Makna Mendalam Raya Idul Fitri Versi Gus Baha

StylesphereKH. Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), ulama ahli Al-Qur’an sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3iA Rembang, Jawa Tengah, menjelaskan makna mendalam dari Idul Fitri.

Murid kinasih Mbah Moen ini menerangkan bahwa Idul Fitri bermakna kembali ke fitrah, yakni keadaan manusia yang suci. Kembali di sini berarti kembali seperti asal mula manusia, yaitu ber-KTP surga, sebagaimana Nabi Adam dan istrinya yang awalnya tinggal di surga.

“Di Indonesia, Syawalan identik dengan minta maaf,” ujar Gus Baha dalam tayangan YouTube Short @emrofhak_chanel, Rabu (26/03/2025).

Ia juga menambahkan bahwa kata Ied berasal dari kosakata audun, yang berarti kembali.

KTP Surga

Gus Baha menjelaskan bahwa Idul Fitri menandai kembalinya manusia ke fitrah setelah dosa-dosanya dihapus selama bulan Ramadhan melalui puasa dan ibadah lainnya.

“Setelah kita puasa satu bulan, Insyaallah kita ber-KTP surga lagi,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa Idul Fitri berkaitan erat dengan sejarah Nabi Adam AS, yang awalnya tinggal di surga. “Dulu Nabi Adam di surga, beberapa anaknya juga lahir di surga. Jadi, sebenarnya KTP kita itu KTP surga, alamat tetap kita adalah surga,” jelasnya.

Namun, kehidupan dunia yang penuh kekhilafan membuat status itu seolah kabur. “Karena kita di dunia agak kacau, cara Jawa bilang agak bedigasan, status itu jadi samar. Semoga tidak hilang sepenuhnya,” tambahnya.

Menurut Gus Baha, bulan Ramadhan adalah kesempatan untuk mengembalikan status tersebut. “Banyak ulama mengatakan al-‘ied minal ‘audi, artinya kembali. Kita yang dulu penduduk surga, Insyaallah dengan barokah Ramadhan, status itu bisa kembali,” paparnya.

Ia menutup dengan menegaskan bahwa Idul Fitri adalah momentum kembali ke fitrah dan status kehambaan yang benar. “Disebut minal ‘aidin, kita kembali ke fitrah dan menjadi ahli surga,” tandasnya.

Pendosa Yang Diampuni

Ramadhan dikenal sebagai syahru maghfirah, bulan yang penuh ampunan. Segala amalan seperti shalat, puasa, sedekah, i’tikaf, dan zakat menjadi sarana penghapus dosa.

Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 133:
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”

Puasa bertujuan menjadikan seseorang bertakwa. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah mereka yang bersyukur. Dalam hidup, yang terpenting adalah merasa cukup. Sedekah, baik dalam kelapangan maupun kesempitan, adalah ujian sejauh mana kita mengingat Allah SWT.

Ciri-Ciri Orang yang Diampuni Dosanya

  1. Rajin menafkahkan hartanya di jalan Allah.
  2. Mampu mengendalikan amarah.
  3. Suka memaafkan kesalahan orang lain.
  4. Gemar berbuat baik.
  5. Memohon ampun kepada Allah saat berbuat dosa.

Dengan menjalankan amalan-amalan ini, seseorang dapat memperoleh ampunan dan kembali ke fitrah sebagai hamba yang bertakwa.

Benarkah Puasa Batal karena Sikat Gigi Saat Puasa?

Stylesphere – Menjaga kebersihan gigi dan mulut bukan hanya penting dari segi kesehatan, tetapi juga dari sisi agama.

Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, menyampaikan bahwa dalam sebuah hadis Nabi SAW, disebutkan larangan bagi orang yang baru makan bawang untuk masuk ke masjid.

“Artinya, bersihkan dulu mulut sebelum masuk ke masjid. Masjid harus dijaga kebersihannya karena dipadati banyak orang,” ujar Nasaruddin.

Saat bulan Ramadhan, sering muncul pertanyaan tentang hukum menggosok gigi saat berpuasa. Nasaruddin menegaskan bahwa menggosok gigi diperbolehkan, asalkan tidak ada air atau pasta gigi yang masuk ke tenggorokan.

