur terlebih dahulu adalah syarat utama.

Sementara itu, Jurnal Studi Ilmu Keislaman oleh Siti Khadijah (2019) mengungkapkan bahwa sepertiga malam terakhir merupakan waktu dengan konsentrasi spiritual tertinggi. Berdasarkan hasil studi, pada saat itu seseorang berada dalam kondisi psikis paling tenang dan intim dengan Tuhannya, sehingga lebih mudah untuk bermunajat dan merenung secara mendalam.

Kesimpulan:

Sholat Tahajud memiliki waktu pelaksanaan yang sangat spesifik dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Syarat utamanya adalah harus didahului dengan tidur, dan waktu terbaiknya adalah sepertiga malam terakhir, menjelang Subuh. Selain sesuai dengan sunnah, waktu ini juga terbukti secara ilmiah sebagai momen ideal untuk refleksi spiritual dan memperdalam hubungan dengan Allah SWT.

Makna dan Sejarah Puasa Asyura: Jejak Ibadah dari Masa Jahiliyah hingga Risalah Nabi Muhammad SAW

Stylesphere – Puasa Asyura, yang dilaksanakan setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender hijriyah, merupakan salah satu amalan sunnah yang memiliki nilai sejarah dan spiritual yang mendalam. Lebih dari sekadar ritual ibadah, puasa ini menyimpan kisah panjang yang menghubungkan masa jahiliyah, sejarah kenabian Musa AS, hingga masa kenabian Rasulullah SAW.

Dalam salah satu ceramahnya yang disampaikan melalui kanal YouTube @persepsidalamdiam, Ustadz Adi Hidayat (UAH) membahas sejarah dan makna syariat puasa Asyura dari perspektif lintas zaman. Ia menjelaskan bahwa puasa ini sudah dikenal jauh sebelum kedatangan Islam.

“Puasa Asyura bukanlah hal yang asing bagi masyarakat Quraisy. Bahkan di masa jahiliyah, mereka sudah terbiasa melaksanakannya,” tutur Ustadz Adi Hidayat, dikutip Anugerahslot islamic pada Jumat (27/6/2025).

Menurut UAH, praktik puasa pada tanggal 10 Muharram telah menjadi bagian dari tradisi turun-temurun di kalangan penduduk Makkah. Tradisi ini kemudian mendapat pengakuan dalam Islam dan diberi makna baru melalui bimbingan Nabi Muhammad SAW.

Ketika Nabi SAW hijrah ke Madinah, beliau mendapati bahwa kaum Yahudi juga berpuasa pada hari Asyura. Mereka melakukannya sebagai bentuk penghormatan terhadap peristiwa diselamatkannya Nabi Musa AS dan kaumnya dari kejaran Fir’aun. Momen ini menjadi titik penting penyelarasan antara ajaran terdahulu dengan syariat Islam yang dibawa Rasulullah SAW.

Dengan sikap bijak, Nabi Muhammad SAW mengakui nilai spiritual di balik puasa tersebut dan mengarahkan umat Islam untuk ikut melakukannya, bahkan menganjurkan untuk menambah puasa sehari sebelumnya (Tasua, 9 Muharram) sebagai pembeda dari kebiasaan kaum Yahudi.

Puasa Asyura: Tradisi Lama yang Dikuatkan Syariat, Simbol Syukur dan Jejak Sejarah Iman

Ustadz Adi Hidayat menjelaskan bahwa Islam tidak serta-merta menolak tradisi lama. Sebaliknya, Islam memilah dan menimbang setiap tradisi berdasarkan nilai dan manfaat yang dikandungnya. “Dari sini kita bisa lihat bagaimana Islam tidak serta-merta menolak semua tradisi lama, tapi menimbangnya berdasarkan nilai dan manfaat,” jelasnya.

Menurut Ustadz Adi, dalam menyikapi tradisi semacam ini, syariat Islam memiliki empat pendekatan, salah satunya adalah melestarikan tradisi apabila terbukti membawa kebaikan dan sejalan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Puasa Asyura menjadi contoh nyata bagaimana sebuah tradisi yang berasal dari masa lampau dapat diadopsi dan diteguhkan dalam Islam sebagai ibadah sunnah. Tradisi ini tidak hanya diperkuat secara hukum, tetapi juga dimaknai sebagai bentuk syukur, pembersih dosa, dan penghormatan terhadap warisan sejarah kenabian.

“Syariat memperkuat puasa Asyura karena ia mengandung unsur syukur, penghapusan dosa, dan penghargaan terhadap sejarah kenabian,” ujar UAH.

Lebih jauh, ia menegaskan bahwa keutamaan puasa Asyura tidak sebatas pada pahala yang dijanjikan, melainkan juga pada kesadaran historis dan spiritual umat Islam dalam mengenang jejak para nabi. Hal ini memperluas dimensi puasa Asyura—bukan sekadar ritual, tetapi juga pelajaran tentang iman dan perjalanan umat manusia.

Ustadz Adi pun mengutip sabda Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa puasa Asyura menjadi sebab dihapuskannya dosa setahun yang lalu. Keistimewaan inilah yang menjadikan puasa ini sangat dianjurkan bagi umat Islam.

“Bukan hanya sekadar amal pribadi, puasa ini mengajarkan kita tentang hubungan antara sejarah, iman, dan keikhlasan dalam menjalankan syariat,” pungkasnya.

Puasa Asyura: Bukan Sekadar Ibadah Sunnah, tapi Simbol Kesadaran Sejarah dan Tauhid

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengajak umat Islam untuk tidak memandang puasa Asyura sebagai sekadar rutinitas tahunan. Ia menekankan pentingnya menjalankan ibadah ini dengan pemahaman yang mendalam tentang latar belakang sejarah dan nilai-nilai yang dikandungnya. “Mengenal sejarahnya akan menambah makna dalam setiap amal yang dilakukan,” ungkapnya.

Menurut UAH, hadits-hadits Nabi SAW menggambarkan secara jelas bagaimana puasa Asyura dihargai dalam Islam, bahkan menjadi salah satu bentuk pendidikan iman bagi umat Muslim pada masa awal Islam. Praktik ini bukan hanya bentuk ibadah, tetapi juga sarana mengenalkan umat kepada nilai-nilai kenabian terdahulu.

Lebih dari itu, UAH menilai puasa Asyura sebagai simbol pengakuan terhadap kebenaran risalah nabi-nabi sebelum Rasulullah SAW, terutama Nabi Musa AS. Ini sekaligus memperkuat ikatan mata rantai kenabian dalam ajaran tauhid yang menjadi inti dari semua risalah langit. “Maka puasa ini bukan sekadar formalitas, tapi ada pesan tauhid yang kuat di baliknya,” tegasnya.

Kesadaran akan makna ini, lanjutnya, sangat penting agar puasa Asyura tidak kehilangan ruh substansialnya. Di tengah masyarakat yang semakin pragmatis, di mana ibadah kerap dilakukan tanpa memahami konteks sejarah dan spiritualnya, pemahaman yang benar akan memperdalam kekhusyukan dalam beribadah.

“Dengan memahami akar sejarahnya, kita bisa lebih khusyuk dan ikhlas dalam menunaikan ibadah ini. Ada ruh yang menggerakkan, bukan hanya sekadar menggugurkan kewajiban sunnah,” jelasnya.

Menutup ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat menegaskan kembali bahwa syariat Islam sangat menghargai tradisi yang membawa kemaslahatan. Dalam hal ini, puasa Asyura adalah contoh ideal bagaimana warisan tradisi lama yang mengandung nilai kebaikan dapat dihidupkan kembali dalam naungan iman dan tauhid.