Iduladha dan Ibadah Kurban: Antara Kemampuan dan Kewajiban

Iduladha dan Ibadah Kurban: Antara Kemampuan dan Kewajiban

Stylesphere – Ketika Iduladha tiba, gema takbir membahana, dan hewan-hewan kurban mulai disiapkan. Namun, di tengah semangat pengorbanan ini, tak sedikit umat Islam yang secara finansial mampu justru memilih untuk tidak berkurban. Hal ini menimbulkan pertanyaan penting: Apakah tindakan tersebut sah menurut syariat? Apa hukumnya tidak berkurban padahal mampu, dan adakah konsekuensi dari sikap tersebut?

Pertanyaan ini bukan untuk menghakimi, tetapi untuk mengajak merenungi makna dan urgensi kurban dalam kehidupan seorang Muslim.

Hukum Kurban dalam Pandangan Ulama

Mayoritas ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali sepakat bahwa berkurban termasuk sunnah muakkadah—amalan sunnah yang sangat dianjurkan, terutama bagi mereka yang memiliki kemampuan finansial. Dalam pandangan ini, meninggalkan kurban meski mampu memang tidak menimbulkan dosa, tetapi berarti seseorang telah melewatkan kesempatan mengerjakan ibadah yang sangat mulia.

Berbeda dengan itu, mazhab Hanafi memandang ibadah kurban sebagai wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kelapangan rezeki, mirip dengan syarat yang berlaku dalam kewajiban zakat. Maka dalam perspektif ini, tidak berkurban padahal mampu bisa berimplikasi pada dosa.

Hadis Rasulullah SAW sebagai Landasan

Rasulullah SAW bersabda:

“Barang siapa yang memiliki kelapangan (harta) tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat salat kami.”
(HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Hadis ini sering dijadikan dalil oleh para ulama untuk menunjukkan betapa pentingnya ibadah kurban, khususnya bagi mereka yang mampu. Walaupun para ulama berbeda pendapat mengenai status hukum kurban, mereka sepakat bahwa ibadah ini memiliki nilai spiritual, sosial, dan kemanusiaan yang sangat tinggi.

Kesimpulan

Bagi seorang Muslim yang mampu, berkurban bukan sekadar menyembelih hewan, tetapi bentuk nyata dari ketakwaan, kepedulian sosial, dan pengamalan ajaran Islam. Meski tidak selalu berstatus wajib dalam semua mazhab, semangat dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya patut untuk dijadikan prioritas.

Meninggalkan kurban tanpa uzur syar’i berarti mengabaikan kesempatan besar untuk mendekatkan diri kepada Allah serta berbagi dengan sesama. Maka, Iduladha adalah momen reflektif: sejauh mana kita menjadikan ibadah sebagai wujud syukur atas nikmat yang telah Allah berikan?

Mampu Berkurban: Ukuran yang Realistis, Bukan Kaya Raya

Dalam ajaran Islam, seseorang dianggap mampu berkurban apabila pada hari-hari Iduladha ia memiliki kelebihan harta yang melebihi kebutuhan pokok diri dan tanggungannya. Artinya, kriteria “mampu” ini tidak menuntut seseorang menjadi kaya raya, tetapi cukup memiliki keuangan yang stabil serta bebas dari utang mendesak.

Maka dari itu, seorang pegawai tetap, pengusaha, pedagang, atau siapa pun yang memiliki pendapatan tetap dan tidak sedang dalam kesulitan ekonomi serius, sejatinya tergolong mampu. Sayangnya, masih banyak yang memilih untuk tidak berkurban, padahal syarat kemampuan telah terpenuhi.

Apa yang Dilewatkan Jika Tidak Berkurban?

Meninggalkan kurban bukan sekadar melewatkan ritual tahunan. Ada banyak nilai yang ikut terlewatkan, di antaranya:

  • 🌟 Kesempatan meraih pahala besar
  • 🐏 Keteladanan dari Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW
  • 💞 Momen berbagi dengan kaum duafa dan masyarakat sekitar
  • 🙏 Bentuk nyata rasa syukur atas nikmat rezeki dari Allah

Lebih dari itu, bagi yang mampu tetapi enggan berkurban, ada bahaya sikap bakhil (kikir) yang sangat dibenci dalam Islam. Sifat ini bukan hanya menghambat pahala, tapi juga dapat menyeret seseorang ke dalam kehidupan yang penuh kesempitan.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Lail ayat 8–10:

“Dan barang siapa yang kikir, dan merasa dirinya cukup (tidak butuh), serta mendustakan yang terbaik (agama), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesulitan.”

Refleksi Iduladha: Antara Rezeki dan Kepedulian

Ibadah kurban adalah wujud ketakwaan dan kepedulian sosial. Ini adalah bentuk nyata dari pengorbanan, bukan hanya dalam bentuk materi, tetapi juga menaklukkan ego dan sifat individualis. Kurban adalah panggilan untuk berbagi, bersyukur, dan mendekat kepada Allah SWT.

Maka, jika kita tergolong mampu namun masih ragu untuk berkurban, mungkin saatnya kita bertanya: Apakah ini karena keterbatasan harta, atau karena kelalaian hati?

Kurban: Ibadah yang Menguatkan Diri dan Menyentuh Sesama

Ibadah kurban bukan sekadar ritual individu. Ia adalah ibadah sosial, bentuk nyata kepedulian dan solidaritas umat. Dengan berkurban, kita membantu masyarakat miskin, daerah pelosok, serta mereka yang jarang sekali mendapatkan akses gizi layak. Ini adalah distribusi kekayaan yang adil, bagian dari semangat Islam yang merangkul dan membagi, bukan menimbun dan melupakan.

Tak heran jika Rasulullah SAW sangat menekankan pentingnya ibadah kurban. Meski secara hukum bukan wajib mutlak, kurban adalah sunnah muakkadah—amalan yang sangat dianjurkan dan ditekankan dalam syariat. Rasulullah SAW sendiri selalu berkurban setiap tahun, tidak pernah meninggalkannya selama hidupnya, sebagai bentuk keteladanan bagi umatnya.

Lebih dari Sekadar Pahala

Jika seseorang mampu namun memilih tidak berkurban, bisa jadi itu cerminan keringnya semangat ibadah atau hilangnya empati sosial. Padahal, Iduladha adalah momen melembutkan hati, menyadarkan diri bahwa semua yang kita miliki adalah titipan Allah yang harus dipertanggungjawabkan.

Berkurban bukan hanya tentang pahala atau hukum, tapi juga tentang siapa kita di hadapan Allah dan sesama manusia. Ini adalah bentuk syukur atas rezeki, latihan melepaskan keterikatan dunia, dan bukti bahwa hati kita masih hidup dengan keimanan.

Jangan Tunda, Saatnya Berkurban

Jika tahun ini Allah beri kelapangan rezeki, jangan tunda untuk berkurban. Jadikan ini sebagai momentum untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjangkau saudara-saudara kita yang jarang menikmati daging setahun sekali pun.

Bersama Dompet Dhuafa, salurkan kurbanmu ke tempat-tempat yang benar-benar membutuhkan. Biarkan hewan kurbanmu menjadi sumber keberkahan, kebaikan, dan senyum harapan bagi mereka yang jarang tersentuh.

Karena kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan, tapi tentang menyembelih ego, memurnikan niat, dan memperkuat tali kemanusiaan.

Tren OOTD Hijab dengan Overall Rok: Kasual, Modis, dan Siap Tampil di Akhir Pekan

Tren OOTD Hijab dengan Overall Rok: Kasual, Modis, dan Siap Tampil di Akhir Pekan

Stylesphere – Gaya berhijab kini semakin variatif, dan salah satu tren yang kembali mencuri perhatian adalah baju kodok atau overall, terutama model rok. Dikenal praktis dan stylish, overall rok menjadi pilihan tepat bagi hijabers yang ingin tampil modis namun tetap nyaman dalam berbagai aktivitas, terutama saat akhir pekan.

🔄 Dari Pakaian Kerja ke Fashion Hijab Modern

Menilik sejarahnya, overall pertama kali muncul pada tahun 1870 sebagai pakaian kerja yang dirancang untuk perlindungan tubuh para tukang, mekanik, hingga petani. Namun seiring perkembangan zaman, fungsi overall mengalami pergeseran. Kini, outfit yang dulunya identik dengan pekerjaan berat justru tampil sebagai item fashion populer, baik dalam bentuk celana maupun rok.