“Kalau mulut kita sangat bau saat mau pergi ke masjid, boleh sikat gigi, tetapi pastikan tidak ada yang masuk ke tenggorokan,” jelasnya dalam acara edukasi dan layanan kesehatan gigi di Masjid Istiqlal, 23 Maret 2025.

Dari segi medis, menjaga kesehatan gigi dan mulut saat berpuasa sangat penting.

Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), drg. Usman Sumantri, menekankan bahwa sikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi yang tepat sangat dianjurkan.

Menurutnya, waktu terbaik untuk menggosok gigi saat puasa adalah setelah sahur dan sebelum tidur. Hal ini dapat mencegah berbagai masalah pada gigi dan mulut, terutama selama berpuasa.

Gigi Rentan Nyeri Saat Puasa

Saat berpuasa, gigi dan mulut lebih rentan mengalami berbagai masalah, terutama bau mulut.

Menurut Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI), drg. Usman Sumantri, salah satu penyebab utama adalah berkurangnya produksi air liur akibat asupan cairan yang lebih sedikit selama berpuasa.

“Kondisi ini menyebabkan rongga mulut menjadi kering, sehingga bakteri penyebab bau mulut lebih mudah berkembang,” jelas Usman.

Selain itu, sisa makanan yang menumpuk setelah sahur juga bisa menjadi sarang bakteri, yang semakin memperburuk kondisi kesehatan gigi dan mulut.

Selalu Jaga Kebersihan Mulut

Bau mulut dan masalah kesehatan gigi sering menjadi perhatian selama berpuasa. Oleh karena itu, edukasi tentang pentingnya menjaga kebersihan mulut perlu terus digencarkan agar umat Islam dapat beribadah dengan nyaman tanpa rasa khawatir.

Sebagai bagian dari komitmennya dalam mendampingi masyarakat dalam mencegah masalah gigi dan mulut, Pepsodent bekerja sama dengan Masjid Istiqlal mengadakan program “Ramadan Berbagi BerkaHHH, Mulut dan Hati Adem”.

“Dalam program ini, kami memberikan edukasi tentang pentingnya menyikat gigi dua kali sehari, terutama saat puasa, agar terhindar dari bau mulut. Kami juga menyediakan layanan perawatan gigi gratis serta santunan,” ujar Direktur Human Resources Unilever Indonesia, Willy Saelan.

Selain itu, selama Ramadhan 2025, 2,5 persen keuntungan dari penjualan Pepsodent Herbal, Pepsodent Siwak, dan Pepsodent Siwak Habbatussauda akan disalurkan kepada 1.500 anak yatim, bekerja sama dengan Masjid Istiqlal.

Kenapa Tarawih Semakin Sepi?

Stylesphere – Ramadhan adalah bulan penuh berkah dan kesempatan untuk memperbanyak ibadah, salah satunya adalah sholat Tarawih yang sangat dianjurkan di bulan suci ini.

Namun, menjelang akhir Ramadhan, jumlah jamaah Tarawih di masjid cenderung berkurang. Banyak orang mulai sibuk dengan persiapan Lebaran atau memilih melaksanakan Tarawih di rumah karena alasan kenyamanan dan keterbatasan waktu.

Meskipun demikian, sholat Tarawih memiliki banyak keutamaan yang tidak boleh diabaikan. Justru ketika jamaah semakin sedikit, ada keistimewaan luar biasa yang bisa diperoleh.

Lantas, apa saja keutamaan sholat Tarawih? Berikut ulasannya, dikutip dari islami.co.

Utamakan Sholat Tarawih

Sholat Tarawih memiliki banyak keutamaan, terutama jika dilakukan bersama imam. Rasulullah SAW bersabda:

“Siapa yang sholat malam bersama imam hingga selesai, maka akan ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. at-Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan bahwa sholat Tarawih berjamaah sangat dianjurkan, karena memberikan pahala yang setara dengan sholat semalam penuh.

