Amalan Utama Menyambut Datangnya Tahun Baru Dalam Kalender Hijriyah

Amalan Utama Menyambut Datangnya Tahun Baru Dalam Kalender Hijriyah

Stylesphere – Umat Islam akan segera menyambut datangnya tahun baru dalam kalender hijriyah, meninggalkan tahun 1446 H dan memasuki 1 Muharram 1447 H. Momen pergantian tahun ini bukan sekadar penanda berlalunya waktu, tetapi juga menjadi kesempatan berharga untuk melakukan introspeksi diri dan memperbaiki kualitas ibadah kepada Allah SWT.

Dalam budaya Jawa, 1 Muharram lebih dikenal dengan sebutan malam 1 Suro. Meskipun berbeda dalam istilah, keduanya merujuk pada hal yang sama: awal tahun baru Islam, yang dimulai saat matahari tenggelam dan bulan baru terlihat di langit.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama telah menetapkan bahwa 1 Muharram 1447 Hijriyah jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025. Hari tersebut juga ditetapkan sebagai hari libur nasional keagamaan. Berikut rangkuman lengkap dari Anugerahslot.

Pergantian tahun hijriyah ini merupakan waktu yang sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah. Dalam ajaran Islam, malam 1 Muharram atau malam 1 Suro dipandang sebagai waktu istimewa yang penuh keberkahan. Ada berbagai amalan yang bisa dilakukan untuk menyambutnya, baik dalam bentuk ibadah vertikal kepada Allah maupun interaksi sosial yang baik dengan sesama manusia.

Amalan-amalan tersebut bukan hanya memperkuat hubungan spiritual, tetapi juga menjadi sarana untuk memperdalam makna hijrah—yakni berpindah dari keburukan menuju kebaikan, dari kelalaian menuju kesadaran diri sebagai hamba-Nya.

Momen ini menjadi pengingat bahwa setiap pergantian waktu adalah peluang untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih bersyukur, dan lebih dekat dengan Tuhan.

Perbanyak Doa Kepada Allah SWT

KH Yahya Zainul Ma’arif, atau yang akrab disapa Buya Yahya, seorang pendakwah yang bermukim di Cirebon, dalam berbagai pengajiannya menekankan bahwa malam 1 Muharram adalah saat yang sangat bernilai untuk memperbarui niat dan memperbanyak doa kepada Allah SWT.

Buya Yahya menganjurkan agar umat Islam memanfaatkan momen ini untuk bermuhasabah—mengevaluasi diri atas perbuatan selama setahun terakhir—serta memperbanyak ibadah. Salah satu amalan yang dianjurkan adalah membaca doa akhir tahun, yang dibaca sebelum waktu Maghrib pada tanggal 30 Dzulhijjah. Doa ini sebagai bentuk taubat dan permohonan ampun atas kesalahan yang telah dilakukan selama tahun yang akan berlalu.

Bacaan doa akhir tahun yang dikenal luas berbunyi:

اللّٰهُمَّ مَا عَمِلْتُ مِنْ عَمَلٍ فِي هٰذِهِ السَّنَةِ…
Allahumma ma ‘amiltu min ‘amalin fî hadzihi sanati…
Artinya: “Ya Allah, apa pun perbuatan yang kulakukan di tahun ini yang Engkau larang namun belum sempat kutobati…”

Setelah memasuki waktu Maghrib, yang menandai awal tahun baru hijriyah, umat Islam dianjurkan membaca doa awal tahun. Doa ini merupakan permohonan kepada Allah agar diberikan perlindungan dari godaan setan, hawa nafsu, dan dilimpahkan keberkahan di tahun yang baru.

Doa awal tahun berbunyi:

اَللّٰهُمَّ أَنْتَ الأَبَدِيُّ القَدِيمُ الأَوَّلُ…
Allâhumma antal abadiyyul qadîmul awwal…
Artinya: “Ya Allah, Engkau-lah yang Abadi, Qadim, dan yang Awal. Tahun baru ini telah datang. Aku berlindung kepada-Mu dari bujukan Iblis…”

Buya Yahya menegaskan bahwa memperbanyak doa dan memperbaiki niat di malam 1 Muharram adalah bentuk kesungguhan dalam memulai tahun baru dengan penuh kebaikan dan harapan akan ampunan serta keberkahan dari Allah SWT

Amalan Penting Lainnya

Dikutip dari kanal YouTube @Al-Bahjah, umat Islam dapat dengan mudah mengikuti panduan pembacaan doa akhir tahun dan awal tahun hijriyah lengkap dengan pelafalan dan artinya. Panduan ini sangat bermanfaat sebagai rujukan dalam menyambut malam 1 Muharram.

