Makna dan Bacaan Ijab Kabul: Momen Sakral dalam Akad Nikah

Stylesphere – Ijab kabul merupakan momen paling sakral dalam prosesi pernikahan Islam. Di saat inilah dua insan mengikat janji suci sebagai suami istri di hadapan Allah SWT dan para saksi. Prosesi ini terdiri dari dua bagian utama: ijab, yaitu pernyataan dari wali pihak perempuan, dan kabul, yaitu jawaban penerimaan dari mempelai pria. Lafaz yang umum digunakan oleh mempelai pria adalah: “Saya terima nikahnya…” yang menunjukkan kesediaan dan persetujuan atas pernikahan tersebut.

Memahami dengan baik bacaan ijab kabul menjadi langkah penting bagi setiap calon pengantin, terutama bagi mempelai pria yang akan mengucapkannya secara langsung. Ketepatan pengucapan dan ketegasan niat merupakan syarat sahnya akad nikah.

Dalam buku Menebarkan Kasih Sayang dalam Bimbingan Al-Qur’an karya Abu Utsman Kharisman, dijelaskan bahwa:

  • Ijab adalah pernyataan dari wali perempuan yang menikahkan anaknya.
  • Kabul adalah jawaban dari mempelai pria yang menyatakan menerima pernikahan tersebut.

Proses ini bukan sekadar formalitas, melainkan pengukuhan sebuah ikatan yang membawa tanggung jawab besar di dunia dan akhirat.

Berikut Anugerahslot islamic ulas lengkapnya melansir dari berbagai sumber, Kamis (24/7/2025).

Ijab Kabul: Pilar Utama dalam Akad Nikah Menurut Hukum Islam

Ijab kabul merupakan salah satu unsur paling mendasar dalam akad pernikahan yang menentukan sah atau tidaknya sebuah ikatan pernikahan menurut syariat Islam. Tanpa keberadaan kedua komponen ini, maka pernikahan tidak dianggap sah secara hukum agama.

Secara bahasa, “ijab” berarti penyerahan atau tawaran, sementara “kabul” berarti penerimaan atau persetujuan. Dalam konteks akad nikah, ijab adalah ucapan dari pihak wali perempuan (atau wakilnya) yang menyatakan menyerahkan mempelai wanita kepada calon suami. Sedangkan kabul adalah jawaban dari mempelai pria yang menunjukkan kesediaannya menerima pernikahan tersebut.

Mengutip dari Jurnal Al-Aḥwāl, ijab kabul menjadi inti dari prosesi akad nikah, dan keberadaannya tidak bisa ditinggalkan agar pernikahan sah secara hukum Islam.

Jumhur ulama (mayoritas ahli fiqih), sebagaimana dijelaskan dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili (Jilid 9), menyepakati bahwa ijab diucapkan oleh wali mempelai wanita atau wakilnya dengan kalimat-kalimat yang disepakati keabsahannya, seperti “Aku nikahkan engkau…” atau “Aku kawinkan engkau…”.

Sementara itu, kabul diucapkan oleh mempelai pria sebagai tanda penerimaan. Kalimat yang paling umum dan sah menurut pandangan ulama adalah “Saya terima nikahnya…” yang menandakan keridhaan dan kesanggupan dari pihak laki-laki untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Ijab kabul tidak hanya bersifat simbolis, tetapi merupakan janji suci yang harus diucapkan dengan kesungguhan, kesadaran, dan keikhlasan sebagai awal dari ikatan sakral dalam Islam.

