Menjelang Dzulhijjah: Saatnya Perbanyak Ibadah dan Pahami Keutamaan Kurban

Stylesphere – Tak terasa, bulan Dzulhijjah akan segera tiba—salah satu dari asyhurul hurum, yaitu bulan-bulan mulia dalam kalender Hijriah yang sangat dijunjung tinggi dalam Islam. Di bulan-bulan ini, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah karena nilai pahalanya sangat besar di sisi Allah SWT.

Dzulhijjah memiliki keistimewaan tersendiri, salah satunya adalah waktu dilaksanakannya ibadah haji. Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang mampu secara fisik, finansial, dan aman dalam perjalanannya.

Selain ibadah haji, Dzulhijjah juga menjadi momen utama pelaksanaan ibadah kurban, yang sangat dianjurkan bagi muslim yang memiliki kelapangan rezeki. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 34:

“Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah).”

Ibadah kurban memang memiliki kemiripan dengan aqiqah dalam hal penyembelihan hewan, namun keduanya memiliki tujuan dan hukum yang berbeda. Seperti dijelaskan oleh Pengasuh LPD Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif (Buya Yahya), kurban merupakan ibadah tahunan yang disunnahkan bagi umat Islam pada Hari Raya Iduladha dan hari-hari tasyrik, sedangkan aqiqah adalah ibadah yang berkaitan dengan kelahiran anak dan dilakukan satu kali seumur hidup.

Memasuki bulan Dzulhijjah, mari mempersiapkan diri dengan memperbanyak amal saleh, memperdalam pemahaman tentang ibadah kurban, dan menyambut bulan suci ini dengan hati yang bersih serta penuh ketaatan kepada Allah SWT.

Perbedaan Aqiqah dan Kurban: Penjelasan Buya Yahya

Buya Yahya, Pengasuh LPD Al Bahjah, menjelaskan secara rinci perbedaan antara aqiqah dan kurban yang sering kali disalahpahami oleh sebagian umat Islam.

Menurut beliau, aqiqah adalah ibadah yang disunnahkan bagi orang tua terhadap anaknya—selama anak tersebut belum baligh. Artinya, ketika seseorang memiliki anak, ia dianjurkan untuk menyembelih hewan aqiqah sebagai bentuk syukur atas kelahiran anak tersebut.

“Aqiqah itu disunnahkan bukan untuk dirimu, tetapi untuk anakmu. Bukan juga untuk orang tuamu. Jadi kalau kita punya anak, maka kita disunnahkan untuk melakukan aqiqah,” terang Buya Yahya dalam ceramahnya yang disiarkan YouTube Al Bahjah TV, Rabu (14/5/2025).

Sementara itu, kurban adalah ibadah sunnah yang ditujukan untuk diri sendiri dan dianjurkan dilakukan setiap kali menjumpai Hari Raya Iduladha, bukan hanya sekali seumur hidup.

“Ada yang mengira kurban hanya sekali seumur hidup. Itu keliru. Kurban itu, selama masih hidup dan bertemu Iduladha, maka disunnahkan berkurban. Kalau umurnya seribu tahun, ya seribu kali disunnahkan berkurban,” tegas beliau.

Terkait aqiqah bagi orang yang sudah dewasa dan belum diaqiqahi waktu kecil, Buya Yahya menjelaskan bahwa tetap dianjurkan untuk melakukan aqiqah meski sudah dewasa, sebagai bentuk penyempurnaan ibadah yang belum sempat dilakukan.

“Boleh seseorang mengaqiqahi dirinya sendiri. Misalnya orang tua belum mampu waktu kecil, lalu ketika dewasa—bahkan umur 40 tahun—baru punya rezeki, tetap dianjurkan,” jelas Buya.

Namun, apabila seseorang dihadapkan pada pilihan untuk menyembelih hewan antara aqiqah dirinya sendiri atau anaknya, maka lebih diutamakan untuk mengaqiqahi anaknya, karena kesunnahan itu berlaku atas dirinya sebagai orang tua.

“Kalau istri melahirkan dan kamu belum diaqiqahi, mana yang lebih utama? Aqiqahi anakmu. Karena kesunnahan aqiqah itu ada atas dirimu sebagai ayah,” pungkas Buya Yahya.

Dengan penjelasan ini, umat Islam diharapkan bisa lebih memahami perbedaan mendasar antara dua ibadah penyembelihan ini, sehingga dapat menjalankannya dengan benar dan sesuai tuntunan.

Kurban Atau Aqiqah duluan?

Jika seorang muslim dihadapkan pada pilihan antara melaksanakan kurban atau aqiqah, Buya Yahya menganjurkan untuk mendahulukan kurban untuk diri sendiri.

“Jadi dahulukan kurban untuk dirinya sendiri. Kemudian setelah itu kalau ingin kurban untuk orang lain, aqiqah untuk orang lain, ini babnya nanti, ya sah-sah saja pada akhirnya,” jelas Buya Yahya.

Artinya, dalam kondisi keterbatasan finansial atau situasi di mana hanya satu ibadah yang bisa dilakukan, ibadah kurban lebih utama untuk dilaksanakan lebih dahulu. Hal ini karena kurban merupakan ibadah tahunan yang dianjurkan bagi setiap muslim yang mampu, sedangkan aqiqah adalah kesunnahan yang berkaitan dengan kelahiran anak, dan tanggung jawab utamanya ada pada orang tua.

Setelah kurban untuk diri sendiri dilaksanakan, barulah seseorang dapat melaksanakan aqiqah untuk anaknya, atau bahkan mengaqiqahi dirinya sendiri jika sebelumnya belum diaqiqahi, selama ada kemampuan.

Dengan panduan ini, umat Islam bisa lebih bijak dalam menentukan prioritas ibadah, terutama ketika hanya memiliki kemampuan untuk memilih salah satu dari dua amalan tersebut.