Selain membaca doa, ada beberapa amalan sunnah lain yang sangat dianjurkan untuk dilakukan saat malam pergantian tahun Islam:

1. Memotong Kuku dan Merapikan Diri

Buya Yahya menekankan pentingnya menjaga kebersihan lahir dan batin, termasuk memotong kuku dan merapikan diri. Rasulullah SAW menyebut perbuatan ini sebagai bagian dari fitrah, bentuk penyucian diri sebagai persiapan menyambut tahun baru dengan niat yang bersih.

2. Berpuasa

Puasa pada hari pertama bulan Muharram sangat dianjurkan. Bila mampu, disarankan juga untuk melanjutkannya hingga tanggal 10 Muharram atau Hari Asyura, yang dikenal memiliki keutamaan besar sebagaimana disebutkan dalam berbagai hadits shahih.

3. Bersedekah

Malam 1 Muharram juga menjadi waktu yang tepat untuk bersedekah, baik dalam bentuk uang, makanan, pakaian, atau bantuan lainnya kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Ini adalah bentuk solidaritas sosial yang bernilai ibadah tinggi.

4. Memperbanyak Dzikir dan Doa

Amalan lainnya adalah memperbanyak dzikir dan doa. Di malam pergantian tahun ini, dianjurkan memanjatkan permohonan kebaikan, perlindungan, dan keberkahan untuk hari-hari di tahun yang akan datang.

5. Membaca Al-Qur’an

Malam yang penuh berkah ini juga bisa diisi dengan membaca Al-Qur’an. Surat-surat pendek seperti Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas menjadi pilihan yang baik untuk dibaca dan diamalkan.

6. Menjalin dan Menyambung Silaturahmi

Salah satu amalan yang sangat ditekankan adalah silaturahmi. Malam 1 Muharram bisa dijadikan momen untuk mengunjungi keluarga, memperbaiki hubungan, dan saling memaafkan. Dalam Hadits Qudsi, Allah menjanjikan akan menyambung rahmat-Nya kepada siapa pun yang menyambung tali persaudaraan.

Malam 1 Muharram adalah waktu penuh makna, bukan sekadar pergantian tahun, melainkan momen untuk memperbarui niat dan meningkatkan kualitas ibadah. Dengan semangat hijrah sebagai ruh tahun baru Islam, mari kita jadikan kesempatan ini untuk berpindah dari kesalahan menuju perbaikan, dari lalai menuju sadar, dan dari dosa menuju ampunan.

Semoga tahun baru 1447 Hijriyah membawa keberkahan, keselamatan, dan kebaikan bagi kita semua.

Pernikahan dalam Islam: Rukun, Hukum, dan Pandangan Tentang Hari Baik

Pernikahan dalam Islam: Rukun, Hukum, dan Pandangan Tentang Hari Baik

Stylesphere – Pernikahan merupakan ikatan suci antara dua insan yang bertujuan untuk membangun kehidupan rumah tangga yang harmonis dan diridhai Allah SWT. Dalam ajaran Islam, perintah untuk menikah secara tegas tercantum dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman:

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.”
(QS An-Nur: 32)

Agar sebuah pernikahan dianggap sah secara syariat, harus terpenuhi lima rukun nikah. Hal ini dijelaskan oleh Imam Zakaria al-Anshari kepada anugerahslot dalam Fathul Wahab bi Syarhi Minhaj al-Thalab:

“Rukun-rukun nikah ada lima: mempelai pria, mempelai wanita, wali, dua orang saksi, dan shighat (akad nikah).”

Kelima rukun ini menjadi landasan utama sahnya sebuah pernikahan dalam Islam.

Menikah di Hari Baik: Perlukah?

Dalam praktiknya, sebagian masyarakat Indonesia masih mempertimbangkan waktu pelaksanaan pernikahan berdasarkan hari atau bulan yang diyakini membawa keberuntungan. Tradisi memilih “hari baik” ini kerap dihubungkan dengan keyakinan akan keberkahan dan keharmonisan rumah tangga yang akan dibangun.