👗 Kombinasi Overall Rok dan Hijab: Simpel Tapi Berkelas

Tidak mengherankan jika kini banyak wanita berhijab tertarik mengeksplorasi gaya mix and match dengan overall rok. Selain memberikan kesan kasual dan feminin, outfit ini juga mudah dipadukan dengan berbagai item seperti inner berwarna netral, kemeja polos, atau blouse bermotif lembut.

Warna-warna seperti cokelat susu, dusty pink, hitam, atau biru denim menjadi favorit karena mudah dipadukan dan tetap memberikan kesan elegan. Tambahkan hijab dengan warna senada atau kontras lembut untuk menciptakan tampilan akhir yang harmonis.

🌿 Nyaman untuk Akhir Pekan, Tetap Modis

Bagi Anda yang ingin tampil santai tapi tetap modis di akhir pekan, overall rok bisa menjadi pilihan tepat. Outfit ini nyaman dikenakan untuk hangout, ke taman, kafe, bahkan acara semi-formal seperti arisan atau kunjungan keluarga.

5 Inspirasi OOTD Hijab dengan Overall Rok, Manis & Modis untuk Berbagai Aktivitas

1. Overall Rok + Kemeja Lengan Balon
Ingin tampil segar dan girly? Padukan overall berbentuk Y dengan kemeja berlengan balon. Pilihan warna hijau pada rok kodok menambah kesan enerjik, sementara detail tali kecil yang bisa diatur menambah sentuhan manis pada keseluruhan outfit.

2. Baju Kodok Warna Peach
Nuansa feminin bisa kamu dapatkan dengan memilih overall berwarna peach, dipadukan dengan kemeja biru muda sebagai inner. Desain tali bahu berpola pengait kancing serta tambahan strap di pinggang memberi efek ramping. Jahitan dekoratif di beberapa bagian juga membuat penampilan lebih menarik.

3. Look Monokrom dengan Overall Abu-Hitam
Untuk kamu yang menyukai tampilan simpel tapi tetap modis, coba kombinasi overall abu-abu dengan blouse hitam. Tambahkan hijab pashmina abu-abu senada dan aksesoris seperti kalung tipis atau bros kecil. Gaya ini cocok untuk acara santai hingga semi formal.

4. Kasual Santai dengan Kaos Polos
Gaya yang satu ini cocok untuk hangout bareng teman. Gunakan kaos merah bata sebagai atasan dan padukan dengan overall abu muda. Hijab dengan warna senada akan membuat look semakin seimbang. Untuk alas kaki, pilih flat shoes abu-abu agar nyaman namun tetap stylish.

5. Overall Bermotif Garis Vertikal
Buat kamu yang ingin tampil lebih tinggi, pilih baju kodok dengan motif garis vertikal. Kombinasikan dengan kemeja putih polos agar tampak bersih dan elegan. Detail saku besar di samping menambah kesan praktis—cocok untuk kamu yang aktif tapi tetap ingin tampil rapi.

Inspirasi OOTD Hijab dengan Overall Rok, Simpel & Stylish

6. Gaya Kampus dengan Rok Kodok Earth Tone
Tampil kasual ke kampus bisa tetap kece dengan overall berbahan katun berwarna earth tone seperti cokelat susu atau beige. Padukan dengan inner basic, sneakers, dan tote bag favoritmu. Outfit ini nyaman dipakai seharian dan tetap terlihat rapi serta modis.

7. Denim Rok Kodok + Pashmina Cerah
Untuk tampilan santai dan ringan, overall rok berbahan denim bisa jadi pilihan tepat. Padukan dengan inner warna cerah seperti putih atau pastel dan pashmina berbahan ringan untuk kesan segar. Lengkapi dengan sneakers putih agar tetap nyaman beraktivitas seharian.

Menyambut Dzulhijjah 1446 H: Amalan Puasa Sunnah Sebelum Idul Adha 2025

Menyambut Dzulhijjah 1446 H: Amalan Puasa Sunnah Sebelum Idul Adha 2025

StylesphereBulan Dzulqa’dah 1446 H akan segera berakhir, menandakan datangnya bulan mulia Dzulhijjah 1446 H, yang bertepatan dengan Dzulhijjah 2025 dalam kalender Masehi. Sebagai salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan Allah SWT, Dzulhijjah menjadi waktu istimewa bagi umat Islam untuk memperbanyak ibadah dan amal saleh.

Salah satu ibadah yang dianjurkan di awal bulan ini adalah puasa sunnah. Puasa Dzulhijjah memiliki keutamaan besar dan merupakan bentuk kecintaan kepada Allah SWT, sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

Terdapat tiga jenis puasa sunnah yang bisa diamalkan sebelum Hari Raya Idul Adha, yaitu:

  1. Puasa Awal Dzulhijjah (1–7 Dzulhijjah)
    Dianjurkan untuk berpuasa sejak hari pertama Dzulhijjah sebagai bentuk amal saleh yang dicintai Allah.
  2. Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)
    Puasa ini memiliki nilai keutamaan tersendiri dan merupakan bagian dari tradisi umat Islam menyambut momen Arafah.
  3. Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)
    Puasa Arafah merupakan yang paling utama. Bagi yang tidak menunaikan haji, puasa ini dapat menghapus dosa dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang (HR. Muslim).

Niat Puasa Dzulhijjah

Niat puasa bisa diucapkan dalam hati atau secara lisan sebelum fajar, contohnya:

“Nawaitu shauma ghadin ‘an adā’i sunnati Dzulhijjah lillāhi ta‘ālā.”
Artinya: Saya niat berpuasa sunnah Dzulhijjah esok hari karena Allah Ta‘ala.

Jadwal Puasa Dzulhijjah 2025

Bergantung pada hasil rukyatul hilal, estimasi awal Dzulhijjah 1446 H kemungkinan jatuh pada Selasa, 30 Juni 2025. Maka, berikut perkiraan jadwalnya:

  • 1–7 Dzulhijjah 1446 H: 30 Juni – 6 Juli 2025
  • Puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah): 7 Juli 2025
  • Puasa Arafah (9 Dzulhijjah): 8 Juli 2025
  • Idul Adha (10 Dzulhijjah): 9 Juli 2025

Penutup

Menghidupkan awal Dzulhijjah dengan puasa sunnah adalah amalan yang sangat dianjurkan, terlebih karena pahala amal di bulan ini dilipatgandakan. Mari manfaatkan momen mulia ini untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan meraih keberkahan menjelang Idul Adha.

Niat dan Waktu Pelaksanaan Puasa Sunnah Dzulhijjah

Puasa sunnah di bulan Dzulhijjah dikerjakan seperti puasa-puasa lainnya, yaitu dimulai sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Kapan Niat Puasa Dzulhijjah Dilakukan?

Berbeda dengan puasa wajib (seperti Ramadan) yang harus diniatkan pada malam hari, puasa sunnah seperti puasa Dzulhijjah memiliki kelonggaran dalam niat. Jika lupa berniat di malam hari, niat masih bisa dilakukan hingga sebelum zawâl (tergelincirnya matahari atau masuk waktu Zuhur), selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar.


Lafal Niat Puasa Sunnah Dzulhijjah

Berikut adalah niat-niat puasa sunnah yang biasa dilakukan pada awal bulan Dzulhijjah:


🗓️ Niat Puasa Tanggal 1–7 Dzulhijjah

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ ذِيْ الْحِجَّةِ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma syahri dzil hijjah sunnatan lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Saya niat puasa sunnah bulan Dzulhijjah karena Allah Ta‘âlâ.”


🗓️ Niat Puasa Hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah)

نَوَيْتُ صَوْمَ تَرْوِيَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma tarwiyata sunnatan lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Tarwiyah karena Allah Ta‘âlâ.”


🗓️ Niat Puasa Hari Arafah (9 Dzulhijjah)

نَوَيْتُ صَوْمَ عَرَفَةَ سُنَّةً لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma arafata sunnatan lillâhi ta‘âlâ.

Artinya: “Saya niat puasa sunnah Arafah karena Allah Ta‘âlâ.”