Bacaan Ijab Kabul Lengkap (Arab, Latin dan Indonesia)

Bacaan ijab kabul dapat dilafalkan dalam berbagai bahasa, termasuk Arab dan Indonesia, selama maknanya jelas dan dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Berikut adalah beberapa contoh bacaan ijab kabul saya terima nikahnya dalam bahasa Arab, Latin, dan Indonesia:

1. Bacaan Ijab Kabul Bahasa Arab

  • Ijab (dari Wali):“أنكحتك وزوجتك (ليلى) موليتي بمهر ألف روبيه حالا”Latin: “Ankahtuka wazawwajtuka (laila) mauliitii bimahrin alfu ruubiyah haalan”Artinya: “Saya nikahkan dan saya kawinkan kamu dengan (Laila), perempuan yang menjadi kuasaku, dengan mahar seribu rupiah dibayar kontan atau tunai.”Contoh lain:”أنكحتك أو زوجتك مخطوبتك بنتي … على المهر … حالا”Latin: “Ankahtuka wa zawwajtuka makhtubataka binti (nama pengantin perempuan) alal mahri (mahar/mas kawin) hallan.”Artinya: “Aku nikahkan engkau dan aku kawinkan engkau dengan pinanganmu, puteriku (nama pengantin perempuan) dengan mahar (mahar/mas kawin) dibayar tunai.”
  • Kabul (dari Mempelai Pria):“قبلت نكاحها وتزويجها لنفسي بالمهر المذكور حالا”Latin: “Qobiltu nikakhaha wa tazwiijaha linafsii bilmahril madzkuuri haalan”Artinya: “Saya terima pernikahan dan perkawinan ini untuk saya, dengan mahar yang telah disebutkan secara kontan.”Contoh lain:”قَبِلْتُ نِكَاحَهَا وَتَزْوِيْجَهَا عَلَى الْمَهْرِ الْمَذْكُوْرِ وَرَضِيْتُ بِهِ وَاللهُ وَلِيُّ التَّوْفِيْقِ”Latin: “Qobiltu nikahaha wa tazwijaha alal mahril madzkuur wa radhiitu bihi, wallahu waliyyu taufiq.”Artinya: “Saya terima nikah dan kawinnya dengan mahar yang telah disebutkan, dan aku rela dengan hal itu. Dan semoga Allah selalu memberikan anugerah.”

2. Bacaan Ijab Kabul Bahasa Indonesia

Masyarakat Indonesia umumnya menggunakan bacaan ijab kabul dalam bahasa Indonesia untuk memudahkan pemahaman. Berikut adalah beberapa lafaz ijab kabul dalam bahasa Indonesia:

  • Lafaz Ijab (dari Wali):“Saya nikahkan engkau ananda (nama lengkap mempelai pria bin nama ayahnya) dengan (nama mempelai wanita binti nama ayahnya) dengan mas kawin (sebutkan jenis maskawin/jumlah mahar) dibayar (tunai/utang).”Contoh lain:”Saudara/Ananda (Nama pengantin laki-laki) bin (Nama ayah pengantin laki-laki) Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak saya yang bernama (Nama pengantin perempuan) dengan maskawinnya berupa (Mahar/mas kawin), Tunai.”Contoh ucapan ijab oleh wali dari ayah kandung pengantin wanita:“Saudara Dani Ahmad bin Abdullah, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan anak perempuan saya, Suliswati dengan mas kawin emas 5 gram dibayar tunai.”Contoh ucapan ijab oleh wali dari saudara laki-laki pengantin wanita:“Saudara Dani Ahmad bin Abdullah, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan saudara perempuan saya, Suliswati binti Gilang Robi dengan mas kawin emas 5 gram dibayar tunai.”Contoh ucapan ijab oleh wali dari paman pengantin wanita:“Saudara Dani Ahmad bin Abdullah, saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan keponakan perempuan saya, Suliswati binti Gilang Robi dengan mahar emas 5 gram dibayar tunai.”Contoh ucapan ijab oleh orang yang ditunjuk mewakili wali pengantin wanita:“Saudara Dani Ahmad bin Abdullah, saya nikahkan dan saya kawinkan Anda dengan Suliswati binti Gilang Robi yang walinya telah mewakilkan kepada saya untuk menikahkannya dengan Anda dengan mas kawin emas 5 gram dibayar tunai.”
  • Lafaz Kabul (dari Mempelai Pria):“Saya terima nikahnya (nama mempelai wanita binti nama ayahnya) dengan mas kawin (sebutkan jenis maskawin/jumlah mahar) dibayar (tunai/utang)”Contoh lain:”Saya terima nikah dan kawinnya (Nama pengantin perempuan) binti (Nama ayah pengantin perempuan) dengan mas kawin yang telah disebutkan, dibayar tunai.”Contoh ucapan kabul mempelai pria bahasa Indonesia:“Saya terima nikah dan kawinnya Suliswati binti Gilang Robi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”Contoh ucapan kabul mempelai pria dengan menyebut mahar:“Saya terima nikah dan kawinnya Suliswati binti Gilang Robidengan mahar emas 5 gram dibayar tunai.”