Selain itu, sholat Tarawih juga dapat menghapus dosa-dosa yang telah lalu. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa ibadah (Tarawih) di bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa yang telah lampau.” (HR. al-Bukhari, Muslim, dan lainnya)

Hadis lain dari Abu Hurairah juga menegaskan keutamaan ini:

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, qiyam Ramadhan merujuk pada sholat Tarawih.

Menurut Imam An-Nawawi, ampunan ini berlaku untuk dosa-dosa kecil. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa pahala yang besar dari sholat Tarawih juga dapat meringankan dosa-dosa besar, selama dosa-dosa kecil telah terhapus.

Sholat Sunnah Jangan Dilewatkan

Sholat Tarawih di bulan Ramadhan merupakan sholat sunnah yang paling utama.

Menurut ulama madzhab Hambali, sholat yang paling utama adalah sholat sunnah yang dianjurkan dilakukan secara berjamaah, karena menyerupai sholat fardhu. Dalam urutan keutamaannya, sholat kusuf (gerhana) berada di peringkat pertama, diikuti oleh sholat Tarawih. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9633)

Oleh karena itu, para ulama sepakat bahwa sholat Tarawih adalah sunnah mu’akkad, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan bagi laki-laki dan perempuan. Menurut madzhab Hanafiyah, Hanabilah, dan Malikiyyah, sholat Tarawih menjadi bagian dari syiar Islam, sehingga umat Muslim dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam Ramadhan dengan Tarawih.

Dalam pelaksanaannya, sholat Tarawih lebih utama dilakukan secara berjamaah daripada sendiri-sendiri. Imam Asy-Syafi’i dan mayoritas ulama lainnya menekankan bahwa sholat Tarawih lebih baik dikerjakan di masjid, sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dan para sahabat.

Dengan keutamaan-keutamaan ini, hendaknya umat Islam tidak meninggalkan sholat Tarawih, terutama di penghujung bulan Ramadhan.

Cara I’tikaf Lengkap Bagi Perempuan

Stylesphere – I’tikaf adalah ibadah dengan berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan memperbanyak doa, dzikir, dan ibadah lainnya.

Ibadah ini sangat dianjurkan, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, untuk meraih keutamaan malam Lailatul Qadar.

Tanda Anda Mendapatkan Lailatul Qadar

Seperti halnya ibadah lain, i’tikaf memiliki syarat sah yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah dilakukan di masjid yang menyelenggarakan sholat berjamaah.

Namun, bagaimana dengan i’tikaf bagi wanita? Apakah mereka harus melaksanakannya di masjid atau ada ketentuan lain? Berikut ulasannya, sebagaimana dirangkum dari NU Online.

Tempat Ibadah I’tikaf

Laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk menjalankan i’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim melalui Sayyidatina Aisyah RA, yang berbunyi:

وَعَنْهَا: – أَنَّ اَلنَّبِيَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya: “Dari Aisyah RA, Nabi Muhammad SAW beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Aktivitas itu dilakukan hingga beliau wafat. Kemudian, para istrinya mengikuti i’tikaf pada waktu tersebut sepeninggal Rasulullah SAW.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai tempat pelaksanaan i’tikaf.

  • Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa i’tikaf bisa dilakukan di masjid mana saja.
  • Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa i’tikaf hanya sah di masjid yang digunakan untuk sholat berjamaah dan sholat lima waktu secara rutin.

Pendapat ini didasarkan pada teks berikut:

المسجد شرط لصحة الاعتكاف. قال مالك والشافعي يصح في كل مسجد. وقال أبو حنيفة وأحمد يصح في كل مسجد تقام فيه الجماعة وتصلى فيه الصلوات كلها

Artinya: “Masjid adalah syarat sah ibadah i’tikaf. Imam Malik dan As-Syafi’i berpendapat bahwa i’tikaf sah di masjid mana pun. Abu Hanifah dan Imam Ahmad berpendapat bahwa i’tikaf sah di setiap masjid yang digunakan untuk sholat berjamaah dan sholat lima waktu.”

(Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 340).

Zakat Fitrah dan Kewajiban bagi Orang yang Berutang

Arti I’tikaf Bagi Perempuan

Namun, menurut Imam Abu Hanifah, perempuan dapat melakukan i’tikaf di rumah, tepatnya di mushala atau tempat yang biasa digunakan untuk sholat di dalam rumahnya.