Dengan melaksanakan puasa-puasa sunnah ini, umat Islam dapat meraih berbagai keutamaan dan pahala yang besar, khususnya pada hari-hari terbaik sepanjang tahun, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

“Tidak ada hari-hari yang amal saleh lebih dicintai Allah daripada sepuluh hari pertama Dzulhijjah.” (HR. Bukhari)

Jika Anda ingin, saya juga bisa bantu buatkan kalender puasa Dzulhijjah 1446 H dalam format visual. Mau saya bantu buatkan?

Keutamaan Puasa Awal Dzulhijjah dan Puasa Arafah

🌙 Puasa Awal Dzulhijjah: Ibadah Sunnah dengan Pahala Besar

Puasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah adalah ibadah sunnah yang sangat dianjurkan. Keutamaannya sangat besar karena hari-hari ini termasuk waktu paling dicintai oleh Allah untuk beramal saleh.

Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Imam At-Tirmidzi, Nabi Muhammad SAW bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ أَحَبَّ إِلَى اللّٰهِ أَنْ يُتَعَبَّدَ لَهُ فِيْهَا مِنْ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ يَعْدِلُ صِيَامُ كُلِّ يَوْمٍ مِنْهَا بِصِيَامِ سَنَةٍ وَقِيَامُ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْهَا بِقِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Tidak ada hari-hari yang lebih Allah sukai untuk beribadah selain sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Satu hari berpuasa di dalamnya setara dengan satu tahun berpuasa, dan satu malam mendirikan shalat malam setara dengan shalat pada malam Lailatul Qadar.”
(HR. At-Tirmidzi)


🕋 Keutamaan Khusus Puasa Arafah (9 Dzulhijjah)

Dari seluruh hari di awal Dzulhijjah, puasa pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) memiliki keutamaan paling besar. Rasulullah SAW menyebutkan bahwa puasa Arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim:

صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِي بَعْدَهُ…
“Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang…”
(HR. Muslim)


📌 Kesimpulan

Berikut ringkasan keutamaan puasa di awal Dzulhijjah:

Hari PuasaKeutamaan
Tanggal 1–7 DzulhijjahSetiap hari puasa setara pahala dengan satu tahun puasa
Malam-malamnyaSetiap malam ibadah setara malam Lailatul Qadar
Hari Arafah (9 Dzulhijjah)Menghapus dosa setahun sebelumnya dan sesudahnya

Melaksanakan puasa-puasa ini adalah kesempatan besar meraih pahala berlimpah, khususnya menjelang Hari Raya Idul Adha.

Jika Anda ingin, saya juga bisa bantu buatkan infografik sederhana tentang keutamaan puasa Dzulhijjah. Ingin dibuatkan?

Sajian Daging Cincang Praktis untuk Rayakan Idul Adha

Sajian Daging Cincang Praktis untuk Rayakan Idul Adha

Stylesphere – Menjelang Hari Raya Idul Adha, masyarakat Muslim di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, mulai bersiap menyambut momen istimewa ini dengan berbagai hidangan lezat. Daging kurban yang melimpah menjadi bahan utama dalam berbagai olahan kuliner khas Idul Adha.

Salah satu pilihan olahan favorit yang praktis adalah daging cincang. Tak heran, menjelang hari raya, resep-resep daging cincang menjadi incaran banyak orang. Selain mudah diolah, daging cincang juga sangat fleksibel. Mulai dari ditumis sederhana, dijadikan isian makanan, hingga menjadi bahan dasar sup atau semur, semuanya bisa dilakukan dengan cepat dan tetap nikmat.

Keunggulan utama daging cincang terletak pada proses memasaknya yang relatif singkat. Ini menjadikannya solusi tepat bagi keluarga yang ingin menyajikan hidangan istimewa namun tidak memiliki banyak waktu di dapur. Ragam resep daging cincang pun sangat beragam, mulai dari rasa pedas menggigit, gurih yang renyah, hingga manis dan kaya rempah.

Bagi Anda yang sedang mencari ide resep daging cincang untuk memeriahkan suasana Idul Adha, pilihan kreasi kuliner ini bisa menjadi referensi menarik. Stylesphere telah merangkum sejumlah inspirasi masakan daging cincang dari berbagai sumber, Sabtu (24/5/2025), yang cocok disajikan untuk keluarga tercinta saat hari raya.

Daging Cincang Saus Lada Hitam

Ingin hidangan spesial saat berkumpul keluarga? Resep daging cincang saus lada hitam ini bisa jadi pilihan tepat. Untuk hasil maksimal, tumis lada hitam bersama bawang bombay terlebih dahulu agar aromanya keluar. Cita rasa pedas dan hangatnya lada hitam akan membuat hidangan ini semakin istimewa.

Bahan:

  1. 300 gr daging sapi cincang
  2. ½ buah bawang bombay, iris
  3. 3 siung bawang putih, cincang
  4. 1 sdm lada hitam kasar
  5. 2 sdm saus tiram
  6. 1 sdm kecap asin
  7. ½ sdt gula
  8. Garam secukupnya

Cara membuat:

  1. Tumis bawang bombay dan bawang putih hingga harum.
  2. Tambahkan lada hitam, aduk rata.
  3. Masukkan daging cincang, aduk hingga matang.
  4. Tambahkan saus tiram, kecap asin, dan gula.
  5. Masak hingga bumbu meresap.

Semur Daging Cincang

Semur daging cincang adalah pilihan lembut dan manis dari kumpulan resep daging cincang keluarga. Gunakan kecap manis berkualitas dan tambahkan pala bubuk untuk aroma yang khas. Hidangan ini cocok dinikmati bersama keluarga tercinta di momen Idul Adha.

Bahan:

  1. 300 gr daging cincang
  2. 5 siung bawang merah
  3. 3 siung bawang putih
  4. 2 sdm kecap manis
  5. 1 sdt pala bubuk
  6. 1 sdt merica
  7. 300 ml air
  8. Garam dan gula secukupnya

Cara membuat:

  1. Tumis bawang merah dan putih hingga harum.
  2. Masukkan daging cincang, aduk rata.
  3. Tambahkan air, kecap, pala, dan bumbu lainnya.
  4. Masak hingga kuah mengental dan daging empuk.

Daging Cincang Bumbu Bali

Resep daging cincang bumbu Bali adalah hidangan khas Nusantara yang digemari karena kelezatannya. Rebus daging cincang sebentar agar tidak amis saat ditumis dengan bumbu bali yang kaya rempah. Sajikan dengan nasi hangat untuk pengalaman kuliner yang tak terlupakan.

Bahan:

  1. 300 gr daging sapi cincang
  2. 6 siung bawang merah
  3. 4 siung bawang putih
  4. 5 buah cabai merah besar
  5. 2 lembar daun salam
  6. 2 sdm gula merah
  7. Garam dan penyedap secukupnya

Cara membuat:

  1. Haluskan bawang, cabai, dan tumis hingga harum.
  2. Tambahkan daun salam dan daging cincang.
  3. Masak hingga bumbu meresap dan air menyusut.
  4. Tambahkan gula merah dan garam, aduk rata.

Daging Cincang Tumis Pedas Manis

Ingin hidangan cepat saji yang nikmat? Resep daging cincang tumis pedas manis ini jawabannya. Gunakan daging sapi segar yang dicincang halus agar cepat matang dan bumbu meresap sempurna. Resep ini sangat ideal untuk Anda yang mencari resep daging cincang dengan cita rasa lokal yang praktis.

Bahan:

  1. 300 gr daging sapi cincang
  2. 5 siung bawang putih, cincang
  3. 6 siung bawang merah, iris
  4. 5 buah cabai merah keriting
  5. 2 sdm saus tiram
  6. 1 sdm kecap manis
  7. ½ sdt lada bubuk
  8. Garam dan gula secukupnya
  9. Minyak goreng secukupnya

Cara membuat:

  1. Tumis bawang putih dan bawang merah hingga harum.
  2. Masukkan cabai merah, tumis sebentar.
  3. Tambahkan daging cincang, aduk hingga berubah warna.
  4. Masukkan saus tiram, kecap, lada, garam, dan gula.
  5. Masak hingga bumbu meresap dan daging matang.