Bacaan Ijab Kabul Dengan Wali Hakim

Dalam beberapa kondisi, wali nikah dapat diwakilkan kepada wali hakim, seperti penghulu dari Kantor Urusan Agama (KUA) atau tokoh agama setempat. Hal ini terjadi jika wali nasab tidak dapat hadir atau tidak mampu melaksanakan tugasnya. Melansir dari berbagai sumber, tak jarang terdapat wali hakim yang mewakilkan pembacaan ijab kabul tersebut.

Berikut adalah contoh kalimat mewakilkan wali (tawkil wali) yang diucapkan oleh wali nasab kepada orang lain yang ditunjuk, seperti penghulu:

  1. Kalimat mewakilkan wali (tawkil wali) dari ayah kandung pengantin perempuan:“Saudara …… (nama orang yang mau mewakili) saya mewakilkan pada Anda untuk menikahkan anak perempuan saya …… (nama pengantin perempuan) dengan Saudara …… (nama pengantin laki-laki) bin …… (nama bapak pengantin laki-laki) dengan maskawin …… (sebutkan jenis dan nominal maskawinnya) dibayar tunai.”Contoh: “Saudara Fulan, saya mewakilkan pada Anda untuk menikahkan anak perempuan saya Atikah Qudsiyah dengan saudara Eqtada Al-Musthofa dengan maskawin uang satu juta rupiah dibayar tunai.”
  2. Kalimat mewakilkan wali (tawkil wali) dari wali yang bukan ayah kandung pengantin perempuan:“Saudara …… (nama orang yang mau mewakili) saya mewakilkan pada Anda untuk menikahkan cucu / saudara perempuan / keponakan / saudara sepupu (pilih salah satu hubungan antara pengantin perempuan dengan wali) saya …… (nama pengantin perempuan) binti …… (nama ayah pengantin perempuan) dengan saudara …… (nama pengantin laki-laki) bin …… (nama ayah pengantin laki-laki) dengan maskawin …… (sebutkan jenis dan nominal maskawinnya) dibayar tunai.”Contoh: “Saudara Fulan, saya mewakilkan pada Anda untuk menikahkan saudara perempuan saya Atikah Qudsiyah binti Ramli dengan saudara Eqtada Al-Musthofa dengan maskawin uang satu juta rupiah dibayar tunai.”

Tata Cara Pelaksanaan Ijab Kabul dalam Akad Nikah

Agar prosesi ijab kabul berjalan dengan sah dan khidmat, diperlukan urutan pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan syariat dan hukum yang berlaku. Proses ini melibatkan mempelai pria, wali nikah, imam/penghulu, serta para saksi.

Mengacu pada buku Hukum Adat di Indonesia karya Dr. Siska Lis Sulistiani, M.Ag., M.E.Sy, berikut adalah tahapan pelaksanaan ijab kabul secara umum:

  1. Pertemuan Wali Nikah dan Mempelai Pria
    Prosesi dimulai dengan mempertemukan wali nikah dari pihak perempuan dengan calon mempelai pria. Keduanya duduk saling berhadapan, sebagai bentuk simbolis dari serah terima tanggung jawab.
  2. Pembacaan Khutbah Nikah
    Setelah itu, imam atau penghulu akan membacakan khutbah nikah berisi nasihat pernikahan dan ajakan bertakwa. Ini menjadi pengantar menuju inti akad.
  3. Doa oleh Mempelai Pria
    Sebelum ijab kabul diucapkan, mempelai pria dianjurkan membaca doa seperti istighfar, dua kalimat syahadat, dan salawat atas Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk penguatan niat dan permohonan keberkahan.
  4. Pelaksanaan Ijab dan Kabul
    • Ijab dibacakan oleh wali nikah dengan lafal seperti: “Saya nikahkan engkau dengan anak saya…”.
    • Kabul diucapkan langsung oleh mempelai pria dengan lafal: “Saya terima nikahnya…”.
      Keduanya berpegangan tangan kanan saat pengucapan, sebagai simbol dari akad yang sah.
    • Proses ini harus dilakukan dengan lancar, tanpa jeda panjang atau keraguan, agar sah menurut syariat.
  5. Pengesahan oleh Saksi
    Setelah ijab kabul selesai, saksi yang hadir memberikan pernyataan bahwa akad nikah tersebut sah dan telah memenuhi syarat.
  6. Doa Penutup
    Imam/penghulu kemudian membacakan doa penutup sebagai tanda syukur dan permohonan berkah atas pernikahan yang telah sah.
  7. Penandatanganan Buku Nikah
    Sebagai tahapan administratif, kedua mempelai akan menandatangani buku nikah disaksikan oleh penghulu dan petugas pencatat nikah.

Doa Setelah Akad Nikah

Setelah prosesi ijab kabul selesai dan pernikahan dinyatakan sah, disunahkan untuk membaca doa sebagai bentuk syukur dan memohon keberkahan bagi kedua mempelai. Doa ini bertujuan untuk membekali pasangan yang akan memulai kehidupan baru bersama. 

Berikut adalah beberapa doa yang diajarkan Rasulullah SAW untuk mendoakan sepasang pengantin baru:

  1. Doa Keberkahan:“بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا فِيْ خَيْرٍ”Latin: “Bârakallâhu laka wa bâraka ‘alaika wa jama‘a bainakumâ fî khairin”Artinya: “Semoga Allah memberkahimu dalam suka dan duka dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua di dalam kebaikan.”
  2. Doa Kerukunan:“اَللّٰهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا وَأَلِّفْ بَيْنَ اٰدَمَ وَحَوَّاءَ وَأَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا وَأَلِّفْ بَيْنَ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَسَارَةَ وَأَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا وَأَلِّفْ سَيِّدِنَا يُوْسُفَ وَزُلَيْخَاءَ وَأَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا وَأَلِّفْ بَيْنَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَسَيِّدَتِنَا خَدِيْجَةَ الْكُبْرَى وَأَلِّفْ بَيْنَهُمَا كَمَا وَأَلِّفْ بَيْنَ سَيِّدِنَا عَلِيِّ وَسَيِّدَتِنَا فَاطِمَةَ الزَّهْرَاءَ”Latin: “Allâhumma allif bainahumâ kamâ allafta baina Adam wa Hawwa, wa allif bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Ibrâhîm wa Sârah, wa allif bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Yûsuf wa Zulaikha, wa allif bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ Muhammadin shallallâhu ‘alaihi wa sallama wa sayyidatinâ Khadîjatal kubrâ, wa allif bainahumâ kamâ allafta baina sayyidinâ ‘Aly wa sayyidatinâ Fâthimah az-Zahrâ”Artinya: “Ya Allah, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi Adam dan Hawa, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi Ibrahim dan Sarah, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Nabi Yusuf dan Zulaikha, rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Baginda Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallama dan Khadijah Al-Kubra, dan rukunkan keduanya sebagaimana Engkau rukunkan Ali dan Fathimah Az-Zahra.”
  3. Doa Ikatan yang Diberkahi:“اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الْعَقْدَ عَقْدًا مُبَارَكًا مَعْصُوْمًا وَأَلْقِ بَيْنَهُمَا أُلْفَةً وَقَرَارًا دَائِمًا وَلَا تَجْعَلْ بَيْنَهُمَا فِرْقَةً وَفِرَارًا وَخِصَامًا وَاكْفِهِمَا مُؤْنَةَ الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ”Latin: “Allâhummaj’al hâdzal ‘aqda ‘aqdan mubârakan ma’shûman wa alqi bainahumâ ulfatan wa qarâran dâiman wa lâ taj’al bainahumâ firqatan wa firâran wa khishâman wakfihimâ mu’natad dunyâ wal âkhirah”Artinya: “Ya Allah, jadikanlah akad ini sebagai ikatan yang diberkahi dan dilindungi, tanamkan di antara keduanya kerukunan dan ketetapan yang langgeng, jangan Engkau jadikan di antara keduanya perpecahan, perpisahan dan permusuhan, dan cukupi keduanya bekal hidup di dunia dan akhirat.”