وعند أبي حنيفة إنما يصح اعتكاف المرأة في مسجد بيتها وهو الموضع المهيأ في بيتها لصلاتها

Artinya: “Menurut Abu Hanifah, i’tikaf perempuan sah dilakukan di masjid dalam rumahnya, yaitu tempat yang disediakan untuk sholat di rumahnya.”

(Lihat Syekh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki, Ibanatul Ahkam, [Beirut, Darul Fikr: 1996 M/1416 H], cetakan pertama, juz II, halaman 340).

Sementara itu, Syekh Wahbah Az-Zuhayli menyarankan bahwa jika perempuan beri’tikaf di masjid, sebaiknya ia mengambil tempat di balik tirai yang biasa digunakan untuk menandai area sholat perempuan.

وإذا اعتكفت المرأة في المسجد، استحب لها أن تستتر بشيء؛ لأن أزواج النبي صلّى الله عليه وسلم لما أردن الاعتكاف أمرن بأبنيتهن، فضربن في المسجد، ولأن المسجد يحضره الرجال، وخير لهم وللنساء ألا يرونهن ولا يرينهم

Artinya: “Jika seorang perempuan beri’tikaf di masjid, ia dianjurkan untuk menutup diri dengan tirai, sebagaimana para istri Nabi Muhammad SAW ketika ingin beri’tikaf diperintahkan untuk berada di tempat yang dibangun bagi mereka di dalam masjid. Hal ini karena masjid juga dihadiri oleh pria bukan mahram. Maka, lebih baik bagi mereka dan para pria untuk tidak saling melihat satu sama lain.”

(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua, juz II, halaman 696-697).

Apakah Itu Darkil Asfal Minan Naar Neraka

Stylesphere – Setiap manusia diberi kebebasan untuk memilih jalan hidupnya. Ada yang mengikuti petunjuk Allah, namun ada pula yang justru menjauh dari-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah memberikan banyak peringatan keras bagi mereka yang mengingkari kebenaran, termasuk tentang tempat kembalinya di akhirat.

Neraka bukan hanya tempat siksaan, tetapi juga peringatan atas kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Sebagaimana orang tua melarang anaknya dari sesuatu yang membahayakan, Allah pun memperingatkan manusia agar tidak terjerumus dalam kebinasaan.

Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan bahwa peringatan tentang neraka dalam Al-Qur’an bukanlah bentuk kebencian, melainkan kasih sayang Allah kepada manusia. Allah memberikan kesempatan bagi hamba-Nya untuk bertobat sebelum ajal menjemput.

“Peringatan dari Allah itu bukan karena kebencian, tetapi karena kasih sayang. Allah tidak ingin ada hamba-Nya yang masuk ke dalam kebinasaan,” ujar Ustadz Adi Hidayat dalam tayangan di kanal YouTube @Adi Hidayat Official.

Dalam video tersebut, ia juga membahas bahaya kemunafikan dan bagaimana orang-orang seperti ini dapat menyesatkan orang lain.

“Ada orang yang saat berbicara, kata-katanya menarik, retorikanya indah, logikanya seolah benar, tetapi justru menjauhkan dari Allah,” jelasnya.

Menurutnya, keselamatan di akhirat tidak hanya bergantung pada amal ibadah, tetapi juga pada keimanan yang benar.

Hindari jenis Manusia Ini

“Orang bisa saja sholat, puasa, dan zakat, tetapi tanpa iman, tetap celaka di akhirat,” ujar Ustadz Adi Hidayat (UAH) dalam ceramahnya.

Ia menyinggung kisah ketika Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Nabi Muhammad SAW mengenai seseorang yang dikenal baik di dunia.

“Ada orang non-Muslim yang dermawan, suka membantu, dan berdonasi. Bagaimana nasibnya di akhirat?” tuturnya.

Nabi menjawab berdasarkan Surah Al-Furqan ayat 23, yang menjelaskan bahwa perbuatan baik tanpa iman hanya akan dibalas di dunia.

“Jika amalnya untuk dunia, maka balasannya diberikan di dunia. Namun di akhirat, semua itu menjadi debu yang berterbangan,” jelasnya.