Daging Cincang Tumis Kemangi

Bagi pecinta masakan wangi, resep daging cincang tumis kemangi ini akan menggugah selera. Masukkan daun kemangi terakhir agar tidak layu berlebihan dan aromanya tetap segar. Sajikan dengan nasi hangat untuk hidangan yang sederhana namun memuaskan.

Bahan:

  1. 250 gr daging cincang
  2. 1 genggam daun kemangi
  3. 5 siung bawang merah
  4. 3 siung bawang putih
  5. 3 buah cabai merah
  6. 1 sdm kecap manis
  7. Garam dan gula secukupnya

Cara membuat:

  1. Tumis bumbu iris sampai harum.
  2. Masukkan daging cincang dan aduk hingga matang.
  3. Tambahkan kecap dan bumbu lain.
  4. Masukkan daun kemangi, aduk sebentar lalu angkat.
Penulisan “Iduladha” yang Benar: Antara Bahasa, Makna, dan Keteladanan

Penulisan “Iduladha” yang Benar: Antara Bahasa, Makna, dan Keteladanan

Stylesphere – Setiap tahun, umat Islam di seluruh dunia merayakan dua momen agung yang sarat makna, yaitu Idulfitri dan Iduladha. Kedua hari raya ini bukan sekadar tradisi keagamaan, melainkan juga momentum spiritual dan sosial yang mendalam. Iduladha, secara khusus, menjadi pengingat akan nilai pengorbanan, ketaatan, dan keikhlasan, seperti yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim AS dan putranya, Nabi Ismail AS.

Namun, di tengah gegap gempita perayaannya, terdapat satu aspek yang sering terabaikan: penulisan istilah “Iduladha” yang benar dalam bahasa Indonesia. Tak jarang kita menjumpai variasi penulisan seperti “Idul Adha”, bahkan di media massa dan dokumen resmi. Pertanyaannya: mana yang tepat secara kaidah bahasa?

Penulisan yang Benar: “Iduladha”

Berdasarkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) dan referensi dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), penulisan yang benar dan baku adalah Iduladha, ditulis serangkai tanpa spasi.

Hal ini serupa dengan penulisan istilah lain seperti:

  • Idulfitri (bukan Idul Fitri)
  • Ramadhan (bukan Ramadan, jika mengikuti transliterasi Indonesia)

Kata “Iduladha” berasal dari bahasa Arab ‘Īd al-Aḍḥā (عيد الأضحى), yang secara harfiah berarti “Hari Raya Kurban”. Dalam proses penyerapan ke bahasa Indonesia, unsur fonetik disesuaikan, dan kata depan (Idul) digabungkan dengan kata berikutnya (adha) untuk membentuk satu kesatuan istilah.

Mengapa Ini Penting?

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, memahami penulisan istilah religius seperti ini bukan sekadar soal teknis. Ini juga merupakan bentuk kepedulian terhadap pelestarian bahasa nasional, serta menghormati makna sakral dari istilah tersebut.

Ketika kita menulis dengan benar, kita:

  • Menunjukkan kesadaran literasi bahasa
  • Menghargai struktur dan sejarah bahasa serapan
  • Memberikan contoh baik dalam komunikasi publik, terutama di ruang media dan pendidikan

Kesimpulan: Bahasa adalah Cerminan Keteladanan

Iduladha mengajarkan kita arti ketaatan yang murni dan pengorbanan yang tulus. Dalam konteks bahasa, ketaatan bisa dimaknai sebagai kedisiplinan dalam berbahasa, termasuk dalam menulis istilah keagamaan dengan benar. Mulai dari hal kecil seperti penulisan “Iduladha”, kita turut menjaga integritas bahasa sebagai sarana dakwah, komunikasi, dan peradaban.

Iduladha atau Idul Adha? Ini Penulisan yang Benar Menurut KBBI

Dalam praktik sehari-hari, penulisan istilah hari raya umat Islam ini memang kerap bervariasi. Sebagian orang menulis “Idul Adha” dengan spasi, sementara lainnya memilih bentuk “Iduladha” tanpa spasi. Lalu, yang manakah yang benar secara kaidah bahasa Indonesia?

Mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi VI yang diterbitkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, penulisan yang baku dan benar adalah “Iduladha”, ditulis dalam satu kata tanpa spasi.

Jika Anda mencoba mencari entri “Idul Adha” secara terpisah di situs resmi KBBI, tidak akan ditemukan hasil pencarian. Sebaliknya, ketika mengetik “Iduladha”, akan muncul definisi resmi sebagai berikut:

Iduladha (n): hari raya haji yang jatuh pada tanggal 10–13 Zulhijah, disertai dengan penyembelihan hewan kurban (seperti sapi, kambing, atau unta) bagi yang mampu.

Dengan demikian, “Idul Adha” dikategorikan sebagai bentuk tidak baku, meskipun masih umum ditemukan dalam media, percakapan, maupun tulisan informal.

Hal serupa juga berlaku untuk istilah “Idulfitri”, yang sering salah ditulis menjadi “Idul Fitri”. Menurut kaidah bahasa Indonesia, kedua istilah tersebut merupakan bentuk serapan utuh dari bahasa Arab yang seharusnya ditulis serangkai.

Kesimpulan

Sebagai pengguna bahasa Indonesia yang baik, penting bagi kita untuk membiasakan penulisan yang benar sesuai dengan standar baku. Menggunakan bentuk seperti “Iduladha” dan “Idulfitri” bukan hanya mencerminkan ketepatan berbahasa, tetapi juga menunjukkan kepedulian terhadap kaidah kebahasaan yang benar dan berwibawa.

Asal Usul dan Makna Kata “Iduladha”

Secara etimologis, istilah Iduladha berasal dari bahasa Arab ‘Īd al-Aḍḥā.

  • Kata ‘Īd (عيد) berarti “hari raya” atau “perayaan”.
  • Sementara Aḍḥā (الأضحى) berasal dari kata aḍḥiyah (أضحية), yang berarti “kurban” atau “hewan sembelihan”.

Gabungan kedua kata ini, ‘Īd al-Aḍḥā, secara harfiah bermakna “hari raya kurban” atau “hari raya penyembelihan”.

Dalam sejarah Islam, Iduladha memperingati momen luar biasa ketika Nabi Ibrahim a.s. menunjukkan ketundukannya kepada perintah Allah SWT untuk mengorbankan putranya, Nabi Ismail a.s. Sebuah peristiwa yang menggambarkan ketaatan, keikhlasan, dan pengorbanan total dalam menjalankan kehendak Ilahi.

Istilah Lokal di Indonesia

Di tengah masyarakat Indonesia, Iduladha juga dikenal dengan beberapa nama lain yang mencerminkan kekayaan budaya lokal, antara lain:

  • Lebaran Haji – karena bertepatan dengan pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci.
  • Lebaran Besar – merujuk pada perayaannya yang dianggap lebih megah dibandingkan Idulfitri.
  • Hari Raya Kurban atau Idul Kurban – menekankan pada tradisi penyembelihan hewan kurban.

Meski istilah-istilah lokal ini cukup populer dalam penggunaan sehari-hari, hanya bentuk “Iduladha” yang diakui secara baku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Masalah Adalah Ujian Kehidupan, Ini Solusi Menurut Ustadz Adi Hidayat

Masalah Adalah Ujian Kehidupan, Ini Solusi Menurut Ustadz Adi Hidayat

Stylesphere – Dalam kehidupan, masalah adalah hal yang tidak bisa dihindari. Ia datang silih berganti—ketika satu selesai, yang lain muncul. Mungkin hari ini kita menghadapi persoalan pekerjaan, besok soal keluarga, dan seterusnya, hingga akhir hayat.

Namun, sebagai umat Muslim, kita diajarkan untuk melihat masalah bukan sebagai beban semata, melainkan sebagai ujian dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an:

“Kami pasti akan mengujimu dengan sedikit ketakutan dan kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS Al-Baqarah: 155)

Ayat ini menegaskan bahwa ujian adalah bagian dari sunnatullah—aturan hidup yang pasti terjadi. Setiap manusia akan diuji dengan berbagai bentuk kesulitan.

Menurut pendakwah kondang Ustadz Adi Hidayat (UAH), langkah pertama saat menghadapi masalah adalah menerima dengan sabar dan lapang dada. Sabar bukan berarti pasrah tanpa usaha, tapi bentuk kesiapan mental untuk menghadapi ujian dengan tenang dan yakin bahwa semua ada solusinya.