Bahasa dalam Ijab Kabul: Haruskah Selalu Arab?

Meskipun bacaan ijab kabul yang sering didengar dalam prosesi akad nikah biasanya menggunakan bahasa Arab, sebenarnya tidak ada ketentuan mutlak bahwa ijab kabul harus dilafalkan dalam bahasa tersebut. Yang paling utama adalah pemahaman terhadap makna serta kejelasan kesepakatan antara wali dan mempelai pria.

Mengacu pada penjelasan dalam kitab Fath Al-Mu’in karya Syekh Zainuddin al-Malibari—sebagaimana dikutip oleh Pondok Pesantren Lirboyo—dijelaskan bahwa akad nikah tetap sah meskipun dilafalkan dalam bahasa selain Arab. Bahkan jika pihak yang melafalkannya mampu berbahasa Arab, mereka tetap diperbolehkan menggunakan bahasa lokal, selama kata-kata yang digunakan secara jelas menunjukkan makna ijab (penyerahan) dan kabul (penerimaan).

Pandangan ini juga sejalan dengan yang disampaikan dalam jurnal Al-Aḥwāl, bahwa bahasa dalam ijab kabul tidak harus Arab, asalkan redaksi yang digunakan mengandung arti syar’i yang dimengerti oleh semua pihak yang terlibat—baik mempelai, wali, maupun para saksi.

Dengan demikian, menggunakan bahasa Indonesia, Jawa, Sunda, atau bahasa daerah lainnya tetap sah selama pesan yang disampaikan tetap sesuai dengan maksud akad nikah dalam Islam.

Bolehkah Berhubungan Suami Istri di Malam Takbiran Idul Adha?

Bolehkah Berhubungan Suami Istri di Malam Takbiran Idul Adha?

Stylesphere – Malam takbiran menjelang Idul Adha merupakan momen yang sangat istimewa dan sarat dengan nilai spiritual bagi umat Islam. Suasana penuh kekhidmatan terasa ketika gema takbir berkumandang dari masjid ke masjid, mengagungkan nama Allah SWT dan menyambut datangnya hari raya yang penuh makna.

Dalam nuansa religius tersebut, muncul berbagai pertanyaan dari umat, salah satunya terkait aktivitas dalam rumah tangga: “Apakah boleh berhubungan suami istri di malam takbiran Idul Adha?” Pertanyaan ini cukup sering ditanyakan, karena malam takbiran dipandang sebagai waktu mulia yang hendaknya dijalani dengan penuh rasa hormat dan ibadah.

Dari sudut pandang fikih, tidak ada larangan syariat yang secara eksplisit melarang hubungan suami istri di malam takbiran, baik menjelang Idul Adha maupun Idul Fitri. Artinya, selama dilakukan dengan adab dan niat yang baik, hubungan suami istri tetap diperbolehkan dalam Islam, termasuk pada malam-malam yang mulia seperti ini.

Namun demikian, sebagian ulama menganjurkan agar malam takbiran diisi dengan ibadah dan memperbanyak dzikir, termasuk takbir, tahmid, dan doa, sebagai bentuk penyambutan terhadap hari raya yang agung. Oleh karena itu, pasangan suami istri disarankan untuk tetap menjaga keseimbangan antara memenuhi hak pasangan dan memanfaatkan waktu yang mulia dengan amalan-amalan spiritual.

Kesimpulannya, berhubungan suami istri di malam takbiran bukanlah hal yang dilarang dalam Islam, tetapi sebaiknya dilakukan dengan bijak dan tidak mengabaikan nilai-nilai keutamaan malam tersebut.

