Benarkah Hewan Qurban Akan Menjadi Kendaraan di Akhirat?

Stylesphere – Hari Raya Idul Adha identik dengan penyembelihan hewan qurban sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, setiap tahunnya, muncul pertanyaan menarik yang ramai dibicarakan di tengah umat: apakah benar hewan qurban akan menjadi kendaraan bagi pemiliknya di akhirat?

Pertanyaan ini mencuat kembali menjelang Idul Adha 2025. Dalam sebuah majelis ilmu, seorang jamaah menyampaikan rasa penasarannya secara langsung kepada Ustadz Adi Hidayat (UAH), seorang pendakwah muda yang dikenal luas berkat penjelasannya yang sistematis dan berbasis dalil.

“Saya pernah mendengar bahwa hewan qurban akan menjadi kendaraan bagi orang yang berqurban di akhirat. Benarkah itu, Ustadz?” tanya jamaah tersebut dengan penuh keingintahuan.

Pertanyaan itu dijawab langsung oleh UAH dalam sebuah forum terbuka, sebagaimana dilansir Stylesphere, Selasa (6/5/2025), dari tayangan video di kanal YouTube @sejuksunnahislam.

UAH menjelaskan bahwa memang terdapat riwayat yang sering dikaitkan dengan anjuran untuk memilih hewan qurban terbaik. Hal ini dilandasi oleh keyakinan bahwa hewan tersebut akan kembali kepada pemiliknya di akhirat kelak. Oleh karena itu, semakin baik kualitas hewan qurban, maka semakin besar pula keutamaan yang akan diperoleh.

Meskipun tidak secara eksplisit disebut sebagai “kendaraan” dalam banyak riwayat shahih, konsep bahwa amalan qurban akan memberikan manfaat di akhirat memiliki landasan kuat dalam ajaran Islam. Salah satunya adalah motivasi untuk memperindah qurban sebagai bentuk ibadah terbaik kepada Allah SWT.

Dengan demikian, meskipun istilah “kendaraan” lebih bersifat simbolik, semangat yang mendasarinya tetap sahih: bahwa ibadah qurban bukan hanya berdampak di dunia, tetapi juga menjadi bekal di akhirat.

Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Dalam sebuah majelis ilmu, Ustadz Adi Hidayat (UAH) membahas salah satu pertanyaan yang kerap muncul menjelang Hari Raya Idul Adha: benarkah hewan qurban akan menjadi kendaraan bagi pemiliknya di akhirat?

UAH menjawab bahwa ia pun pernah mendengar dan membaca referensi yang berkaitan dengan hal tersebut. Salah satunya adalah sebuah riwayat yang menyandarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Gemukkanlah dan baguskanlah hewan-hewan sembelihan kalian.”

Menurut UAH, dalam riwayat itu dijelaskan bahwa perintah untuk memperindah hewan qurban bukanlah tanpa alasan. Salah satu makna pentingnya adalah karena hewan tersebut akan hadir kembali pada hari kiamat dan berperan sebagai kendaraan sang pemilik saat melewati Shirath—jembatan akhirat yang sangat tipis dan tajam, yang harus dilalui setiap manusia.

“Jembatan Shirath hanya bisa dilewati oleh orang-orang dengan amal baik. Maka, jika qurban kita bagus dan bernilai tinggi, pahala dari amalan itu akan membantu kita di sana,” jelas UAH dalam tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @sejuksunnahislam, seperti dikutip dari Stylesphere, Selasa (6/5/2025).

Lebih lanjut, UAH menegaskan bahwa memperindah hewan qurban bukan sekadar soal fisik atau penampilan. Hal tersebut mencerminkan niat dan kesungguhan dalam beribadah. Semakin baik kualitas hewan yang dikurbankan, semakin besar pula pahala yang akan didapat.

“Jadi, kalau kita mampu mencari hewan qurban yang terbaik, maka sangat dimungkinkan bahwa pahalanya juga semakin besar. Dan pahala itulah yang bisa membantu kita nanti di akhirat, terutama saat melewati Shirath,” pungkasnya.

UAH: Hewan Qurban Bukan Kendaraan Fisik, Tapi Simbol Kemudahan di Akhirat

Menjelang Idul Adha, muncul kembali perbincangan mengenai keyakinan bahwa hewan qurban akan menjadi kendaraan pemiliknya di akhirat. Ustadz Adi Hidayat (UAH) memberikan penjelasan bahwa pemahaman ini tidak bersifat harfiah, melainkan simbolis.

“Ini bukan berarti seseorang secara fisik akan menaiki hewan qurbannya seperti menunggang kuda. Maknanya adalah bahwa amalan qurban itu akan memberikan kemudahan di akhirat,” jelas UAH dalam kajian yang disiarkan melalui kanal YouTube @sejuksunnahislam, dikutip Selasa (6/5/2025).