Dalam ceramahnya yang dibagikan oleh Stylesphere, UAH menyampaikan bahwa:

“Setiap masalah datang bersama solusinya. Allah tidak menurunkan ujian tanpa disertai jalan keluar.”

Ustadz Adi Hidayat menekankan bahwa kunci utama adalah kembali kepada Allah, memperbanyak doa, istighfar, dan memperbaiki hubungan dengan-Nya. Selain itu, ikhtiar atau usaha nyata untuk mencari jalan keluar juga wajib dilakukan.

Dengan memadukan kesabaran, doa, dan usaha, seorang muslim akan menemukan bahwa masalah bukan akhir dari segalanya, melainkan awal dari pertumbuhan dan kedewasaan spiritual.

Maka, saat masalah datang, jangan panik. Tenangkan hati, kuatkan iman, dan percayalah bahwa Allah sudah siapkan solusinya.

Rahmat Adalah Langkah Pertama Solusi dari Allah, Ini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Dalam ceramahnya yang disampaikan melalui kanal YouTube Adi Hidayat Official, Kamis (22/5/2025), Ustadz Adi Hidayat (UAH) menekankan pentingnya kesabaran dan doa saat menghadapi masalah hidup. Ia menjelaskan bahwa ketika seorang hamba memohon kepada Allah untuk menghilangkan kesulitannya, maka rahmat Allah adalah hal pertama yang diberikan.

“Kalau kita terima dengan sabar dan kita minta kepada Allah, ‘Ya Allah, hilangkan masalah saya ini’, maka yang pertama Allah berikan adalah rahmat-Nya,” ujar UAH, merujuk pada QS Al-Baqarah ayat 157.

“اُولٰۤئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوٰتٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُهْتَدُوْنَ”
Artinya: “Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al-Baqarah: 157)

UAH menjelaskan bahwa rahmat Allah merupakan bentuk terkabulnya doa, yang membawa solusi dari masalah yang tengah dihadapi. Ia menyebut bahwa rahmat bukan sekadar belas kasihan, melainkan bentuk pertolongan nyata dari Allah yang diwujudkan dalam berbagai bentuk kemudahan, kekuatan hati, hingga jalan keluar yang tak disangka-sangka.

“Jadi kalau Bapak Ibu minta solusi kepada Allah, itu yang diberikan rahmat dulu. Rahmat itu adalah terkabulnya doa pada apa yang diinginkan,” lanjut UAH.

Dengan demikian, menghadapi masalah hidup bukan hanya soal mencari penyelesaian logis semata, tetapi juga menguatkan iman, bersabar, dan terus memohon rahmat serta petunjuk dari Allah SWT. Sebab, rahmat adalah awal dari segala solusi yang datang dari-Nya.

Ustadz Adi Hidayat: Masjid Adalah Tempat Meminta Solusi, Ini Doa yang Dianjurkan

Dalam salah satu ceramahnya, Ustadz Adi Hidayat (UAH) menyampaikan bahwa salah satu langkah utama untuk mendapatkan solusi dari setiap permasalahan hidup adalah dengan memperbanyak ibadah di masjid. Masjid, menurutnya, bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga tempat terbaik untuk mencurahkan isi hati kepada Allah dan memohon rahmat-Nya.

UAH menjelaskan bahwa ketika seorang Muslim memasuki masjid, ia dianjurkan membaca doa khusus yang mengandung permohonan akan rahmat Allah. Doa tersebut berbunyi:

اللَّهُمَّ افْتَحْ لِي أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
Allahummaftha lii abwaaba rahmatik
Artinya: “Ya Allah, bukakanlah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.” (HR. Muslim)

Mengapa disebut “pintu-pintu” rahmat (abwaab), bukan hanya satu pintu? UAH memberikan penjelasan yang menyentuh. “Karena ketika seseorang masuk ke masjid, kecenderungannya adalah ingin mencurahkan isi hatinya kepada Allah, ingin memohon sesuatu. Maka ia berkata, ‘Ya Allah, bukakan untukku banyak jalan menuju rahmat-Mu’,” jelasnya.

UAH juga menyinggung bagaimana para sahabat Nabi sangat dekat dengan masjid. Mereka biasa singgah ke masjid sebelum berangkat bekerja dan kembali mampir ke masjid sepulang dari aktivitasnya—sebelum pulang ke rumah.

“Makanya, jarang ada yang marah-marah setelah pulang kerja, karena aura yang dibawa itu adalah aura masjid,” tambah UAH.

Melalui kebiasaan ini, UAH mengajak umat Islam untuk kembali menjadikan masjid sebagai pusat spiritual dan tempat pelarian utama saat menghadapi berbagai persoalan hidup. Masjid bukan hanya tempat sholat, tetapi juga tempat mendapatkan ketenangan, rahmat, dan solusi dari Allah SWT.

Siapa yang Wajib Berkurban? Ini Batas Mampu dalam Ibadah Kurban Menurut Islam

Siapa yang Wajib Berkurban? Ini Batas Mampu dalam Ibadah Kurban Menurut Islam

Stylesphere – Pada bulan Dzulhijjah, terutama saat Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik, umat Islam dianjurkan untuk melaksanakan ibadah kurban sebagai bentuk ketaatan dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Anjuran ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah Al-Kautsar ayat 2:

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْۗ
Artinya: Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).

Meskipun ibadah kurban sangat dianjurkan, Islam tidak mewajibkan setiap orang untuk melaksanakannya. Ajaran Islam sangat memperhatikan kemampuan serta kondisi ekonomi individu, sehingga pelaksanaan ibadah kurban tidak dimaksudkan untuk memberatkan siapa pun.

Namun, sering muncul pemahaman keliru di tengah masyarakat bahwa ibadah kurban hanya ditujukan bagi mereka yang berkecukupan atau orang-orang kaya saja. Padahal, anggapan ini tidak sepenuhnya tepat. Islam memiliki kriteria yang jelas untuk menentukan siapa yang termasuk “mampu” dan karenanya disunnahkan untuk berkurban.

Batas Mampu Berkurban

Menurut penjelasan yang dikutip dari laman NU Online pada Selasa (20/5/2025), seseorang dikatakan mampu berkurban apabila ia memiliki kelebihan harta setelah mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarganya selama hari raya dan hari tasyrik. Artinya, seseorang tidak perlu menjadi orang kaya untuk bisa berkurban. Asalkan ada dana lebih, meskipun tidak besar, dan tidak mengganggu kebutuhan dasar, maka ia sudah termasuk kategori mampu.

Tidak Ada Paksaan

Bagi yang belum mampu, tidak ada kewajiban untuk memaksakan diri. Islam memberikan kelonggaran dan menilai niat serta kesungguhan hati dalam beribadah. Maka, yang terpenting adalah semangat beribadah dan keikhlasan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Kapan Seseorang Dianggap Mampu Berkurban? Ini Penjelasan Imam Ibnu Hajar

Penjelasan mengenai batasan kemampuan dalam berkurban juga ditegaskan oleh ulama besar, Imam Ibnu Hajar al-Haitami (w. 974 H), dalam karyanya Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj. Menurut beliau, seseorang dikatakan mampu berkurban jika ia memiliki kelebihan rezeki setelah mencukupi kebutuhan pokok diri dan keluarganya—seperti makanan dan pakaian—selama Hari Raya Idul Adha hingga tiga hari tasyrik berikutnya.

Imam Ibnu Hajar menjelaskan, karena kurban merupakan bentuk sedekah, maka seseorang yang ingin melakukannya harus sudah terbebas dari kebutuhan pribadi dan keluarganya terlebih dahulu.

Beliau menulis:

وَلَا بُدَّ أَنْ تَكُونَ فَاضِلَةً عَنْ حَاجَتِهِ وَحَاجَةِ مَنْ يُمَوِّنُهُ لِأَنَّهَا نَوْعُ صَدَقَةٍ

Artinya: “Dan (harta untuk berkurban) harus lebih dari kebutuhannya sendiri dan kebutuhan orang yang menjadi tanggungannya, karena kurban adalah bagian dari sedekah.” (Tuhfatul Muhtaj, Juz IV, hlm. 47).