Hukum Berhubungan Suami Istri di Malam Takbiran Idul Adha

Malam takbiran menjelang Idul Adha merupakan malam yang penuh keutamaan dan kemuliaan. Dalam berbagai riwayat, malam hari raya termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa, serta dianjurkan untuk memperbanyak takbir, tahmid, dan tahlil sebagai bentuk pengagungan kepada Allah SWT.

Karena nilai spiritual malam ini begitu tinggi, umat Islam sangat dianjurkan untuk mengisinya dengan berbagai bentuk ibadah. Namun, pertanyaan yang kerap muncul di kalangan pasangan Muslim adalah: “Apakah boleh berhubungan suami istri di malam takbiran?”

Secara hukum, tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkan hubungan suami istri pada malam takbiran. Islam sebagai agama yang penuh keseimbangan dan realistis, tidak memberatkan umatnya dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam urusan rumah tangga.

Oleh karena itu, penting untuk memahami perbedaan antara hal yang dianjurkan (sunnah) dan yang dilarang (haram). Mengisi malam takbiran dengan ibadah adalah amalan yang sangat dianjurkan, namun bukan berarti aktivitas duniawi seperti hubungan suami istri menjadi sesuatu yang terlarang, selama tidak melalaikan kewajiban lain seperti salat atau mengabaikan nilai-nilai spiritual malam tersebut.

Kesimpulannya, berhubungan suami istri di malam takbiran tetap diperbolehkan, asalkan dilakukan dengan bijaksana dan tetap menjaga kekhusyukan malam raya yang penuh berkah itu.

Pendapat Ulama

Tidak terdapat dalil yang secara eksplisit melarang hubungan suami istri pada malam Hari Raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Aktivitas tersebut termasuk perkara yang mubah atau dibolehkan dalam Islam, selama dilakukan dengan cara yang sesuai dengan syariat.

Mengutip penjelasan dari NU Online Jawa Barat, hubungan suami istri pada malam hari raya diperbolehkan karena tidak ada larangan syar’i yang mengatur sebaliknya. Bahkan, jika dilakukan dengan niat untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan mempererat hubungan pasangan, hal itu dapat bernilai ibadah.

Meski demikian, para ulama mengingatkan agar malam hari raya tidak dihabiskan hanya untuk kesenangan duniawi. Umat Islam tetap dianjurkan untuk memperbanyak amalan seperti melantunkan takbir, berdoa, dan merenungkan makna hari raya—khususnya pada Idul Adha, yang sarat nilai pengorbanan dan kepatuhan, sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Ibrahim AS.

Dengan keseimbangan antara hak pribadi dan ibadah, malam hari raya bisa menjadi momentum spiritual sekaligus perekat hubungan dalam rumah tangga.

Etika Islam dalam Menyambut Malam Hari Raya

Meski secara hukum berhubungan suami istri diperbolehkan pada malam Hari Raya, Islam tetap mengajarkan pentingnya menjaga adab, memperhatikan waktu, suasana, dan memprioritaskan ibadah. Jika malam tersebut diwarnai dengan gema takbir bersama keluarga atau masyarakat sekitar, maka sebaiknya umat Islam turut serta terlebih dahulu dalam menyemarakkan syiar tersebut.

Melaksanakan salat Isya berjamaah, memperbanyak zikir, dan menyimak lantunan takbir akan memperkuat rasa syukur serta kekhusyukan dalam menyambut datangnya Idul Adha. Setelah aktivitas ibadah tersebut, hubungan suami istri tetap diperbolehkan, selama tidak mengganggu suasana sakral dan tetap menjaga kesucian malam yang penuh berkah itu.

Dengan menjaga adab dan keharmonisan antara ibadah serta kehidupan rumah tangga, setiap aktivitas akan memiliki nilai yang lebih mendalam. Hubungan suami istri tidak hanya mempererat ikatan jasmani, tetapi juga dapat menjadi sarana memperoleh keridaan Ilahi.

Inilah cerminan rumah tangga Islami yang ideal—seimbang dalam menjalani kehidupan duniawi dan ukhrawi, serta harmonis dalam cinta dan ketaatan kepada Allah SWT.