Karena itu, UAH mengingatkan agar tidak mudah terpengaruh oleh pemikiran menyimpang.

“Jangan coba-coba mengikuti orang yang nyeleneh. Jangan penasaran dengan ajaran yang menyesatkan,” pesannya.

Ia juga menyoroti tipe orang yang sering membawa ayat Al-Qur’an, tetapi dengan pemahaman yang keliru. Mereka memotong ayat dan menggunakannya untuk membenarkan pendapat pribadi.

“Dalam Surah Al-Baqarah ayat 204, disebutkan ada orang yang perkataannya menarik, bahkan membawa ayat Al-Qur’an, tetapi justru berbahaya,” ujarnya.

Tanda Anda Mendapatkan Lailatul Qadar

Stylesphere – Setiap Muslim tentu menginginkan kebaikan, termasuk meraih Lailatul Qadar di sepertiga akhir Ramadhan. Siapa yang tidak ingin mendapatkan malam yang lebih baik daripada seribu bulan?

Lailatul Qadar adalah malam istimewa dalam Islam. Dalam surah Al-Qadr, Allah menyebutkan bahwa malam ini lebih utama dari seribu bulan. Artinya, ibadah yang dilakukan pada malam tersebut setara dengan beribadah selama minimal 83 tahun 4 bulan.

Keistimewaan Malam Ganjil di Sepuluh Hari Terakhir Ramadan

Malam penuh berkah dan ampunan ini dapat diraih dengan ikhtiar, salah satunya dengan meningkatkan ibadah di sepuluh malam terakhir Ramadhan. Beruntunglah mereka yang berhasil mendapatkannya.

Lalu, bagaimana tanda seseorang telah meraih Lailatul Qadar? Simak penjelasan Pengasuh LPD Al Bahjah, KH Yahya Zainul Ma’arif atau Buya Yahya.

Penjelasan Buya Yahya

Menurut Buya Yahya, tanda seseorang mendapatkan kemuliaan Lailatul Qadar dapat dilihat dari perubahan dirinya setelah malam itu.

“Jika hari esok lebih baik dari hari kemarin, itulah tanda seseorang mendapatkan Lailatul Qadar,” ujar Buya Yahya, dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Sabtu (22/3/2025).

Sebaliknya, jika seseorang tetap berperilaku buruk setelah malam itu—misalnya masih durhaka kepada orang tua—maka sejatinya ia belum benar-benar meraih Lailatul Qadar.

“Tanda paling jelas adalah perubahan ke arah yang lebih baik, semakin dekat kepada Allah di hari-hari dan tahun-tahun berikutnya,” tambahnya.

Karena itu, Buya Yahya berpesan agar di malam-malam terakhir Ramadhan, umat Islam memperbanyak amal baik dan berusaha memperbaiki diri keesokan harinya.

“Kalau keesokan harinya lebih baik, kemungkinan kita mendapat Lailatul Qadar. Tapi kalau masih terus bermaksiat, berarti kita jauh darinya. Sederhana sekali,” tuturnya.

Doa Rasulullah Menurut Gus Baha

Stylesphere – Setiap orang memiliki cara pandang berbeda tentang kehidupan. Ada yang melihatnya sebagai perjalanan penuh tantangan, sementara yang lain menganggapnya sebagai ladang untuk menanam kebaikan. Dalam Islam, kehidupan dan kematian memiliki makna mendalam yang harus dipahami dengan bijak.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau Gus Baha, seorang ulama kharismatik sekaligus tokoh penting di PBNU, menjelaskan bahwa hidup adalah kesempatan untuk memperbanyak kebaikan. Dalam sebuah doa, Rasulullah SAW bersabda:

“Ya Allah, jadikan kehidupan ini sebagai penambahan saya untuk berbuat baik, dan jadikan kematian sebagai akhir dari semua keburukan saya.”

Menurut Gus Baha, doa ini mengajarkan bahwa hidup seharusnya dimanfaatkan untuk menambah amal saleh. Sebaliknya, kematian bukanlah sesuatu yang perlu ditakuti, melainkan akhir dari segala keburukan yang mungkin dilakukan manusia.