Kesimpulan

Berdasarkan pendapat ini, batas mampu berkurban tidaklah diukur dari status ekonomi yang tinggi, melainkan dari terpenuhinya kebutuhan pokok pribadi dan keluarga. Jika masih ada kelebihan rezeki setelah itu, maka ia termasuk orang yang mampu untuk berkurban. Sebaliknya, jika belum mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, maka ia tidak termasuk dalam golongan yang dibebani ibadah kurban.

Wallahu a’lam.

Hari Raya Idul Adha: Makna, Tradisi, dan Ucapan dalam Bahasa Inggris

Hari Raya Idul Adha: Makna, Tradisi, dan Ucapan dalam Bahasa Inggris

Stylesphere – Hari Raya Idul Adha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban, merupakan salah satu momen penting dalam kalender umat Islam yang sarat dengan nilai-nilai spiritual dan sosial. Perayaan ini memperingati ketaatan dan keteguhan Nabi Ibrahim AS dalam menjalankan perintah Allah SWT untuk mengorbankan putranya tercinta, yang kemudian digantikan oleh Allah dengan seekor domba sebagai wujud rahmat dan kasih sayang-Nya.

Di hari suci ini, umat Muslim di seluruh dunia menggelar salat Idul Adha secara berjamaah, menyembelih hewan kurban, dan membagikan dagingnya kepada keluarga, tetangga, serta mereka yang membutuhkan. Lebih dari sekadar pelaksanaan ibadah, Idul Adha merupakan ajang memperkuat semangat keikhlasan, empati sosial, dan kepedulian terhadap sesama.

Selain berkurban, salah satu cara memperingati Idul Adha yang tak kalah penting adalah dengan menyampaikan ucapan selamat. Memberikan ucapan Hari Raya Idul Adha dalam bahasa Inggris menjadi sarana untuk menebarkan pesan perdamaian, doa, dan kasih sayang yang dapat diterima oleh semua kalangan, tanpa batasan bahasa dan budaya.

Sebagai bentuk apresiasi dan inspirasi, berikut 60 contoh ucapan Idul Adha dalam bahasa Inggris lengkap dengan terjemahannya yang telah dihimpun oleh Stylesphere, Selasa (20/5/2025).

Ucapan Idul Adha Dalam Bahasa Inggris

  1. Eid Mubarak! May your sacrifices be accepted and your prayers answered. Selamat Hari Raya Idul Adha! Semoga pengorbananmu diterima dan doamu dikabulkan.
  2. Wishing you a joyous and peaceful Eid al-Adha! Semoga Idul Adha-mu penuh kebahagiaan dan kedamaian!
  3. Happy Eid al-Adha! May Allah shower His mercy on you and your loved ones. Selamat Idul Adha! Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepadamu dan orang-orang tercintamu.
  4. May this blessed day bring happiness and peace to your heart. Eid Mubarak! Semoga hari yang diberkahi ini membawa kebahagiaan dan kedamaian di hatimu. Selamat Idul Adha!
  5. Eid al-Adha Mubarak! May this day inspire us all to be more compassionate. Selamat Idul Adha! Semoga hari ini menginspirasi kita untuk lebih berbelas kasih.
  6. Eid Mubarak to my dearest family! May our bond grow stronger through faith and sacrifice. Selamat Idul Adha untuk keluarga tercintaku! Semoga ikatan kita semakin kuat melalui iman dan pengorbanan.
  7. Wishing my beloved family a peaceful and blessed Eid al-Adha. Semoga keluarga tercintaku merayakan Idul Adha yang damai dan penuh berkah.
  8. On this sacred day, may our home be filled with warmth and gratitude. Eid Mubarak! Pada hari suci ini, semoga rumah kita dipenuhi kehangatan dan rasa syukur. Selamat Idul Adha!
  9. May Allah accept our Qurbani and strengthen the love in our family. Semoga Allah menerima kurban kita dan mempererat cinta dalam keluarga kita.
  10. Happy Eid to the family that completes me. I am blessed to have you all. Selamat Idul Adha untuk keluarga yang membuat hidupku lengkap. Aku diberkahi memiliki kalian.
  11. Eid Mubarak, my friend! May your day be as bright as your smile. Selamat Idul Adha, temanku! Semoga harimu secerah senyummu.
  12. Wishing you and your family an Eid full of peace and joy. Semoga kamu dan keluargamu merayakan Idul Adha yang penuh kedamaian dan kegembiraan.
  13. On this beautiful occasion, I pray for your success and happiness. Eid Mubarak! Pada kesempatan yang indah ini, aku berdoa untuk kesuksesan dan kebahagiaanmu. Selamat Idul Adha!
  14. Let’s celebrate Eid with a heart full of gratitude and a spirit full of kindness. Mari rayakan Idul Adha dengan hati yang penuh syukur dan semangat kebaikan.
  15. Eid al-Adha Mubarak, bestie! Hope your sacrifice brings immense reward. Selamat Idul Adha, sahabatku! Semoga pengorbananmu membawa pahala besar.

Ucapan idul Adha Sederhana Dalam Bahasa Inggris

  1. Eid Mubarak! Selamat Idul Adha!
  2. Happy Eid al-Adha! Selamat Idul Adha!
  3. Wishing you peace and joy today and always. Semoga kamu selalu dipenuhi kedamaian dan kebahagiaan.
  4. May your Eid be bright and blessed. Semoga Idul Adha-mu penuh cahaya dan berkah.
  5. Joyous Eid wishes to you and your loved ones! Ucapan Idul Adha yang penuh kebahagiaan untukmu dan orang-orang tercinta!
  6. Eid Mubarak, little star! May your smile shine brighter this Eid. Selamat Idul Adha, bintang kecil! Semoga senyummu bersinar lebih terang tahun ini.
  7. Enjoy the sweets, the toys, and the joy of Eid! Nikmati permen, mainan, dan kegembiraan Idul Adha!
  8. Eid al-Adha is more fun when celebrated with kids like you! Idul Adha lebih seru saat dirayakan bersama anak sepertimu!
  9. May this Eid bring lots of gifts and laughter to your day. Semoga Idul Adha ini membawa banyak hadiah dan tawa di harimu.
  10. Happy Eid, my dear child. You’re the reason every celebration is magical. Selamat Idul Adha, anakku tersayang. Kamu adalah alasan setiap perayaan terasa ajaib.
  11. Wishing you and your team a prosperous and peaceful Eid al-Adha. Semoga kamu dan timmu merayakan Idul Adha yang makmur dan damai.
  12. Eid Mubarak! May this holiday bring fresh inspiration to your goals. Selamat Idul Adha! Semoga liburan ini membawa inspirasi baru untuk tujuanmu.
  13. May your hard work be rewarded with blessings this Eid. Semoga kerja kerasmu dibalas dengan berkah di Idul Adha ini.
  14. Sending best wishes of success and peace on this Eid al-Adha. Kirimkan doa terbaik untuk kesuksesan dan kedamaian di Idul Adha ini.
  15. Happy Eid to a valued colleague and friend. Selamat Idul Adha untuk rekan kerja dan sahabat yang berharga.

Ucapan Hari Raya Idul Adha Untuk Pasangan

  1. Eid Mubarak, my love. You are my greatest blessing. Selamat Idul Adha, cintaku. Kamu adalah berkah terbesarku.
  2. May this Eid strengthen our bond and bring us endless happiness. Semoga Idul Adha ini memperkuat ikatan kita dan membawa kebahagiaan tiada henti.
  3. Your love makes every Eid more meaningful. Happy Eid, darling. Cintamu membuat setiap Idul Adha lebih bermakna. Selamat Idul Adha, sayang.
  4. Eid Mubarak to the one who makes my world brighter. Selamat Idul Adha untuk orang yang membuat duniaku lebih bersinar.
  5. Let’s cherish this Eid together and grow stronger in love and faith. Mari rayakan Idul Adha ini bersama dan tumbuh dalam cinta dan iman.
  6. May Allah bless you with health, wealth, and faith. Eid Mubarak! Semoga Allah memberkatimu dengan kesehatan, kekayaan, dan iman. Selamat Idul Adha!
  7. On this holy day, may all your prayers be answered. Di hari yang suci ini, semoga semua doamu dikabulkan.
  8. May your sacrifices bring you closer to Allah and His mercy. Semoga pengorbananmu mendekatkanmu kepada Allah dan rahmat-Nya.
  9. Eid Mubarak! May you always walk on the path of righteousness. Selamat Idul Adha! Semoga kamu selalu berada di jalan yang benar.
  10. Wishing you a heart filled with gratitude and faith this Eid. Semoga hatimu dipenuhi rasa syukur dan iman di Idul Adha ini.
  11. The true meaning of Eid lies in sharing and caring. Happy Eid al-Adha! Makna sejati Idul Adha terletak pada berbagi dan peduli. Selamat Idul Adha!
  12. Celebrate this Eid with a pure heart and open arms. Rayakan Idul Adha ini dengan hati yang tulus dan tangan terbuka.
  13. Eid al-Adha reminds us to give, forgive, and grow. Idul Adha mengingatkan kita untuk memberi, memaafkan, dan berkembang.
  14. May the story of Ibrahim inspire us to obey and trust Allah always. Semoga kisah Nabi Ibrahim menginspirasi kita untuk selalu taat dan percaya kepada Allah.
  15. Let your sacrifices reflect your love for the Creator. Biarlah pengorbananmu mencerminkan cintamu kepada Sang Pencipta.
Memahami Hukum Kurban: Sunnah atau Wajib? Penjelasan Buya Yahya

