Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Dzulhijjah 2025?

Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Dzulhijjah 2025?

StylesphereDzulhijjah merupakan salah satu dari empat bulan mulia (asyhurul hurum) yang dimuliakan Allah SWT. Ketika memasuki bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ibadah, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Salah satu amalan utama yang dianjurkan adalah puasa sunnah di awal bulan Dzulhijjah, khususnya dari tanggal 1 hingga 9. Tanggal 9 Dzulhijjah dikenal sebagai Hari Arafah, yang memiliki keutamaan besar bagi umat Islam yang tidak sedang menunaikan ibadah haji.

Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua hari di bulan Dzulhijjah dianjurkan untuk berpuasa. Ada tiga hari penting dalam bulan ini yang justru dilarang untuk berpuasa, yaitu hari-hari tasyrik yang jatuh pada tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.

Apa Itu Hari Tasyrik?

Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha (10 Dzulhijjah) yang juga termasuk dalam waktu penyembelihan hewan kurban. Artinya, ibadah kurban tidak terbatas pada hari raya saja, tetapi dapat dilakukan hingga hari tasyrik terakhir (13 Dzulhijjah).

Mengapa Dilarang Berpuasa?

Larangan berpuasa pada hari tasyrik didasarkan pada sabda Rasulullah SAW:

“Hari-hari tasyrik adalah hari makan, minum, dan berdzikir kepada Allah.”
(HR. Muslim)

Hari-hari ini merupakan momen bersyukur atas nikmat Allah, terutama setelah pelaksanaan ibadah haji dan kurban. Karenanya, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, makan, dan minum, bukan menahan diri seperti dalam ibadah puasa.

Kesimpulan

Meskipun awal Dzulhijjah sangat dianjurkan untuk berpuasa, umat Islam harus menghindari puasa pada hari tasyrik (11-13 Dzulhijjah). Sebab, hari-hari ini adalah waktu untuk menikmati rezeki dari Allah, memperkuat ukhuwah, serta mengisi hari dengan dzikir dan rasa syukur.

Mengapa Dilarang Puasa di Hari Tasyrik Setelah Idul Adha?

Tiga hari setelah Idul Adha, atau dikenal sebagai hari-hari tasyrik, menjadi waktu yang istimewa bagi umat Islam. Di masa ini, daging kurban masih banyak dibagikan dan diolah menjadi berbagai hidangan lezat oleh masyarakat. Inilah salah satu alasan mengapa umat Islam dilarang berpuasa pada hari-hari tersebut.

Apa Itu Hari Tasyrik?

Hari tasyrik adalah tiga hari setelah Hari Raya Idul Adha, yakni tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Menurut para ulama bahasa dan fiqih, disebut tasyrik karena pada masa itu daging kurban dijemur di bawah sinar matahari untuk diawetkan, dalam bentuk dendeng atau semacamnya.

Dalam kitab Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah disebutkan:

أَيَّامُ التَّشْرِيقِ … سُمِّيَتْ بِذَلِكَ لأَنَّ لُحُومَ الأَضَاحِيِّ تُشَرَّقُ فِيهَا، أَيْ تُقَدَّدُ فِي الشَّمْسِ
“Hari tasyrik menurut ahli bahasa dan fiqih adalah tiga hari setelah hari kurban. Dinamakan tasyrik karena daging kurban didendeng (dipanaskan di bawah terik matahari) pada hari-hari itu.”
(Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyah 320, dikutip via NU Online Jatim)

Dalil Larangan Puasa di Hari Tasyrik

Larangan untuk berpuasa pada hari tasyrik juga disebutkan dalam hadits shahih:

عَنْ عَائِشَةَ وَعَنْ سَالِمٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ … لَمْ يُرَخَّصْ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنْ يُصَمْنَ إِلَّا لِمَنْ لَمْ يَجِدْ الْهَدْيَ
“Diriwayatkan dari Aisyah dan dari Salim dari Ibn Umar, keduanya berkata, tidak diberi keringanan untuk berpuasa di hari tasyrik kecuali bagi mereka yang tidak memiliki hewan kurban (hadyu).”
(HR. Bukhari No. 1859)

Hikmah di Balik Larangan

Hari tasyrik adalah waktu untuk makan, minum, dan berdzikir kepada Allah, sebagai bentuk syukur atas nikmat-Nya. Oleh karena itu, bukan hanya ibadah kurban yang diperbolehkan hingga hari tasyrik terakhir, tapi umat Islam juga didorong untuk menikmati rezeki yang telah diberikan, bukan menahan diri dengan puasa.

Kesimpulan:
Puasa di hari tasyrik dilarang karena bertentangan dengan semangat hari-hari tersebut yang dipenuhi rasa syukur dan kebersamaan. Kecuali dalam kondisi khusus seperti bagi jamaah haji yang tidak mendapatkan hewan kurban, puasa tetap tidak dianjurkan.

Jika Anda ingin versi artikel ini dijadikan infografis, teks khutbah, atau konten edukatif digital, saya siap bantu buatkan.

Mengapa Umat Islam Dilarang Puasa di Hari Tasyrik?

Hari Tasyrik—yaitu tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah—merupakan bagian dari rangkaian perayaan Idul Adha yang dimuliakan dalam Islam. Selain sebagai waktu untuk menyembelih dan membagikan daging kurban, hari-hari ini juga secara tegas disebut sebagai hari makan dan minum, bukan hari untuk berpuasa.

Dalil Larangan Puasa di Hari Tasyrik

Dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ نُبَيْشَةَ الْهُذَلِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيَّامُ التَّشْرِيقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Nubaishah, ia berkata, Rasulullah bersabda: Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.”
(HR. Muslim No. 1141)

Makna dari hadis ini menegaskan bahwa hari-hari tasyrik bukanlah waktu untuk menahan diri dari makan dan minum, sebagaimana yang dilakukan dalam puasa. Sebaliknya, umat Islam didorong untuk menikmati rezeki dari Allah sebagai bentuk syukur.

Pengumuman Langsung dari Rasulullah ﷺ

Diperkuat lagi dalam riwayat lain dari Musnad Ahmad:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ حُذَافَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يُنَادِيَ فِي أَيَّامِ التَّشْرِيقِ أَنَّهَا أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ
“Dari Abdullah bin Hudzafah, sesungguhnya Nabi Muhammad ﷺ memerintahkannya untuk menyerukan bahwa hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum.”
(HR. Ahmad)

Dalam Syarh Shahih Muslim, Imam Nawawi menegaskan bahwa hadis-hadis ini menjadi dalil kuat atas larangan puasa pada hari-hari tasyrik.

Hikmah Larangan Puasa

Alasan dilarangnya puasa di hari tasyrik tidak hanya karena adanya larangan langsung dari Nabi ﷺ, tetapi juga karena hari-hari tersebut merupakan perpanjangan dari Idul Adha. Pada masa ini:

  • Daging kurban masih dalam proses pembagian.
  • Banyak keluarga mengolah daging menjadi hidangan lezat.
  • Umat Islam dianjurkan untuk bersyukur dan berbagi kebahagiaan dengan makan bersama.

Dengan demikian, hari tasyrik adalah momen untuk memperkuat rasa syukur, kebersamaan, dan kegembiraan, bukan waktu untuk menahan diri dari makan dan minum.