Dalam ceramahnya, yang dirangkum dari kanal YouTube @takmiralmukmin, Gus Baha menekankan bahwa selama hidupnya, manusia memiliki potensi untuk berbuat baik maupun buruk. Islam mengajarkan umatnya untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran dan menjadikan kematian sebagai pengingat untuk selalu memperbaiki diri.

Pertanyaan Terkait meninggalnya Seseorang

Gus Baha mencontohkan bagaimana ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) menyikapi kematian seseorang, bahkan jika semasa hidupnya dikenal sebagai pelaku maksiat. Mereka tetap berusaha melihat sisi baik dari orang yang telah meninggal.

Dalam sebuah kisah, Gus Baha menyebut bahwa ketika seorang bajingan meninggal, para kiai tetap mencari kebaikan dalam dirinya. Mereka meyakini bahwa kematian telah mengakhiri segala potensi keburukannya, sehingga tidak ada alasan untuk terus menghakimi seseorang yang sudah tiada.

Sikap ini mengajarkan bahwa manusia tidak boleh merasa lebih baik dari orang lain. Setiap individu berpotensi melakukan kesalahan, sehingga yang lebih utama adalah memperbaiki diri selama masih diberi kesempatan hidup.

Islam mengajarkan keseimbangan dalam menghadapi kehidupan dan kematian. Hidup adalah waktu untuk beramal, sementara kematian adalah sesuatu yang pasti dan tidak bisa dihindari.

Menurut Gus Baha, hidup bukanlah tentang siapa yang paling lama bertahan, tetapi siapa yang bisa memanfaatkannya untuk berbuat baik. Oleh karena itu, doa Rasulullah SAW yang menyatakan agar kehidupan menjadi tambahan untuk kebaikan dan kematian sebagai akhir dari keburukan, menjadi pedoman utama dalam menjalani hidup.

Di sisi lain, Islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan memiliki konsekuensi. Amal baik akan mendapat balasan yang baik, sementara keburukan akan membawa dampak buruk, baik di dunia maupun di akhirat.

Gus Baha menekankan bahwa selama hidup, seseorang harus berusaha menghindari keburukan sejauh mungkin. Jika ajal menjemput, setidaknya ia meninggalkan dunia dalam keadaan yang lebih baik.

Dalam Islam, kematian bukanlah akhir segalanya, melainkan pintu menuju kehidupan yang sesungguhnya di akhirat. Oleh karena itu, manusia harus mempersiapkan bekal yang cukup agar mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.

Buya Yahya Ungkap Ahli Puasa Yang Menjadi Ahli Neraka

Stylesphere – Dalam Islam, ibadah tidak hanya terbatas pada sholat dan puasa, tetapi juga harus disertai dengan akhlak yang baik terhadap sesama. Seseorang bisa dikenal sebagai ahli ibadah, tetapi jika perilakunya buruk, ibadahnya bisa kehilangan makna.

Banyak yang beranggapan bahwa rajin beribadah sudah cukup untuk menjamin keselamatan di akhirat. Namun, ajaran Islam menekankan bahwa hubungan dengan sesama manusia juga memiliki peran besar dalam menentukan nasib seseorang di akhirat.

KH Yahya Zainul Ma’arif, atau Buya Yahya, seorang ulama yang kerap membahas pentingnya akhlak dalam kehidupan, menyampaikan sebuah kisah dari zaman Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan hal ini.

“Ada seorang perempuan yang diceritakan di hadapan Nabi. Dia dikenal sebagai ahli ibadah—rajin berpuasa, sering bangun malam untuk sholat, dan ibadahnya luar biasa,” ujar Buya Yahya dalam kajian yang dikutip dari kanal YouTube Al-Bahjah TV.

Namun, ada satu hal yang menjadi perhatian. “Perempuan ini memang tekun beribadah, tetapi dikatakan, ‘Hanya saja, ya Rasulullah, dia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya,’” lanjutnya.

Mendengar hal itu, Nabi Muhammad SAW memberikan jawaban tegas: “La khaira fiha, tidak ada kebaikan pada dirinya. Dia ahli neraka,” sabda Rasulullah SAW.