Memahami Hukum Kurban: Sunnah atau Wajib? Penjelasan Buya Yahya

Stylesphere – Ibadah kurban merupakan salah satu amalan penting dalam Islam yang dilaksanakan setiap Hari Raya Iduladha, termasuk pada perayaan Iduladha 2025 mendatang. Meski demikian, masih banyak umat Muslim yang belum sepenuhnya memahami status hukum kurban, terutama terkait kapan kurban bersifat sunnah dan kapan bisa menjadi wajib.

Kebingungan sering muncul, terutama bagi mereka yang telah berniat untuk berkurban. Dalam ajaran Islam, khususnya menurut Mazhab Syafi’i yang dianut oleh mayoritas ulama (jumhur), hukum kurban pada dasarnya adalah sunnah muakkad. Artinya, kurban sangat dianjurkan tetapi tidak bersifat wajib bagi setiap Muslim.

Namun, ada kondisi tertentu yang dapat mengubah hukum kurban menjadi wajib, salah satunya adalah jika disertai dengan nazar.

Melalui tayangan video yang diunggah di kanal YouTube @buyayahyaofficial, Minggu (18/05/2025), pendakwah kharismatik KH Yahya Zainul Ma’arif atau yang lebih dikenal dengan Buya Yahya, memberikan penjelasan rinci mengenai hal ini.

Menurut Buya Yahya, jika seseorang dengan tegas menyatakan niat nazar, misalnya dengan mengucapkan, “Aku nazar mau menyembelih kambing sebagai kurban,” maka kurban tersebut otomatis menjadi wajib.

Pernyataan ini dianggap sebagai janji yang mengikat secara syar’i dan tidak boleh diabaikan. Bahkan, Buya Yahya menegaskan bahwa apabila kurban dilakukan sebagai bentuk nazar, maka daging hewan kurban tersebut tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban maupun keluarganya, melainkan harus dibagikan seluruhnya kepada yang berhak menerimanya.

Dengan memahami perbedaan antara kurban yang bersifat sunnah dan yang menjadi wajib karena nazar, umat Muslim diharapkan dapat lebih berhati-hati dalam berniat dan menjalankan ibadah kurban. Pengetahuan ini juga penting agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaan dan pembagian kurban.

Bedakan Kurban Sunnah dan Kurban Nazar, Jangan Sampai Ibadah Jadi Beban

Menjelang Iduladha 2025, pemahaman umat Muslim terhadap hukum kurban kembali menjadi perhatian. Salah satu hal penting yang perlu diketahui adalah perbedaan antara kurban yang sunnah dan kurban yang wajib karena nazar. Hal ini disampaikan oleh pendakwah ternama Buya Yahya, melalui kanal YouTube @buyayahyaofficial, Minggu (18/05/2025).

Menurut Buya Yahya, jika tidak ada niat nazar yang diucapkan secara jelas, maka ibadah kurban tetap berstatus sebagai sunnah muakkad. Dalam hal ini, orang yang berkurban boleh memakan sebagian daging kurbannya, serta membagikannya kepada tetangga, kerabat, dan fakir miskin.

“Selagi kurban itu sunnah, bukan nazar, maka orang yang berkurban boleh memakan dagingnya. Jangan sampai kurban yang seharusnya menjadi ibadah penuh berkah malah berubah menjadi beban,” tegas Buya Yahya.

Namun, berbeda halnya jika seseorang telah menyatakan nazar—misalnya dengan berkata “Saya nazar akan menyembelih kambing untuk kurban”—maka kurban tersebut menjadi wajib, dan ada konsekuensi yang harus ditanggung.

Dalam konteks ini, Buya Yahya mengingatkan masyarakat agar lebih berhati-hati dalam mengucapkan niat nazar, karena nazar adalah janji kepada Allah yang harus ditepati. Sekali diucapkan, ia tidak bisa dicabut, dan pelaksanaannya memiliki aturan yang berbeda dengan kurban sunnah.

Jika kurban dilakukan sebagai nazar, maka seluruh bagian daging kurban wajib diberikan kepada fakir miskin. Orang yang berkurban maupun keluarganya tidak diperbolehkan mengonsumsinya, karena daging tersebut menjadi bentuk pemenuhan janji kepada Allah, bukan lagi sebagai ibadah sunnah yang bersifat fleksibel.

“Ini yang sering kali tidak dipahami oleh masyarakat, sehingga terjebak dalam anggapan bahwa kurban selalu wajib,” ujar Buya Yahya.

Dengan memahami perbedaan mendasar ini, umat Muslim diharapkan dapat menjalankan ibadah kurban dengan lebih tepat, tenang, dan penuh keberkahan, tanpa terbebani oleh kesalahpahaman dalam niat maupun pelaksanaannya.

Buya Yahya: Kurban Adalah Ibadah Berbagi, Bukan Beban

Buya Yahya kembali menegaskan pentingnya bijak dalam bernazar, terutama terkait ibadah kurban yang akan dijalankan umat Islam pada Iduladha 2025. Ia mengingatkan bahwa kebiasaan sebagian masyarakat yang mudah mengucapkan nazar tanpa pertimbangan matang dapat menimbulkan kewajiban berat yang justru membebani diri sendiri.

“Jangan mudah-mudah bernazar. Nazar itu janji kepada Allah. Sekali terucap, wajib ditunaikan,” kata Buya Yahya melalui kanal YouTube @buyayahyaofficial.

Lebih lanjut, Buya menjelaskan bahwa kurban yang dilakukan tanpa nazar tetap berstatus sunnah muakkad, yakni ibadah yang sangat dianjurkan tetapi tidak wajib. Dalam kondisi ini, orang yang berkurban berhak menikmati sebagian daging kurban, serta membagikannya kepada tetangga, kerabat, dan fakir miskin. Hal ini menjadi sarana berbagi kebahagiaan dan mempererat tali persaudaraan antarwarga.

Terkait pembagian daging, Buya Yahya menyarankan agar fakir miskin tetap menjadi prioritas utama. Namun, menurutnya, tidak ada larangan bagi orang mampu menerima daging kurban, selama tujuannya adalah menjaga kebersamaan dan keharmonisan sosial.

“Kurban jangan sampai menjadi ibadah yang penuh tekanan. Selama tidak dinazarkan, tetaplah pada status sunnah. Jalani dengan ringan, ikhlas, dan gembira,” ujar Buya.

Ia juga menekankan bahwa inti dari kurban adalah niat ikhlas untuk berbagi, bukan sekadar menggugurkan kewajiban. Oleh karena itu, umat Islam diimbau untuk memahami hukum dan aturan seputar kurban, terutama terkait nazar, agar bisa melaksanakan ibadah ini dengan tenang dan penuh keberkahan.

Dengan penjelasan tersebut, Buya Yahya berharap masyarakat dapat menjalani ibadah kurban secara bijak, sadar, dan tidak terburu-buru dalam bernazar, sehingga kurban tetap menjadi ibadah yang membawa manfaat lahir dan batin.