Menurut UAH, pahala dari berqurban—terutama jika dilakukan dengan niat ikhlas dan sesuai syariat—dapat menjadi sebab kemudahan seseorang dalam menghadapi berbagai fase di akhirat, termasuk saat melewati jembatan Shirath.

Lebih jauh, UAH menekankan pentingnya memperhatikan kualitas hewan qurban. Mulai dari kondisi kesehatan, usia yang sesuai ketentuan syariat, hingga tidak cacat, semua itu mencerminkan kesungguhan dalam menjalankan ibadah.

“Ibadah qurban bukan sekadar menyembelih. Tapi juga wujud ketulusan, kepatuhan, dan kepedulian sosial,” ujarnya. Daging qurban yang dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan juga menjadi ladang pahala sosial yang besar.

UAH pun mengimbau agar umat Islam tidak sembarangan dalam memilih hewan qurban. Jika memiliki kemampuan lebih, sebaiknya memilih hewan yang sehat, besar, dan memenuhi standar ibadah qurban yang diridhai Allah SWT.

Ia menutup penjelasannya dengan mengingatkan bahwa keikhlasan dan kesungguhan dalam berqurban akan selalu dibalas Allah, baik dalam bentuk kemudahan di akhirat maupun keberkahan di dunia.

“Jadikan Idul Adha bukan hanya perayaan menyembelih, tapi juga momen memperkuat niat dan meningkatkan kualitas ibadah kita,” pesan UAH.

Lebih Baik Hewan Jantan Atau Betina Ketika Berqurban?

Stylesphere – Dalam memilih hewan qurban, banyak umat Islam bingung antara memilih hewan jantan atau betina. Di masyarakat, hewan jantan sering dianggap lebih utama. Namun, harganya biasanya lebih mahal dibandingkan hewan betina, yang bisa menjadi pertimbangan tersendiri.

Pada kenyataannya, menurut para ulama, ukuran tubuh dan manfaat daging lebih penting daripada jenis kelamin hewan. Prinsip ini ditegaskan oleh pendakwah KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya) dalam salah satu kajiannya.

Dikutip Jumat (26/04/2025) dari kanal YouTube @AlMadani_Channel, Buya Yahya menjelaskan bahwa inti dari qurban adalah memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi umat. Karena itu, fokus utama dalam memilih hewan qurban adalah pada besarnya manfaat daging, bukan pada bulu, tanduk, atau kondisi fisik lainnya.

Buya Yahya menekankan, semakin besar dan banyak daging hewan, semakin baik untuk dijadikan qurban. Jika hewan jantan lebih besar, maka ia lebih utama. Namun jika ada betina yang lebih besar dibanding jantan, maka betina tersebut lebih layak dipilih.

Islam Lebih Mengutamakan Substansi

Dalam ibadah qurban, tujuan utamanya adalah memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada orang lain, bukan sekadar memilih hewan berdasarkan jenis kelamin.

Terkait warna hewan qurban, Buya Yahya menjelaskan bahwa tidak ada ketentuan khusus dalam syariat. Memang, ada riwayat yang menyebut Nabi Muhammad SAW pernah menyembelih hewan berwarna putih. Namun, jika harus memilih antara hewan putih yang kurus dan hewan hitam yang gemuk, maka sebaiknya memilih yang gemuk, meskipun warnanya hitam.

Ini menunjukkan bahwa Islam lebih menekankan substansi dan manfaat dibanding tampilan fisik.

Buya Yahya juga mengingatkan agar umat tidak terjebak pada simbol-simbol lahiriah. Esensi qurban adalah ketulusan hati: mempersembahkan yang terbaik untuk Allah dan membagi kebahagiaan dengan sesama.

Hewan Qurban Harus Memenuhi Syariat

Ketulusan dalam memilih hewan qurban yang terbaik — dari segi ukuran dan manfaat — mencerminkan keikhlasan seorang hamba dalam menaati perintah Allah.

Buya Yahya mengingatkan bahwa hewan qurban harus memenuhi syarat syariat: sehat, cukup umur, dan bebas cacat. Setelah itu, fokus utama adalah memilih hewan yang memberi manfaat terbesar bagi penerima daging qurban.

Ukuran besar yang dimaksud bukan hanya soal fisik, tetapi juga kualitas daging yang bisa dinikmati banyak orang.

Semangat berqurban bukan sekadar menunaikan kewajiban tahunan, melainkan juga mempererat kasih sayang dan persaudaraan antarumat.

Dalam berqurban, keutamaan tidak terletak pada jenis kelamin atau warna hewan, melainkan pada seberapa besar manfaat yang bisa disebarkan.

Pesan ini menjadi pengingat bagi seluruh umat Islam untuk lebih bijaksana dalam berqurban, demi meraih pahala dan keberkahan yang lebih luas.