Jangan menjadi Bangkrut di Akhirat

“Ada orang yang di dunia rajin ibadah, tetapi di akhirat bangkrut. Kenapa? Karena dia banyak menyakiti orang lain, mengambil hak orang lain, dan semua amalnya habis untuk membayar kesalahannya kepada sesama,” ujar Buya Yahya.

Ia mengingatkan bahwa umat Islam tidak boleh hanya fokus pada ibadah pribadi, tetapi juga harus memperbaiki hubungan dengan sesama.

“Jika ingin ibadah kita diterima, pastikan tidak ada orang yang tersakiti oleh lisan dan perbuatan kita,” tegasnya.

Menurut Buya Yahya, menjaga lisan adalah bagian penting dari ibadah. Banyak hadits yang menekankan bahwa siapa yang mampu menjaga lisannya, maka Allah akan menjaganya dari azab.

“Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda, ‘Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata yang baik atau diam.’ Ini adalah prinsip yang harus kita pegang,” jelasnya.

Buya Yahya juga mengajak umat Islam untuk selalu introspeksi diri. Jangan sampai merasa sudah beribadah dengan baik, tetapi tetap menyakiti orang lain melalui perkataan atau perbuatan.

“Jangan sampai kita rajin sholat dan puasa, tetapi justru menjadi ahli neraka karena lisan kita sendiri,” pesannya.

Menutup kajiannya, ia mengingatkan pentingnya berhati-hati dalam berbicara dan berperilaku. Ibadah yang dilakukan dengan susah payah bisa menjadi sia-sia jika tidak disertai dengan akhlak yang baik terhadap sesama.

“Mari kita perbaiki diri. Tidak cukup hanya rajin ibadah, tapi pastikan juga kita tidak menjadi penyebab kesedihan orang lain,” tutupnya.

Manfaat Air Kelapa Disaat Buka Puasa

Stylesphere – Selama bulan Ramadan, menjaga asupan nutrisi yang tepat sangat penting untuk mendukung tubuh tetap bugar. Setelah seharian menahan lapar dan dahaga, tubuh membutuhkan cairan dan energi untuk kembali beraktivitas.

Air kelapa menjadi pilihan ideal untuk berbuka puasa karena kaya akan manfaat. Minuman alami ini membantu menggantikan cairan dan elektrolit yang hilang, mencegah dehidrasi, serta memberikan energi alami.

Mengutip NU Online, Kamis (20/3/2025), air kelapa mengandung elektrolit penting seperti kalium, natrium, dan magnesium yang berperan dalam menjaga keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, air kelapa juga mengandung vitamin C, karbohidrat, dan mineral yang membantu memulihkan energi serta menjaga kesehatan tubuh secara keseluruhan.

Mengonsumsi air kelapa saat berbuka membantu tubuh beradaptasi setelah seharian berpuasa. Banyak penelitian menunjukkan bahwa air kelapa dapat mencegah dehidrasi, yang sering menyebabkan kelelahan, sakit kepala, dan gangguan kesehatan lainnya. Dengan asupan air kelapa yang cukup, tubuh tetap terhidrasi dengan baik dan lebih siap menjalani aktivitas setelah berbuka.

Manfaat Air Kelapa

Berikut beberapa manfaat air kelapa saat berbuka puasa:

  • Mencegah Dehidrasi – Kandungan elektrolit yang tinggi membantu menggantikan cairan tubuh yang hilang selama puasa.
  • Meningkatkan Energi – Karbohidrat dan elektrolit dalam air kelapa memberikan dorongan energi alami setelah seharian berpuasa.
  • Menjaga Kesehatan Kulit – Antioksidan dan vitamin C membantu menjaga kelembapan serta mendukung regenerasi sel kulit.
  • Menurunkan Tekanan Darah – Kandungan kalium dalam air kelapa berperan dalam membantu menurunkan tekanan darah.
  • Meningkatkan Sistem Imun – Vitamin B serta sifat antibakteri dan antivirusnya dapat mendukung sistem kekebalan tubuh.
  • Meningkatkan Fungsi Otot – Kalium membantu menjaga fungsi otot dan mencegah kram.
  • Menyehatkan Pencernaan – Dapat membantu mengatasi gangguan pencernaan, meskipun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
  • Menetralkan Asam Lambung – Berpotensi membantu menyeimbangkan kadar asam lambung, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut.