Menanggapi hal ini, Pengasuh LPD Al-Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya), memberikan penjelasan penting. Menurut beliau, Islam tidak menentukan hari atau bulan tertentu sebagai waktu terbaik atau sebaliknya dalam melangsungkan pernikahan. Tidak ada dalil yang menyatakan bahwa menikah di bulan tertentu akan membawa sial atau sebaliknya membawa keberuntungan.

Buya Yahya menegaskan bahwa yang terpenting dalam pernikahan adalah niat yang tulus karena Allah, kesiapan lahir dan batin, serta pemenuhan syarat dan rukun nikah. Selama semua itu terpenuhi, maka pernikahan sah dan insyaAllah mendapat keberkahan.

Dengan demikian, umat Islam tidak perlu terikat pada anggapan tertentu tentang hari baik atau buruk dalam menikah. Yang lebih utama adalah mempersiapkan diri dan menjaga niat ibadah dalam membangun rumah tangga.

Buya Yahya: Semua Hari adalah Baik untuk Menikah, Jangan Terjebak Keyakinan yang Salah

Buya Yahya, Pengasuh LPD Al-Bahjah, menegaskan bahwa dalam Islam tidak ada larangan mengenai waktu tertentu untuk melangsungkan pernikahan. Menurut beliau, semua waktu adalah baik untuk melakukan kebaikan, termasuk pernikahan, selama tidak ada larangan khusus dari Allah SWT dan Rasulullah SAW.

“Seperti pernikahan, boleh dilakukan kapan saja. Bahkan pernah suatu ketika kita mengakadkan nikah pada pukul 12 malam. Saat itu kami baru datang dari tempat jauh, dan karena keluarga sudah sepakat serta senang, akhirnya langsung dinikahkan. Tidak ada masalah,” ujar Buya Yahya, dikutip dari kanal YouTube Al Bahjah TV, Rabu (11/6/2025).

Beliau juga menjelaskan bahwa memilih hari tertentu untuk melangsungkan pernikahan tidak dilarang, selama alasannya bersifat praktis, bukan karena kepercayaan terhadap mitos atau takhayul.

“Kalau ada yang memilih untuk tidak menikah di hari Rebo Legi karena alasan itu hari pasaran dan orang sibuk, maka itu sah-sah saja. Tapi jangan sampai diyakini bahwa Rebo Legi adalah hari nahas untuk pernikahan. Itu yang salah dan perlu diluruskan,” tegas Buya Yahya.

Buya Yahya mengajak umat Islam untuk meyakini bahwa semua hari adalah baik. Tidak ada satu hari pun dalam Islam yang dianggap sial, termasuk dalam urusan menikah. Justru, beliau menganjurkan agar pernikahan dilakukan segera jika semua syarat sudah terpenuhi, agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan secara syar’i.

“Jika sudah ada kesiapan dan keinginan kuat untuk menikah, menundanya tanpa alasan yang kuat justru bisa mendekati perbuatan yang dilarang, apalagi jika sudah muncul dorongan syahwat. Maka, semakin cepat menikah, semakin baik,” pungkasnya.

Dengan demikian, umat Islam diajak untuk meninggalkan kepercayaan terhadap hari sial atau bulan nahas dalam pernikahan, dan lebih fokus kepada kesiapan, niat yang lurus, serta kelengkapan syarat dan rukun nikah yang sesuai syariat.

Ubah Keyakinan Keliru dengan Bijak, Meneladani Dakwah Rasulullah dan Walisongo

Untuk meluruskan keyakinan yang keliru tentang hari atau bulan “sial” dalam pernikahan, diperlukan pendekatan yang bijak dan lembut, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam berdakwah. Metode dakwah yang penuh kelembutan ini kemudian dilanjutkan oleh para ulama dan wali Allah, termasuk para Walisongo yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara.

“Walisongo dalam merubah keyakinan masyarakat tidak pernah bersikap frontal atau membuat orang terkejut. Mereka menggunakan cara yang halus dan penuh hikmah,” tutur Buya Yahya.

Terkait pemilihan hari pernikahan, Buya Yahya menambahkan bahwa sah-sah saja jika seseorang memilih hari tertentu dengan pertimbangan praktis, misalnya agar lebih banyak keluarga atau kerabat yang dapat hadir.

“Jika mempelai tidak dalam kondisi mendesak, memilih hari yang memungkinkan lebih banyak keluarga dan tamu hadir tentu boleh. Tapi jangan sampai ada keyakinan bahwa hari tertentu membawa sial, itu yang perlu diluruskan,” pungkasnya.

Wallahu a’lam.