Jangan Tergesa Nazar, Kurban Harus Dilakukan dengan Niat Tulus

Menjelang Hari Raya Idul adha 2025, pendakwah ternama Buya Yahya kembali menekankan pentingnya pemahaman yang benar dalam menjalankan ibadah kurban. Ia memperingatkan agar umat Islam tidak tergesa-gesa melafalkan nazar tanpa mempertimbangkan konsekuensinya secara matang.

“Nazar itu ikatan serius dengan Allah. Jika sudah terucap, maka wajib ditepati. Jangan sampai niat baik berubah menjadi beban hanya karena tidak paham hukum kurban,” ujar Buya Yahya dalam video yang tayang di kanal YouTube @buyayahyaofficial.

Menurut Buya, banyak masyarakat yang belum memahami perbedaan antara kurban sunnah dan kurban yang menjadi wajib karena nazar. Kurban sunnah bersifat sangat dianjurkan namun tidak mengikat, sehingga pelaksananya boleh menikmati daging kurban dan membaginya kepada sesama. Sementara jika sudah dinazarkan, maka seluruh daging kurban wajib disedekahkan kepada fakir miskin, dan orang yang berkurban tidak boleh memakannya.

Di akhir penjelasannya, Buya Yahya mengajak umat Islam untuk menjadikan kurban sebagai momen kebersamaan dan berbagi, bukan sumber perdebatan atau tekanan. Ia mengingatkan bahwa perbedaan pendapat soal hukum kurban tidak seharusnya menimbulkan perselisihan di tengah masyarakat.

“Kurban adalah simbol pengorbanan dan ketulusan. Laksanakanlah dengan hati yang lapang, niat yang murni, dan semangat berbagi,” pesannya.

Dengan pemahaman yang tepat mengenai hukum kurban, termasuk konsekuensi dari nazar, Buya Yahya berharap umat Islam bisa menjalani ibadah ini dengan lebih ikhlas, sadar, dan penuh keberkahan.

Semoga penjelasan ini menjadi pencerahan bagi masyarakat agar tidak lagi salah paham dan mampu melaksanakan kurban sesuai tuntunan agama, dengan niat tulus dan semangat persaudaraan.

Ini Syarat Seseorang Dikatakan Mampu Naik haji

Ini Syarat Seseorang Dikatakan Mampu Naik haji

Stylesphere – Setiap Muslim tentu memendam harapan besar untuk bisa menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci. Menatap Ka’bah secara langsung, berdiri di Padang Arafah, serta berjalan mengelilingi Ka’bah dalam thawaf dan menempuh sa’i menjadi impian dan cita-cita jutaan umat Islam di seluruh dunia.

Namun, penting untuk dipahami bahwa ibadah haji tidak diwajibkan bagi semua orang. Hanya mereka yang memenuhi syarat “mampu” yang diwajibkan untuk melaksanakannya.

Sering kali, makna “mampu” ini disempitkan hanya pada aspek finansial. Banyak yang beranggapan bahwa selama seseorang memiliki uang yang cukup, maka ia dianggap telah memenuhi syarat wajib haji. Tetapi, benarkah sesederhana itu?

Dalam ajaran Islam, istilah “mampu” memiliki arti yang jauh lebih luas. Kemampuan untuk berhaji tidak hanya diukur dari seberapa besar tabungan atau berapa banyak aset yang dimiliki.

Ada berbagai aspek lain yang juga menjadi pertimbangan, seperti kondisi fisik, keamanan perjalanan, hingga tanggung jawab terhadap keluarga. Islam tidak akan pernah membebani umatnya dengan kewajiban yang berada di luar batas kemampuan mereka.

Penjelasan NU Online

Mengacu pada penjelasan dari NU Online, kemampuan (istitha’ah) menjadi salah satu syarat wajib dalam pelaksanaan ibadah haji. Artinya, bagi mereka yang tidak masuk dalam kategori mampu, maka kewajiban haji tidak berlaku baginya.

Hal ini ditegaskan secara langsung oleh Allah subhanahu wa ta’ala dalam firman-Nya:

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.”
(QS. Ali Imran: 97)

Para ulama kemudian mengelaborasi makna “mampu” dalam ayat tersebut dengan membaginya ke dalam dua bentuk kemampuan:

  1. Mampu berhaji secara langsung (dengan diri sendiri).
  2. Mampu berhaji dengan mewakilkan kepada orang lain (badal haji).

Untuk kategori pertama, yaitu seseorang yang mampu menunaikan ibadah haji dengan dirinya sendiri, ulama menyebutkan bahwa terdapat lima syarat utama yang harus dipenuhi agar seseorang dianggap benar-benar mampu. Penjelasan tentang kelima syarat tersebut akan memperjelas bahwa kemampuan berhaji tidak hanya dilihat dari segi materi, tetapi juga mencakup aspek fisik, keamanan, dan tanggung jawab lainnya.

Kesehatan Calon Jemaah

Menunaikan ibadah haji bukanlah perjalanan biasa. Ibadah ini menuntut kesiapan fisik dan mental karena rangkaian manasik yang padat dan menguras tenaga. Oleh karena itu, kesehatan jasmani menjadi syarat utama bagi mereka yang ingin berhaji secara langsung.

Seseorang yang mengalami kondisi seperti lumpuh, usia lanjut yang sangat renta, atau mengidap penyakit permanen yang membuatnya tidak sanggup menjalani aktivitas fisik yang berat maupun menempuh perjalanan jauh, tidak lagi masuk dalam kategori “mampu secara fisik”. Namun, jika ia memiliki kemampuan finansial, maka kewajiban berhaji tetap berlaku—dengan cara mengutus orang lain (badal haji) untuk menggantikan pelaksanaannya.

2. Memiliki Sarana Transportasi yang Memadai

Selain kesiapan fisik, kemampuan untuk mencapai Tanah Suci juga menjadi syarat penting. Dalam pandangan ulama, orang yang tinggal jauh dari Mekah—yakni lebih dari dua marhalah (sekitar 81 kilometer)—baru diwajibkan haji jika memiliki akses transportasi yang layak untuk mencapai lokasi ibadah, baik melalui kendaraan milik sendiri maupun dengan menyewa.

Hal ini juga berlaku untuk mereka yang tinggal relatif dekat, tetapi secara fisik tidak mampu menempuh jarak tersebut dengan berjalan kaki. Dalam konteks Indonesia, syarat ini bisa diterjemahkan sebagai kemampuan membiayai perjalanan dengan pesawat serta transportasi pendukung lainnya selama menjalankan seluruh prosesi ibadah haji.

3. Keamanan dalam Perjalanan

Salah satu aspek penting dalam pelaksanaan ibadah haji adalah jaminan keamanan. Seorang Muslim hanya diwajibkan berhaji jika keselamatan jiwa, harta, dan kehormatannya terjamin sepanjang perjalanan dan selama berada di Tanah Suci. Apabila terdapat kondisi yang membahayakan seperti konflik bersenjata, maraknya aksi perampokan, atau cuaca ekstrem yang menghalangi perjalanan, maka kewajiban haji tidak berlaku sampai kondisi kembali aman dan memungkinkan.

4. Perempuan Harus Didampingi Suami, Mahram, atau Rombongan Terpercaya

Syariat Islam memberikan perhatian khusus terhadap keselamatan dan kenyamanan perempuan yang akan menunaikan haji. Oleh karena itu, seorang perempuan tidak diperbolehkan melakukan perjalanan jauh sendirian, termasuk untuk ibadah haji. Ia harus didampingi oleh suami, mahram (kerabat laki-laki yang haram dinikahi), atau rombongan perempuan yang dapat dipercaya. Jika tidak ada satu pun dari ketiganya yang bisa menemani, maka ia tidak termasuk dalam kategori wajib haji—karena syarat keamanan dan pendampingan belum terpenuhi.

5. Adanya Waktu yang Cukup untuk Menempuh Perjalanan Haji

Berbeda dengan umrah yang bisa dilakukan kapan saja, ibadah haji hanya bisa dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu dalam tahun hijriyah. Karena itu, syarat wajib haji juga mencakup adanya rentang waktu yang memungkinkan seseorang untuk melakukan perjalanan dari tempat tinggalnya ke Mekah. Jika seseorang tidak memiliki cukup waktu untuk memulai dan menyelesaikan perjalanan serta rangkaian ibadah sesuai jadwal yang ditentukan, maka kewajiban haji belum berlaku baginya.