Lakukan Amalan Ini Ketika Mempunyai Masalah Yang Sangat Rumit

Stylesphere – Setiap orang pasti menghadapi masalah dalam hidup, baik yang ringan maupun yang terasa begitu berat hingga tampak mustahil diselesaikan.

Dalam situasi seperti itu, banyak yang merasa buntu dan tidak tahu harus berbuat apa. Mereka mencoba berbagai cara, tetapi tetap tidak menemukan jalan keluar.

Pendakwah Muhammadiyah, Ustadz Adi Hidayat (UAH), menjelaskan bahwa ada amalan-amalan tertentu yang dapat menjadi perantara untuk mempermudah persoalan yang rumit.

“Bila Anda punya permohonan yang sulit, yang tampaknya mustahil, carilah amalan yang tidak biasa dan tidak mudah dikerjakan,” ujar UAH dalam ceramahnya yang dikutip dari kanal YouTube @bangkit_channel.

Menurutnya, kunci dikabulkannya doa adalah melakukan amalan yang jarang dilakukan oleh orang lain.

“Misalnya, saat kebanyakan orang tertidur, kita bangun untuk tahajud. Ketika orang lain menikmati makanan, kita berpuasa sunnah. Saat orang sibuk membaca berita, kita memilih membaca Al-Qur’an,” jelasnya.

Jalan Keluar

Ustadz Adi Hidayat (UAH) mengutip sebuah ayat dalam Al-Qur’an yang menekankan pentingnya mencari jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَابْتَغُوْٓا اِلَيْهِ الْوَسِيْلَةَ وَجَاهِدُوْا فِيْ سَبِيْلِهٖ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ۝٣٥

Yâ ayyuhalladzîna âmanuttaqullâha wabtaghû ilaihil-wasîlata wa jâhidû fî sabîlihî la‘allakum tuflihûn

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Ma’idah: 35)

Menurut UAH, ayat ini mengajarkan bahwa setiap muslim harus meningkatkan ketakwaan dan berusaha mencari cara untuk mendekatkan diri kepada Allah agar doa dan harapan mereka dikabulkan.

Seseorang yang menginginkan pertolongan Allah tidak bisa hanya diam tanpa usaha. Harus ada pengorbanan dalam bentuk amalan yang jarang dilakukan oleh kebanyakan orang.

Misalnya, bagi yang menginginkan kelapangan rezeki, memperbanyak sedekah bisa menjadi jalan. Sementara itu, seseorang yang menginginkan ketenangan hati dapat meningkatkan bacaan Al-Qur’an dan memperbanyak dzikir.

Minta Dengan Tulus Hati

Bahkan dalam kehidupan para nabi dan ulama terdahulu, mereka selalu mengandalkan ibadah sebagai cara menghadapi masalah yang besar.

UAH mengingatkan bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha seorang hamba yang sungguh-sungguh berjuang di jalan-Nya.

Mereka yang bersungguh-sungguh dalam ibadah akan merasakan keajaiban dalam hidupnya, karena Allah selalu menepati janji-Nya.

Ketika doa terasa belum dikabulkan, bukan berarti Allah tidak mendengar, tetapi bisa jadi Allah sedang menyiapkan sesuatu yang lebih baik.

Kadang kala, seseorang merasa doa mereka lambat terkabul, padahal Allah sudah mengabulkannya dalam bentuk lain yang lebih bermanfaat.

Oleh karena itu, UAH mengajak setiap muslim untuk terus berusaha dan tidak menyerah dalam berdoa serta meningkatkan kualitas ibadah.

Dengan begitu, setiap masalah yang datang tidak akan menjadi beban yang menyesakkan, melainkan sebagai jalan untuk lebih dekat kepada Allah.

Sebab, semakin besar ujian yang dihadapi, semakin besar pula peluang seseorang untuk mendapatkan pertolongan dan kemuliaan dari Allah.